c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

25 Agustus 2025

17:10 WIB

Indef: Mayoritas Muslim, Indonesia Kalah Saing di Ekonomi Syariah

Indef meminta pemerintah Indonesia bisa memaksimalkan potensi ekonomi syariah dunia yang amat besar saat ini. Ketimbang jadi produsen, Indonesia masih jadi negara konsumen berbagai produk halal.

Penulis: Erlinda Puspita

Editor: Khairul Kahfi

<div dir="auto" id="isPasted">Indef: Mayoritas Muslim, Indonesia Kalah Saing di Ekonomi Syariah</div>
<div dir="auto" id="isPasted">Indef: Mayoritas Muslim, Indonesia Kalah Saing di Ekonomi Syariah</div>

Ilustrasi - Massa dari Aliansi Bela Palestina Boikot Israel melakukan aksi di halaman pusat perbelanjaan Bandung Indah Plaza (BIP), Bandung, Jawa Barat, Sabtu (13/7/2024). Antara Foto/Raisan Al Farisi/aww.

JAKARTA - Penasihat Center for Sharia Economic Development (CSED) Indef Hakam Naja menegaskan, pemerintah Indonesia seharusnya memanfaatkan potensi ekonomi syariah domestik maupun global. Potensi ekonomi syariah dari berbagai sektor memiliki jumlah pasar yang besar.

Menurutnya, perhatian pemerintah terhadap ekonomi syariah seharusnya bisa tertuang di dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.

"Eksplorasi tentang ekonomi syariah saya kira bukan hal asing di negara kita. Cuma rasanya kok tidak menjadi perhatian? Padahal peluang yang ada di ekonomi syariah itu luar biasa," ungkapnya dalam Diskusi Publik INDEF 'Ekonomi Syariah Dalam Nota Keuangan', Jakarta, Senin (25/8).

Baca Juga: Laporan SGIE 2024/2025: Indonesia Kokoh Di Tiga Besar Ekonomi Halal Dunia

Berbagai peluang yang Hakam jelaskan untuk potensi ekonomi syariah, mulai dari laporan State of Global Islamic Economic (SGIE) yang menunjukkan adanya perkiraan peningkatan populasi muslim global di 2030 menjadi 2,2 miliar orang atau sekitar 26,4% penduduk dunia.

Jumlah ini pun bisa naik lagi mencapai 2,8 miliar orang di 2050, yang sekitar 29,7% penduduk dunia. Dia meyakini, peningkatan populasi muslim sedunia bisa menjadi pendorong utama ekonomi halal. 

Kemudian, SGIE mencatat, total belanja umat muslim di seluruh dunia di 2023 senilai US$2,43 triliun atau setara dengan Rp39.441 triliun. Jumlah tersebut, Hakam garisbawahi, hampir 2 kali lipat nilai PDB Indonesia dan hampir 10 kali lipat dari APBN.

Baca Juga: Perkuat Ekonomi Syariah, BI Siapkan 6 Program Unggulan

Dari total nilai belanja tersebut, persentase terbesar berasal dari perdagangan makanan halal (US$1,434 triliun), disusul modest fashion (US$327 miliar), media dan rekreasi (US$260 miliar), wisata ramah muslim (US$217 miliar), farmasi halal (US$107,1 miliar), dan kosmetik halal (US$87 miliar).

"Kalau kita lihat, nyata sekali bahwa halal food menjadi porsi terbesar yaitu di tahun 2023 US$1,43 triliun atau Rp23.210 triliun dan 2028 US$1,94 triliun atau Rp31,488 triliun," imbuhnya.

Ironi Indonesia dalam Perdagangan Produk Halal
Sejalan dengan potensi ekonomi syariah yang besar, Hakam juga mengingatkan, Indonesia memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di dunia yang seharusnya berada di paling atas untuk optimalisasi ekonomi syariah. Sayangnya, hal tersebut belum terjadi saat ini.

Pada 2023, dia menekankan, Indonesia dan Uni Emirat Arab (UEA) menduduki pusat investasi ekonomi halal terkemuka di dunia. Di tahun itu, ada 50 kesepakatan yang rampung senilai US$1,53 miliar di UEA, sedangkan Indonesia mengantongi sekitar 40 kesepakatan senilai US$1,60 miliar.

Baca Juga: Bos BI Pamer RI Jadi Pemain Utama Ekonomi Dan Keuangan Syariah Dunia

Ironinya, eksportir produk halal dunia di saat yang sama justru dikuasai oleh China dengan total nilai US$32,51 miliar. Disusul India senilai US$28,88 miliar, Brasil US$26,93 miliar, dan Rusia US$20,61 miliar. Sedangkan Indonesia harus puas berada di posisi kesembilan dengan nilai ekspor US$12,33 miliar.

Sebaliknya, Indonesia menjadi salah satu importir produk halal terbesar dunia di 2023. Dikepalai Arab Saudi senilai US$43,06 miliar, UAE sebanyak US$41,26 miliar, Turki senilai US$33,91 miliar, dan Indonesia sebanyak US$29,64 miliar. 

Bahkan, Indonesia juga tercatat mengalami defisit perdagangan produk halal di antara negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) sebanyak US$17,31 miliar di 2023.

"Ini kan ironi sebenarnya. Yang menjadi negara-negara eksportir ke negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) adalah negara dengan minoritas muslim. Ini menggambarkan Indonesia posisinya jago impor," ujarnya.

Baca Juga: Rantai Pasok Halal Bisa Buat Indonesia Jadi Peringkat 1 Ekonomi Syariah Dunia

Oleh karena itu, Hakam menekankan, beberapa sektor ekonomi syariah yang dapat menjadi perhatian serius pemerintah Indonesia, seperti keuangan, makanan halal, farmasi dan kosmetik, fesyen, pariwisata dan perjalanan, serta media dan rekreasi.

"Aset keuangan Islam itu US$4,93 triliun atau Rp80.019 triliun pada tahun 2023. Luar biasa ya, ini empat kali lipat PDB kita dan hampir 20 kali lipat dari APBN kita di 2026. Dan ini diproyeksikan akan terus meningkat ke depan," tandas Hakam.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar