c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

05 Oktober 2024

13:31 WIB

INDEF Ungkap Trik Indonesia Lepas Dari Jerat Middle Income Trap

RI dinilai lalai mengambil langkah berkolaborasi dengan negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Padahal sinergi tersebut berpotensi melepaskan Indonesia dari jerat middle income trap.

Penulis: Erlinda Puspita

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">INDEF Ungkap Trik Indonesia Lepas Dari Jerat <em>Middle Income Trap</em></p>
<p id="isPasted">INDEF Ungkap Trik Indonesia Lepas Dari Jerat <em>Middle Income Trap</em></p>

Seorang pengunjung mengambil makanan di sebuah restoran di Jakarta yang sudah memasang label halal untuk produk yang dijajakannya. ValidNews.ID/ Faisal Rachman

JAKARTA - Mantan Anggota DPR sekaligus Associates Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Hakam Naja menyampaikan, membangun ekosistem ekonomi keuangan syariah sebaiknya dilakukan secara kolektif. Indonesia seharusnya melakukan ini dengan melibatkan setidaknya 57 negara OKI.

Menurut Hakam alasannya adalah, hampir 2 miliar penduduk muslim di seluruh dunia melakukan konsumsi produk halal yang nilainya mencapai US$3 triliun per tahunnya. Angka tersebut diperkirakan mencapai hampir tiga kali lipat PDB Indonesia, sehingga Indonesia seharusnya bisa memanfaatkan peluang tersebut.

”Selama ini kita agak lalai, tidak aware untuk mengambil peran sinergi dengan negara-negara muslim, minimal Brunei dan Malaysia untuk mengambil kesempatan itu,” tutur Hakam dalam keterangan tertulisnya, dikutip Sabtu (5/1).

Sementara negara-negara lain, kata Hakam, telah mengambil peran yang sangat penting, yaitu seperti Brazil, Australia, Amerika Serikat (AS), China, hingga Thailand yang berada di luar OKI justru menjadi produsen terbesar produk halal.

Baca Juga: Pemerintah Pede Bawa Daerah Se-Indonesia Lepas Jebakan Pendapatan Menengah

“Indonesia justru menjadi negara terbesar pengonsumsi food and beverage industry di kalangan negara OKI,” imbuhnya.

Hakam pun mewanti-wanti agar Indonesia segera sadar dan menjalin kerja sama yang lebih luas dengan negara OKI. Langkah ini pun dipandang Hakam menjadi jalan Indonesia bisa lepas dari middle income trap.

Dari laporan Bank Dunia yang disampaikannya, terdapat 100 negara terjebak di middle income trap, termasuk Indonesia. Rata-rata pendapatan per kapita negara yang terjebak tersebut hanya US$4.400 – US$13.000 per tahun. Sedangkan Indonesia hanya sekitar US$5.200 per kapita per tahun, dan tertinggal jauh dibandingkan Brunei yang mencapai US$35.000 per kapita per tahun.

Oleh karena itu, ia menegaskan agar Indonesia perlu segera bersinergi membangun ekosistem industri keuangan halal dan turunannya.

“Supaya Indonesia tidak terjebak sebagai negara middle income trap,” tegas Hakam.

Subproduk Halal Unggulan
Agar terlepas dari jerat negara middle income trap, Bank Dunia pun merekomendasikan tiga langkah. Pertama adalah lakukan investasi baik dalam negeri maupun asing. Kedua, lakukan inclusion fund yang dikolaborasikan dengan teknologi sebagai nilai tambah. Ketiga adalah inovasi produk keuangan.

Lebih lanjut, Hakam juga menyarankan agar Indonesia fokus pada beberapa subproduk halal yang diunggulkan untuk berkolaborasi dengan negara-negara OKI. Terdapat enam subproduk halal yang bisa ditentukan, dengan memilih produk terkuat.

Baca Juga: Produktivitas Jadi Kunci RI Lepas dari Jebakan Pendapatan Menengah

Keenam tersebut yakni sektor keuangan halal, makanan dan minuman, pariwisata, fashion, media dan hiburan, serta obat dan kosmetik.

“Sebaiknya Indonesia fokus pada empat sektor, yaitu keuangan syariah, makanan dan minuman, pariwisata halal, dan fashion. Ini bisa jadi pemantik dari keterpurukan kasus industri tekstil yang tutup dan PHK,” kata Hakam.

Menurutnya, hal tersebut menjadi kesempatan bagi industri fashion halal untuk masuk. Ia mengusulkan agar bahan baku tekstil serta kolaborasi kreator muda yang berinovasi bisa meraup hasil dari pasar domestik maupun mancanegara.

“Upaya itu untuk mencegah terus terjadinya deindustrialisasi sejak 2024, yakni kontribusi sektor industri hanya 19%. Padahal di tahun 2002 bisa mencapai 32%,” tutupnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar