25 Maret 2025
09:28 WIB
Ekonom: Penurunan IHSG Dipengaruhi Ketidakpastian Global
Pada perdagangan Senin (24/3), IHSG ditutup di level 6.161,21 atau melemah 96,96 poin (1,55%). Sebanyak 134 saham naik, 500 turun dan 168 tidak berubah.
Editor: Fin Harini
Seorang pria memotret layar digital pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (21/2/2 025). AntaraFoto/Akbar Nugroho Gumay
JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) dikutip dari RTI pada perdagangan Selasa (25/3) dibuka di level 6.197,98.
Indeks bergerak di zona hijau. Pada 09.15 WIB, IHSG berada di 6.214,89 dan menguat 53,67 poin atau 0,87%. Hingga pukul 09.15 WIB, Indeks menyentuh level tertinggi di angka 6.265,29.
Hari sebelumnya, Senin (24/3), IHSG ditutup di level 6.161,21 atau melemah 96,96 poin (1,55%). Sebanyak 134 saham naik, 500 turun dan 168 tidak berubah.
Sepanjang hari, IHSG bergerak di zona merah. Pada sesi pertama perdagangan, IHSG mengalami penurunan sebesar 143 poin atau 2,30% ke level 6.114. Bahkan, IHSG sempat menyentuh level terendah 5.967,19.
Kepala Ekonom PermataBank Josua Pardede menyatakan penurunan harga saham dipengaruhi ketidakpastian global.
"Salah satu penyebab penurunan aset saham ini di antaranya adalah meningkatnya ketidakpastian global serta kekhawatiran akan prospek pertumbuhan ekonomi domestik," ungkapnya, di Jakarta, Selasa (25/3), dilansir dari Antara.
Baca Juga: IHSG Sempat Injlok, Dirut BEI Minta Masyarakat Beri Waktu Bagi Danantara
Sentimen ketidakpastian global cenderung diakibatkan berbagai kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait kebijakan tarif yang bisa secara mendadak diputuskan atau diberikan timbal balik dengan cepat.
Kebijakan tarif ini juga dinilai meningkatkan inflasi AS pada jangka pendek dan perlambatan ekonomi AS pada jangka menengah hingga panjang, yang kemudian meningkatkan risiko dari stagflasi AS. Karena itu, lanjutnya, investor global cenderung lebih berhati-hati dalam menempatkan modal di aset-aset negara berkembang, sejalan dengan dampak kebijakan tarif AS yang luas.
Melihat kondisi dalam negeri, penurunan aset saham disebabkan kekhawatiran dari sisi prospek ekonomi domestik.
Ia menilai, penurunan tajam IHSG yang terjadi pada pekan lalu tidak lepas dari sentimen terkait dengan prospek pertumbuhan domestik akibat revisi ke bawah proyeksi ekonomi Indonesia oleh OECD (Organization for Economic Co-operation and Development), dari sebelumnya 5,2% menjadi 4,9% di tahun 2025.
Selain itu, harga komoditas batu bara yang pada Februari 2025 menurun hingga 11,7%.
“Komoditas harga batu bara pun menjadi salah satu pemberat pergerakan pada pekan lalu, mengingat untuk pertama kalinya sejak 2022, harga batu bara global turun hingga di bawah US$100 per MT. Namun, kalau dilihat dari trennya, penurunan tersebut tidak berlangsung lama, seperti pada saat pandemi, dan secara berangsur-angsur mulai pulih," ujarnya.
Dia menjelaskan batu bara merupakan komoditas utama ekspor Indonesia yang juga menjadi salah satu penggerak pertumbuhan dari sektor pertambangan. Pada bulan lalu, investor asing mencatatkan net sell sebesar US$1,11 miliar.
"Ke depannya, terutama di jangka pendek, risiko dari prospek pertumbuhan ekonomi domestik masih akan membayangi pasar saham domestik. Namun demikian, bila nantinya pertumbuhan ekonomi Indonesia masih mampu tumbuh di atas peers-nya, maka di jangka panjang, IHSG akan mampu rebound ke atas level 7.000," kata Josua.
Melihat tren berbagai aset sepanjang 2025, pasar saham menjadi salah satu aset keuangan domestik yang disebut mencatatkan negative return cukup dalam, hingga 11,6 % hingga akhir perdagangan Jumat (21/3).
Berdasarkan return bulanan, penurunan terdalam terjadi pada bulan lalu sebesar 11,8%, sementara pada bulan ini per Senin (24/3/2025), IHSG hanya turun 0,2 %.
Dengar Masukan Publik
Terpisah, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpendapat pemerintah perlu mendengarkan masukan publik untuk memulihkan kembali kinerja IHSG.
Bhima, di Jakarta, Senin (24/3), mengatakan melemahnya IHSG disebabkan oleh akumulasi preseden negatif yang terjadi beberapa waktu belakangan.
Salah satunya yaitu terkait tata kelola Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. Menurut dia, investor cukup berhati-hati dengan konsep Danantara yang mengelola keuntungan dari BUMN, terutama dari sektor perbankan.
Terlebih, pekan ini akan diselenggarakan rapat umum pemegang saham bank Himbara yang makin mempengaruhi sentimen investor.
Baca Juga: Thaksin Shinawatra, Sosok Kontroversial dalam Jajaran Dewan Penasihat Danantara
Kemudian, penunjukan Thaksin Shinawatra sebagai Dewan Penasihat Danantara juga disebut berdampak terhadap kepercayaan investor, mengingat rekam jejak Thaksin beberapa waktu silam.
“Harusnya mendengar masukan dan gunakan Danantara untuk memasukkan talenta terbaik,” ujar Bhima.
Di sisi lain, dinamika politik dalam negeri juga dinilai turut memicu pelemahan IHSG. Demonstrasi penolakan RUU TNI yang direspons dengan pengesahan draf menjadi undang-undang dianggap memicu instabilitas politik.
Perluasan partisipasi militer, termasuk dalam pos-pos sektor ekonomi, berpotensi makin menekan kepercayaan investor.
“Akan ada perubahan stance. Investor akan melihat Indonesia menjadi pasar yang berisiko,” tambahnya.
Bhima mengingatkan pemerintah untuk memperbaiki kepercayaan publik untuk menghindari risiko yang berlanjut. Sebab, bila pasar saham terus melemah, kinerja foreign direct investment (FDI) juga bisa terdampak.