c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

03 April 2025

14:34 WIB

IHSG Berpotensi Melorot Lagi

Fase "bearish" yang berpotensi menyebabkan IHSG melorot lagi,  lebih disebabkan oleh sentimen penerapan tarif impor oleh Presiden Donald Trump terhadap berbagai negara mitra dagangnya. 

Editor: Rikando Somba

<p>IHSG Berpotensi Melorot Lagi</p>
<p>IHSG Berpotensi Melorot Lagi</p>

Warga memantau pergerakan saham melalui gawainya di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, beberapa waktu lalu.  Antara Foto/Sulthony Hasanuddin

JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi kembai melorot. Potensi pelemahan atau bearish akan signifikan mencapai hingga 3% pada Selasa (8/4), atau hari pertama perdagangan Bursa setelah libur panjang memperingati Hari Raya Idulfitri. Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi mengingatkan potensi ini akan terjadi disebabkan penerapan tarif impor oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

"IHSG kemungkinan besar akan mengalami penurunan 2 sampai 3% dalam perdagangan di hari Selasa," ujar Ibrahim di Jakarta, Kamis (3/4).

Ia menjelaskan, fase "bearish" IHSG akan lebih disebabkan oleh sentimen penerapan tarif impor oleh Presiden Donald Trump terhadap berbagai negara mitra dagangnya.

"Karena dampak dari perang dagang ini cukup luar biasa, apalagi Indonesia sudah masuk dalam biaya impor dari AS," ujar Ibrahim.

Baca juga: Ini Strategi yang Harus Dilakukan Indonesia Hadapi Tarif Resiprokal Trump 

                  IHSG Dibuka Merah Jelang Libur Panjang Idulfitri


Terhadap kebijakan AS ini, dia menyarankan perlunya pemerintah melakukan perlawanan dengan menerapkan biaya impor sama seperti yang diterapkan oleh AS terhadap Indonesia. Sedang terhadap dunia usaha lokal, pemerintah dapat menggelontorkan stimulus kebijakan, seperti yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) yang memiliki instrumen intervensi melalui Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) dalam pasar valuta asing (valas) domestik.

"Indonesia adalah negara anggota BRICS, sehingga anggota BRICS harus dijalankan supaya yang tadinya ekspor Indonesia ke AS mengalami surplus, itu dialihkan," ujar Ibrahim seperti dikutip dari Antara

Picu Resesi
Di kesempatan berbeda, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyatakan kebijakan tarif resiprokal AS terhadap  Indonesia yang sebesar 32%  bisa memicu resesi ekonomi pada kuartal IV 2025.

"Bisa picu resesi ekonomi Indonesia di kuartal IV 2025," kata Bhima.

Kenaikan tarif resiprokal yang diumumkan Presiden AS Donald Trump akan berdampak signifikan ke ekonomi Indonesia. Bukan hanya akan berdampak pada kuantitas ekspor Indonesia ke Amerika Serikat, namun juga bisa turut memberikan dampak negatif berkelanjutan ke volume ekspor ke negara lain.

Dengan tarif resiprokal tersebut, sektor otomotif dan elektronik Indonesia bakal di ujung tanduk. Hal ini karena, konsumen AS menanggung tarif dengan harga pembelian kendaraan yang lebih mahal. Ujungnya, penjualan kendaraan bermotor asal Indonesia akan turun di AS.


Selain sektor otomotif dan elektronik, lanjut Bhima, industri padat karya seperti pakaian jadi dan tekstil diperkirakan bakal mengalami penurunan, mengingat banyak jenama global asal AS memiliki pangsa pasar besar di Indonesia. Sementara di dalam negeri, kita bakal dibanjiri produk Vietnam, Kamboja dan China karena mereka incar pasar alternatif.

Di saat sama, adanya korelasi ekonomi Indonesia dan AS, maka  dengan persentase 1%  penurunan pertumbuhan ekonomi AS maka ekonomi Indonesia turun 0,08%. 

"Produsen otomotif Indonesia tidak semudah itu shifting ke pasar domestik, karena spesifikasi kendaraan dengan yang diekspor berbeda. Imbasnya layoff dan penurunan kapasitas produksi semua industri otomotif di dalam negeri," ujarnya.


Solusi terhadap dampak ini, Bhima menyarankan agar pemerintah perlu mengejar peluang relokasi pabrik ke tanah air. Caranya adalah dengan memberikan regulasi yang konsisten, efisiensi perizinan, kesiapan infrastruktur pendukung kawasan industri, sumber energi terbarukan yang memadai untuk memasok listrik ke industri, dan kesiapan sumber daya manusia.

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump pada Rabu (2/4) mengumumkan kenaikan tarif sedikitnya 10 persen ke banyak negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia, terhadap barang-barang yang masuk ke negara tersebut.

Indonesia berada di urutan ke delapan di daftar negara-negara yang terkena kenaikan tarif AS, dengan besaran 32%.

Berdasarkan daftar tersebut, Indonesia bukan negara satu-satunya di kawasan Asia Tenggara yang menjadi korban dagang AS. Ada pula Malaysia, Kamboja, Vietnam serta Thailand dengan masing-masing kenaikan tarif 24%, 49%, 46%, dan 36%.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar