12 Juli 2024
19:32 WIB
Indonesia Berpeluang Jadi Pemain EV Gegara China Dijegal Negara Barat
China menjadikan Indonesia basis produksi kendaraan listrik atau EV setelah dijegal tarif impor yang tinggi di AS dan Uni Eropa. Ini disebut sebagai peluang RI untuk ikut jadi pemain EV global.
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Ilustrasi stasiun pengisian bahan bakar mobil listrik. Shutterstock/dok
JAKARTA - Produsen kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) asal China menjadikan Indonesia sebagai basis produksi EV lantaran dijegal negara-negara barat seperti Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa dengan tarif impor yang tinggi.
Direktur Akses Sumber Daya Industri dan Promosi Internasional Kementerian Perindustrian Syahroni Ahmad mengatakan, AS telah menaikkan pajak impor EV dari China menjadi sebesar 100%. Sementara itu, Eropa mengenakan pajak impor sebesar 37%.
"Produsen utama EV dari China itu mereka cukup ketar-ketir, dan mereka itu berencana memproduksi EV di negara lain, termasuk Turki dan Indonesia," ujarnya dalam Press Briefing di Kantor Kemenperin, Jumat (12/7).
Meski ada pengenaan pajak impor mobil listrik asal China yang tinggi di AS dan Eropa, Syahroni justru melihatnya sebagai peluang bagi Indonesia. Dengan begitu, ia menilai RI bisa ikut menjadi pemain industri otomotif global, khususnya EV.
Dengan menjadi basis produksi, Indonesia bisa mendapat pemasukan, salah satunya pajak yang berasal dari impor EV asal China. Sementara negara tirai bambu itu bisa tetap menjual EV ke pasar global.
Baca Juga: OJK Masih Godok Ketentuan Premi Asuransi Kendaraan Listrik
Saat ini, pemerintah RI pun tengah mengembangkan ekosistem kendaraan listrik domestik. Tidak hanya itu, Indonesia dinilai mampu menjadi pemain EV lantaran memiliki sumber daya alam (SDA) berupa bahan baku utama pembuatan baterai EV.
Syahroni pun menyampaikan, sudah ada beberapa produsen EV asal China yang berinvestasi dan beroperasi di Indonesia. Di antaranya, ada Wuling, Omoda, BYD dan perusahaan-perusahaan lainnya.
"Kemarin juga sudah datang tiga perusahaan untuk bertemu dengan Pak Menteri, tapi ini belum bisa di-publish," imbuhnya.
Seperti yang disampaikan Syahroni, Indonesia berupaya memperkuat ekosistem EV, salah satunya dengan mendongkrak investasi untuk manufaktur baterai EV. Kini, dengan beroperasinya PT Hyundai LG Indonesia Green Power, Indonesia resmi memiliki pabrik baterai EV pertama.
Lebih lanjut, ia juga menyampaikan keterlibatan Indonesia dalam mengembangkan EV, selain mendorong pembuatan baterai. Dia menyebutkan, sedikitnya ada 4 negara yang sudah berdiskusi sekaligus meneken kerja sama dengan RI terkait kendaraan listrik.
"Keterlibatan Indonesia selain dari bahan baku baterai, ini sudah ada beberapa negara yang datang ke kami untuk ikut serta dalam bisnis EV, ada Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan China," tutur Syahroni.
Baca Juga: Sedang Ajukan Diskon Pajak, Mobil Listrik Citroen Bakal Dirakit di RI
Dia menerangkan China meneken kerja sama untuk memproduksi mobil listrik dan motor listrik di Indonesia. Kemudian, Japan International Cooperation Agency (JICA) Jepang tengah melakukan survei mengenai baterai EV yang bisa di-recycle, terutama untuk jenis kendaraan motor listrik.
Sementara itu, Korea Selatan melalui Busan Technopark tengah berdiskusi mengenai pembuatan pusat verifikasi baterai EV. Nantinya, Indonesia diharapkan bisa berperan sebagai produsen reusable battery. Kemudian Taiwan membangun pabrik di kawasan industri Batam untuk recycle baterai EV.
Dengan adanya sumber daya, kebolehan, serta berbagai kerja sama tersebut, Syahroni berharap Indonesia bisa ikut menjadi pemain EV global. Oleh karena itu, dia mengaku pemerintah tengah gencar mempromosikan peluang investasi di sektor otomotif, terutama EV di Indonesia.
"Kita gencar sekali mempromosikan peluang investasi EV di Indonesia, terutama setelah adanya kebijakan tarif impor 100% dari AS untuk EV asal China, dan tarif impor Uni Eropa 37%," tutup Syahroni.