26 Maret 2025
08:00 WIB
IHSG Tak Menentu, Analis Bocorkan Waktu Pas Beli Saham
Apa yang harus dilakukan investor ritel di saat kondisi IHSG yang tidak menentu ini? Analis saham memberikan bocoran waktu yang pas untuk membeli saham!
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Fin Harini
Warga memantau pergerakan saham melalui gawainya di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (18/3/2025). AntaraFoto/Sulthony Hasanuddin
JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam beberapa waktu ke belakang terus mengalami pelemahan. IHSG sempat anjlok 5% pada perdagangan Selasa (18/3) hingga BEI menerapkan trading halt.
Lantas pada awal pekan ini, pada Senin (24/3), IHSG sempat menyentuh level terendah di 5.967,19.
Namun untungnya, pada perdagangan Selasa (25/3), IHSG terpantau rebound. IHSG ditutup pada zona hijau dengan menguat sebesar 74,40 poin atau 1,21% menjadi 6.235,61. Lantas, apa yang harus dilakukan investor ritel di saat kondisi yang tidak menentu ini? Apakah harus membeli saham atau menunggu kondisi membaik?
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta menilai level support IHSG berada di angka 6.127.
Angka ini bisa menjadi patokan. Menurutnya, jika IHSG bisa bertahan di atas level support, yang berarti IHSG sudah kembali rebound, maka dia merekomendasikan investor untuk kembali membeli saham.
"Jika IHSG masih bisa bertahan di atas support dari pola right-angled descending broadening wedge pattern ini, maka ini sebenarnya ideal bagi para pelaku pasar untuk memanfaatkan akumulatif buy," kata Nafan kepada Validnews, Selasa (25/3).
Baca Juga: Memahami Trading Halt Dan Anjloknya IHSG
Apalagi jika secara momentum indikator lainnya sudah menunjukkan terjadinya positive divergence, diharapkan fase downtrend IHSG ini sudah mulai terbatas.
"Karena kan resistance-nya kan ada di downtrend line terdekat itu ya, positive scenario-nya di 6.808," imbuhnya.
Nafan mengatakan, secara fast action, selama IHSG sudah terkena descending broadening wedge pattern support, untuk potensi pullback ke 6.808 bisa terbuka lebar.
Secara kinerja, dia menyebutkan pergerakan IHSG pada kuartal I/2025 relatif belum positif. Terlebih, IHSG justru berada di titik terendah pada Maret 2025 ini.
"Memang kita lihat juga secara kuartal I memang kinerja pergerakan IHSG relatively belum positif, tapi harusnya itu sudah terjadi lower base, apalagi lower base-nya di Maret ini," ujar Nafan.
Nafan optimistis pergerakan IHSG akan mulai kembali positif di kuartal II/2025.
"Jadi harusnya di kuartal kedua, insyaAllah pergerakan IHSG sudah mulai positif, sehingga kondisi politik, keamanan, bahkan makroekonomi domestik itu sudah mulai kondusif," harap dia.
Secara fundamental, IHSG sudah berada jauh di bawah harga wajar (fairly valued) atau sudah undervalued.
Danantara
Di sisi lain, dari sisi domestik, Nafan menuturkan kinerja makroekonomi domestik masih relatif solid. Hal ini ditandai dengan konsistensi kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia di 5%.
"Syukur-syukur kalau misalnya juga ditambahkan dengan sentimen Danantara, di mana komitmen dalam penerapan good corporate governance (GCG), dalam bekerja maksimal untuk mewujudkan pertumbuhan investasi sebagai salah satu motor pertumbuhan ekonomi baru kita, sehingga diharapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa di atas rata-ratanya," imbuh dia.
Danantara dibentuk dalam rangka untuk memperkuat investasi prioritas, yang mencakup soal pangan, energi, hilirisasi, industri, serta infrastruktur, khususnya di bidang digital. Dia menyebutkan para pelaku pasar mengapresiasi pengumuman susunan kepengurusan BPI Danantara yang sebagian besar diisi oleh kalangan profesional.
Baca Juga: CELIOS: Skenario Buy Back Saham Bisa Jadi Penyebab Anjloknya IHSG
Namun, lanjutnya, komitmen Danantara untuk menerapkan GCG dinilai bakal berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Dia menjelaskan, BPI Danantara merupakan bagian perwujudan kebijakan pemerintah. Jika kebijakan ini benar-benar diimplementasikan, akan memberikan benefit dalam rangka memperkuat struktur market.
“Karena investor sangat membutuhkan kebijakan yang pro-market dari pemerintah. Memang salah satunya adalah perwujudan dari Danantara ini, kalau jika GCG-nya diterapkan secara optimal, akan benar-benar menjadi mesin pertumbuhan ekonomi Indonesia yang baru, dan meningkatkan kepercayaan bagi para pelaku investor," jelasnya.
Sementara itu, sentimen dari global juga relatif positif, yakni Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kemungkinan akan menunda atau mempersempit cakupan tarif impor terhadap negara-negara mitra. Tujuannya, agar bisa terhindar dari keterlambatan perekonomian Amerika Serikat akibat peradangan yang berkepanjangan.
Nafan juga meminta agar Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkuat sinergi dengan para eksekutif. Semua aktor-aktor yang terlibat di Indonesia harus saling terlibat dalam rangka meningkatkan pasar modal Indonesia.
Dirinya menegaskan saat ini tetap merupakan waktu yang tepat untuk investasi saham. "Jadi tetap saja kalau hemat saya, it's time to buy (saham)," terang Nafan.
Portofolio Terlanjur Hancur
Masih dalam kesempatan yang sama, Nafan juga memberikan beberapa saran yang bisa dilakukan investor jika portfolio yang dimiliki sudah terlanjur hancur.
Jika portofolio fokus ke market cap yang besar, seperti big bank atau big four bank, maka investor bisa melakukan averaging down.
Asal tahu saja, average down adalah strategi investasi di mana investor sebuah saham akan menambah kepemilikan saham tersebut saat harganya sedang turun. Tujuannya adalah menurunkan harga rata-rata pembelian dan menaikkan potensi keuntungan saat harga saham naik kembali.
Akan tetapi jika ternyata maket cap-nya tidak terlalu besar, maka Nafan menyarankan untuk menahan (hold) saham. Namun jika tetap ingin melakukan stop loss, investor bisa melakukan saat harga sudah kembali menguat. Hal ini bisa dilakukan jika memiliki portofolio dengan share market cap yang besar.
Baca Juga: Ekonom: Penurunan IHSG Dipengaruhi Ketidakpastian Global
"Kalau misalnya jika terjadi penguatan, kalau misalnya masih belum merealisasikan profit, ya saya pikir untuk stop loss ketika terjadi penguatan ya, harganya menguat itu tidak menjadi masalah, tapi bisa tertutupi oleh yang namanya misalnya averaging down dari big four banks, karena memang share market cap besar, bisa mengeluarkan IHSG, IHSG sebenarnya trennya kalau secara primary trend memang tergolong bullish, begitu pun juga banks. Jadi dari keuntungan dari banks ini bisa menutupi loss dari misalnya saham-saham yang lainnya kalau misalnya jika ingin realisasinya," katanya.
Nafan mengingatkan bahwa realisasi loss-nya harus ketika sahamnya naik. Menurutnya, ini menjadi bagian dari prinsip risk and money management yang benar-benar disiplin dan harus diterapkan.
"Ya karena memang kuncinya seperti itu lah, risk management, money management itu harus benar-benar diterapkan secara konsisten, itu harus disiplin dalam hal tersebut," pungkasnya.