21 Januari 2025
18:41 WIB
Imbas Larangan Impor Garam Industri, GAPPMI Khawatir Stop Ekspor dan PHK
GAPPMI mengeluhkan larangan impor garam industri. Aturan ini berpotensi membuat industri makanan dan minuman berhenti ekspor dan melakukan PHK karyawan.
Penulis: Erlinda Puspita
Editor: Fin Harini
Ilustrasi. Pekerja menutupi dengan terpal garam impor yang telah dimuat truk untuk diangkut ke tempat penampungan di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (12/8/2017). ANTARA FOTO/Zabur Karuru
JAKARTA - Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (GAPPMI) Adhi S Lukman menyampaikan, banyak industri makanan dan minuman (mamin) di Indonesia terancam berhenti produksi. Kondisi ini berpotensi menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi para pekerjanya.
Hal ini dipicu adanya keputusan pemerintah yang mulai bertahap membatasi impor garam industri, dan total menghentikan impor garam industri di tahun 2027.
Menurut Adhi, aturan tersebut seharusnya didahului dengan persiapan di sisi hulu serta peta jalan yang mumpuni. Sedangkan selama ini, pihaknya mengaku belum memperoleh garam industri yang sesuai dengan kebutuhan industri mamin dari produksi dalam negeri.
"Kita sudah mencoba bahkan dari yang terbaik dari lokal (garam industri), tetap saja tidak bisa terpakai baik dari sisi jumlah maupun kualitas. Ujung-ujungnya kita terancam stop produksi dan PHK," kata Adhi dalam tanggapannya di diskusi Outlook Ekonomi Sektoral 2025 CORE, di Jakarta, Selasa (21/1).
Baca Juga: Menko Pangan Target Indonesia Stop Impor Garam Konsumsi Tahun Depan
Adhi menilai, jika pemerintah tetap bersikeras menjalani penutupan impor garam industri tanpa mendukung produksi di dalam negeri, maka Indonesia berpotensi kehilangan nilai ekspor dan nilai tambah dari industri mamin. Padahal dari perhitungannya, impor garam industri untuk industri mamin per 500 ribu ton hanya sekitar US$30.
Oleh karena itu, Adhi menegaskan agar pemerintah sebaiknya membuat peta jalan pelarangan impor garam industri yang jelas. Ia mengaku pihaknya tak menolak jika kebijakan tersebut dijalankan, asalkan produksi dalam negeri bisa memenuhi industri mamin.
"Persiapkan hulunya sampai kita bisa stop impor. KIta industri mamin sangat setuju untuk produksi semaksimal mungkin pakai produksi dalam negeri. Karena bagaimana pun impor itu tidak menyenangkan, karena sekali impor itu bisa menganggu cashflow dan pergudangan kita," imbuh Adhi.
Seperti diketahui, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 126 Tahun 2022 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional. Tujuan Perpres 126/2022 ini ditujukan untuk mengurangi ketergantungan Indonesia dalam mengimpor garam, dan bisa mencapai kemandirian garam nasional. Tak hanya itu, terbaru pemerintah juga menerbitkan Perpres Nomor 61 Tahun 2024 tentang Neraca Komoditas yang di dalamnya turut mengatur perihal impor pergaraman nasional.
Sebelumya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) telah mengumumkan adanya pembatasan penurunan berlanjut untuk impor garam industri. Secara bersamaan, garam industri di dalam negeri akan menjadi tanggungjawab Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam produksinya sebagai kementerian teknis.
"Dan dua tahun lagi, dibebankan kepada Menteri Kelautan, juga untuk garam industri harus bisa produksi sendiri. Luar biasa beratnya," ucap Zulhas.
Baca Juga: Asosiasi: Ada Pabrik Terancam Berhenti Produksi Akibat Kekurangan Stok Garam
Berdasarkan data BPS, produksi garam nasional di 2023 mencapai 2,5 juta ton, sedangkan kebutuhan dalam negeri mencapai 4,9 juta ton. Kebutuhan garam dalam negeri mencakup kebutuhan konsumsi, industri, hingga farmasi.
Ditjen Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP mencatat, keberhasilan produksi garam sebesar 2,5 juta ton atau terealisasi sebesar 147% dari target capaian yang ditetapkan di 2023 sebesar 1,7 juta ton.
Produksi garam terbesar diperoleh dari sektor produksi garam rakyat yang mencapai 2,2 juta ton. Sedangkan, selebihnya merupakan produksi oleh perusahaan garam swasta nasional.
Setidaknya, sebanyak 13 provinsi turut berkontribusi dalam pencapaian target produksi garam tersebut. Di 2023, Provinsi Jawa Timur mencatatkan produksi garam terbesar dengan total 802 ribu ton, disusul Provinsi Jawa Tengah sebesar 652 ribu ton, dan Provinsi Jawa Barat sebesar 394 ribu ton.