c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

16 Juli 2024

14:53 WIB

IKM Batik Harus Adaptif, Kemenperin Dorong Penggunaan Pewarna Alam

Kemenperin meminta IKM Batik adaptif dengan menggunakan pewarna alam agar menekan limbah cair dan padat hasil produksi.

Penulis: Aurora K M Simanjuntak

<p>IKM Batik Harus Adaptif, Kemenperin Dorong Penggunaan Pewarna Alam</p>
<p>IKM Batik Harus Adaptif, Kemenperin Dorong Penggunaan Pewarna Alam</p>

Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian, Reni Yanita. Dok. Kemenperin

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong para pelaku industri kecil dan menengah (IKM) batik, khususnya pengrajin batik, untuk menggunakan pewarna alami dalam proses pewarnaan.

Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin Reni Yanita mengatakan, penggunaan pewarna alam merupakan salah satu teknik fesyen yang berkelanjutan. Selain itu, pewarna tersebut juga berpotensi mengurangi kerusakan lingkungan.

"Kami terus menggaungkan pentingnya pengenalan teknik fesyen yang berkelanjutan, salah satunya yaitu dengan memanfaatkan pewarna alam untuk industri batik," ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (16/7).

Reni menilai bahwa pelaku IKM batik harus makin adaptif, tanpa mengesampingkan pakem sejarah dalam pembuatannya dan dampak yang ditimbulkan. Oleh karena itu, dia mendorong pelaku industri fesyen, termasuk IKM batik, untuk menerapkan konsep fesyen berkelanjutan (sustainable fashion).

Dia menuturkan, konsep tersebut mengedepankan nilai-nilai, baik ekonomi, sosial, dan lingkungan. Menurutnya, dengan mengedepankan konsep berkelanjutan, industri batik dapat lebih bertahan dan melawan arus tren industri fesyen yang serba cepat dan menyumbang banyak limbah.

"Saat ini memang merupakan era untuk lebih memaksimalkan penggunaan pewarna alam yang dapat memberikan nilai tambah pada batik, sekaligus untuk menekan kerusakan lingkungan," tutur Reni.

Baca Juga: Ikhtiar Melestarikan Budaya Lewat Cap Batik

Reni menambahkan, pewarna alami juga memberikan nilai tambah dan citra produk seiring dengan meningkatnya green lifestyle dan green consumerism. Ia pun berharap industri batik dalam negeri bisa beradaptasi guna menguasai pasar dalam negeri sekaligus mancanegara.

Utamanya, menguasai pasar dengan segmentasi anak muda, seperti generasi milenial dan generasi Z. Menurut Reni, karakteristik dan kebutuhan orang-orang pada dua generasi tersebut cukup beragam.

Ditambah lagi, kini terjadi perkembangan gaya hidup sehat dan tren penggunaan produk yang ramah lingkungan. Menurut Reni, para generasi muda mulai aware atau peka terhadap dua konsep tersebut, itu sebabnya dia mendorong IKM batik dan fesyen agar lebih adaptif terhadap perubahan pasar.

"Berbagai gaya hidup sehat, aktivitas olahraga, dan meningkatnya kesadaran akan kelestarian lingkungan telah menjadi budaya generasi muda yang juga harus diperhatikan oleh para pelaku industri," imbau Reni.

Dua Tantangan Pewarna Alami Batik
Kemenperin mencatat, dalam konteks industri batik, konsep berkelanjutan bisa diaplikasikan di berbagai rantai pasok. Misalnya pada sektor produksi (hulu), yaitu dengan menggunakan bahan baku yang ramah lingkungan.

Sementara di sektor hilir, yaitu dengan memanfaatkan limbah sisa produksi fesyen. Kemenperin pun kerap mengenalkan konsep industri batik yang ramah lingkungan kepada IKM batik binaan Ditjen IKMA. Harapannya, mereka dapat menekan jumlah limbah padat dan cair dari industri pakaian dan tekstil.

"IKM harus tahu, zat kimia yang selama ini mereka pakai dapat menghasilkan limbah yang harus diolah ulang dengan biaya tinggi. Maka dari itu, kami perkenalkan dengan zat warna alam misalnya dari daun atau kulit pohon jati, daun indigo, kulit pohon mangga, dan sebagainya," tutur Reni.

Baca Juga: Mengawal Bangkitnya Batik Agar Minim Residu

Meski demikian, penggunaan pewarna alami punya tantangan sendiri. Reni mengakui bahwa penggunaan warna alam di industri batik membutuhkan waktu produksi yang lebih panjang. Selain itu, meracik zat warna dari bahan baku alami hingga menghasilkan pencatatan warna yang tepat pun cukup menantang.

"Inilah tantangannya, bagaimana bisa memformulasikan berbagai level warna dari bahan baku alam," ujar Reni.

Dirjen IKMA pun menyampaikan, Kemenperin melakukan pendampingan kepada pelaku IKM, termasuk IKM batik. Tujuannya, agar industri berkembang dan bisa mengatasi tantangan tersebut, serta mampu mengolah limbah yang dihasilkan dari proses pembatikan, baik dari limbah lilin atau pewarna.

Selain itu, menurutnya, Kemenperin juga perlu berkolaborasi dengan berbagai pihak guna mengembangkan industri batik RI. Contohnya, seperti pemda, yayasan batik, hingga desainer, pembatik, dan pihak lainnya.

"Pengembangan industri batik perlu membutuhkan sinergi dan kolaborasi dari berbagai pihak seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, Dekranas, asosiasi, akademisi, desainer hingga influencer," tutup Reni.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar