29 Agustus 2025
08:06 WIB
Indonesia Harap Uni Eropa Terima Dan Terapkan Putusan WTO Soal Sengketa Biodiesel
Pemerintah Indonesia berharap Uni Eropa menerima putusan panel WTO atas sengketa biodiesel. Meski begitu, Uni Eropa memiliki kesempatan untuk ajukan banding.
Penulis: Erlinda Puspita
Editor: Fin Harini
Kementerian ESDM luncurkan biodiesel B35 dan B100. ValidNewsID/Nuzulia Nur Rahma
JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkapkan pasca putusan WTO yang memenangkan Indonesia dalam sengketa perdagangan produk biodiesel (DS618) dengan Uni Eropa (UE), baik Indonesia maupun Eropa masih menjalin komunikasi baik dan memiliki ruang untuk banding atau menerima putusan tersebut dalam 20 hingga 60 hari ke depan. Walau demikian, Indonesia belum bisa memastikan sikap Benua Biru tersebut.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (Dirjen PPI) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Djatmiko Bris Witjaksono menyampaikan, Indonesia berharap agar Uni Eropa bisa menerima keputusan panel WTO yang menyatakan Indonesia tak melakukan subsidi ilegal pada produk biodiesel yang diekspor ke UE.
"Jadi ya kita berharap EU juga rasional untuk melihat ini, menikmati masa putusan ini dengan objektif dan sempatan untuk bisa diadopsi. Kemudian, komunikasi kita relatif bagus dengan Eropa... Tapi yang tidak bisa kita pastikan adalah apa sikap EU. Kita memang harapkan EU bisa menerima keputusan panel ini, sehingga nanti selanjutnya adalah kita bicara dengan EU, bagaimana EU akan melaksanakan keputusan panel ini," jelas Djatmiko dalam Media Briefing di Kantor Kemendag, Jakarta, Kamis (28/8).
Baca Juga: Menang di WTO, Kemendag Proyeksi Ekspor Biodiesel RI Ke Eropa Naik 6,7%
Ia menguraikan ada beberapa pilihan langkah lanjutan yang bisa diambil Indonesia dan UE dalam periode 22 Agustus 2025 hingga 22 Oktober 2025. Di rentang waktu ini, menurut Djatmiko, kedua pihak bisa mempertimbangkan untuk menerima atau mengadopsi putusan panel WTO. Bahkan EU pun memiliki kesempatan untuk mengajukan banding.
Langkah lanjutan yang pertama adalah UE dan Indonesia bisa mengadopsi putusan panel WTO. Jika langkah ini berlaku, maka keputusan WTO bersifat mengikat bagi Indonesia dan EU.
"Nah apabila skenario pertama ini terjadi, artinya keputusan panel sudah bersifat mengikat, atau bahasa umumnya inkrah. Nah setelah itu, baru kita akan bicara dengan pihak Eropa," lanjut Djatmiko.
Langkah kedua adalah pengajuan banding juga yang bisa dilakukan EU, hanya saja melalui Badan Banding (AB) WTO dan Indonesia tidak berhak menahan langkah EU. Jika skenario langkah ini terjadi, maka keputusan panel WTO untuk Sengketa DS618 ini belum mengikat. Dalam arti lain, EU masih memberlakukan pengenaan bea masuk imbalan (Countervailing Duty/CVD) sebesar 8% hingga 18% pada produk biodiesel asal Indonesia.
Berikutnya langkah lanjutan atau skenario ketiga adalah UE dan Indonesia menempuh banding melalui Badan Ad-Hoc. Skenario ini harus dengan persetujuan Indonesia.
"Prosedur mekanisme bandingnya harus kesepakatan dulu. Ini panjang atau bahasa kita ribet. Jadi kita negosiasi dulu tata tekniknya gimana, baru cara dan proses bandingnya," urai Djatmiko.
Dari ketiga pilihan langkah skenario lanjutan tersebut, Djatmiko menilai sebaiknya EU dan Indonesia mengadopsi putusan panel WTO. Hal ini lantaran fakta dalam putusan WTO pada sengketa DS618 ini tak dapat diubah.
Baca Juga: Indonesia Menang Sengketa Biodiesel, WTO Putuskan UE Bersalah
Adapun beberapa putusan WTO pada hasil Sengketa DS618 ini adalah, Indonesia tidak terbukti melakukan subsidi ilegal atas yang menimbulkan ancaman kerugian material pada industri biodiesel EU.
Bukti ini dikuatkan berdasarkan tiga poin, pertama yaitu kebijakan bea keluar dan pungutan ekspor CPO Indonesia tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk subsidi. Kedua, Pemerintah Indonesia tidak terbukti memberikan arahan kepada pelaku usaha untuk menjual bahan baku Biodiesel (CPO) dì bawah harga wajar.
Dan ketiga adalah EU gagal membuktikan adanya keterkaitan antara impor dari Indonesia dengan ancaman kerugian material yang dialami produsen biodiesel EU.
Berdasarkan hasil putusan panel WTO, EU wajib melakukan penyesuaian kebijakan dengan mencabut pengenaan CVD atas impor biodiesel asal Indonesia.