05 Agustus 2024
20:41 WIB
IESR: Peningkatan Kualitas BBM Cara Strategis Bereskan Polusi Udara
Meski tidak 100% menekan polusi udara, peningkatan kualitas BBM jadi opsi paling efektif sembari memasifkan adopsi kendaraan listrik
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
Pengendara roda dua mengisi bahan bakar minyak di SPBU MT Haryono, Jakarta, Rabu (3/4/2024). ValidNewsID/Darryl Ramadhan
JAKARTA - Peneliti Senior Institute for Essential Services Reform (IESR) Julius Christian Adiatma menilai ada beragam cara untuk membenahi persoalan polusi udara di kota-kota besar Indonesia, khususnya di Jakarta.
Salah satu cara yang sering digaungkan ialah adopsi kendaraan listrik yang dinilai lebih ramah lingkungan untuk menggantikan kendaraan berbahan bakar minyak (BBM). Tetapi, butuh waktu panjang guna memasifkan adopsi EV di Indonesia, seiring dengan proyek infrastruktur pendukung yang terus berjalan.
Dalam sebuah sesi diskusi, Julius mengatakan peningkatan kualitas BBM jadi salah satu opsi strategis untuk membenahi masalah polusi dalam jangka waktu pendek. Ketika kualitas BBM ditingkatkan, masyarakat tak punya pilihan, sehingga mau tidak mau tetap membeli BBM baru dengan kualitas yang lebih baik.
"Penggunaan biofuel, misalnya, jadi meningkatkan kualitas BBM salah satu cara yang mungkin paling efektif untuk mengurangi tingkat polusi udara karena begitu diganti semua ikut," ucapnya di Jakarta, Senin (5/8).
Baca Juga: Pemerintah Matangkan Penerapan BBM Rendah Sulfur
IESR sendiri telah melakukan perhitungan apabila tidak ada perbaikan pada kualitas BBM, maka polusi udara di Indonesia bisa meningkat sekitar 50%-70% pada tahun 2030 mendatang.
Sementara dengan adanya perubahan atau peningkatan kualitas, ada banyak komponen polusi udara yang menurun, termasuk sulfur dioksida (SOx) yang bisa ditekan hingga 99%.
"Itu jika dibandingkan dengan tahun ini atau angka 2023 gitu ya. Jadi perubahan ke EURO 4 akan sangat mengurangi tingkat polusi udara dari sektor transportasi," tambah Julius.
Meski begitu, peningkatan kualitas BBM dijelaskannya tidak akan mungkin benar-benar menghilangkan polusi di Indonesia. Tetapi, hanya sebagai alternatif kala adopsi kendaraan listrik terus dikampanyekan oleh pemerintah.
"Kalau EV penggantiannya bertahap sampai dia mencapai dampak yang sangat maksimal dan akan jauh lebih baik daripada solusi seperti peningkatan kualitas BBM yang dampaknya tidak akan 100% menghilangkan polusi di jalan," kata dia.
Penjualan Rendah
Asal tahu saja, PT Pertamina saat ini punya dua produk BBM yang memenuhi standar EURO 4, yakni Pertamax Turbo (RON 98) dan Pertamax Green (RON 95). Kedua jenis gasoline itu punya kandungan sulfur di bawah 50 ppm atau sesuai dengan standar EURO 4.
Sedangkan untuk gasoil, terdapat Pertamina Dex (CN 53) dan Dexlite (CN 51) dengan kandungan sulfur yang juga berada di bawah 50 ppm. Sementara Biosolar (CN 48) masih memiliki kandungan sulfur yang sangat tinggi, yakni sekitar 2.000 ppm.
Meski punya beberapa produk BBM berkualitas, tetapi penjualannya masih sangat rendah atau hanya sekitar 1%, sedangkan 99% lainnya merupakan BBM dengan tingkat sulfur yang tinggi.
Baca Juga: Moeldoko Optimis 10 Juta kendaraan listrik Terjual Tahun Depan
"Penjualan masih sangat kecil, mungkin hanya 1% dari total penjualan BBM di Indonesia. Biosolar baru ditargetkan menurun jadi 500 ppm tahun ini dan 50 ppm tahun 2026. Bensin sendiri RON 90 Pertalite baru ditargetkan mencapai 50 ppm maksimum 2028, masih cukup lama targetnya itu," jelas Julius.
Penggunaan BBM rendah sulfur, sambung Julius, seyogianya bisa dikampanyekan lebih cepat. Pasalnya, penggunaan standar EURO 4 sudah diterapkan di Indonesia pada 2017-2018 silam utuk kendaraan bermotor roda empat atau mobil.
Artinya, spesifikasi kendaraan-kendaraan baru sejak 2017 sudah dirancang untuk menggunakan BBM rendah sulfur. Ketika masyarakat menggunakan BBM dengan kualitas buruk, maka mesin kendaraan tidak bisa berfungsi secara optimal.
"Bahkan penggunaan BBM yang lebih jelek akan berpengaruh pada performa mesin. Makanya kalau beli kendaraan baru disarankan tidak pakai Pertalite karena kenyataannya membuat kinerja mesin tidak optimal," tandas Julius Christian.