c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

14 November 2023

19:54 WIB

Hingga 2060, Indonesia Butuh US$1.108 M Untuk Investasi EBT

Indonesia membutuhkan modal investasi EBT berupa pembangkit dan transmisi sekitar US$28,5 miliar/tahun dalam 38-39 tahun ke depan untuk menyukseskan target NZE 2060

Penulis: Khairul Kahfi

Editor: Fin Harini

Hingga 2060, Indonesia Butuh US$1.108 M Untuk Investasi EBT
Hingga 2060, Indonesia Butuh US$1.108 M Untuk Investasi EBT
Ilustrasi pembangkit EBT. Tampak pada foto udara susunan panel surya pada proyek PLTS Terapung di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023). Antara Foto/Raisan Al Farisi

JAKARTA - Inspektur Panas Bumi Ahli Madya Direktorat Panas Bumi Ditjen EBTKE Kementrian ESDM Pandu Is Muhtadi mengatakan, Indonesia membutuhkan dana investasi total sebesar US$1.108 miliar untuk infrastruktur EBT di dalam negeri.

Artinya, Indonesia membutuhkan modal investasi berupa pembangkit dan transmisi EBT sekitar US$28,5 miliar/tahun dalam kurun waktu 38-39 tahun ke depan demi menyukseskan target NZE 2060.

“Jadi kebutuhan dananya (investasi EBT) sekitar US$28,5 miliar/tahun, ini belum termasuk inflasi, tetapi dengan angka-angka investasi sekarang,” ungkapnya dalam agenda ‘Mengupas Sektor Rancang Bangun Industri Menuju NZE Di Indonesia’, Jakarta, Selasa (14/11).

Dirinya menjabarkan, modal investasi tersebut akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan investasi pembangkit EBT senilai US$994,6 miliar, dan investasi transmisi senilai US$113,4 miliar.

Baca Juga: Investasi Gas Bumi Indonesia Masih Diminati

Berdasarkan datanya, pemerintah menargetkan, kapasitas terpasang PLT EBT Indonesia di 2060 bisa mencapai 708 GigaWatt (GW). Terdiri dari PLT Surya/matahari 421 GW; PLT Bayu/angin 94 GW; PLT Hidro/air 72 GW; PLT Bioenergi 60 GW; PLT Nuklir 31 GW; PLT Geotermal 22 GW; PLT Energi Samudera 8 GW. 

Di samping itu, pemerintah juga menargetkan energi cadangan (storage) sebanyak 60,2 GW, yang berasal dari sistem penyimpanan baterai (Battery Energy Storage System/BESS) 56 GW dan pumped storage 4,2 GW.

“(Target) ini berasal dari NZE kemarin ya, yang sekarang lagi direvisi terkait NZE dan RUKN (Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional),” jelasnya.

Menurutnya, dari peluang investasi infrastruktur EBT sebesar itu, sebagiannya bisa diserap oleh investor dalam negeri dalam bentuk Rekayasa, Pengadaan, dan Konstruksi (Engineering, Procurement, Construction/EPC) industri, maupun produksi barang-barang dalam negeri ber-TKDN.

Pandu mencontohkan, infrastruktur PLT hidro atau berbasis tenaga air bisa dimaksimalkan pengadaannya lewat TKDN karena sudah banyak sekali dikonstruksi oleh domestik. Hanya saja, akunya, mesin dan pembangkitnya sepertinya masih akan didatangkan via impor.

Dirinya pun mendorong industri kontruksi PLT hidro bisa lebih masif berkembang di dalam negeri. “Kalau di (PLT) panas bumi (bobot TKDN) di atas 35%, jadi bisa (pengadaan) dari pengembangan infrastruktur, piping, dan sebagainya bisa dikembangkan oleh perusahaan lokal,” terangnya.  

TKDN Infrastruktur Tersandera Realisasi Target EBT
Pandu mengakui, meski peluang investasi infrastruktur EBT Indonesia besar, kondisinya masih belum lepas dari tantangan di lapangan. Paling jelas, PR-nya berada pada perbedaan antara rencana dan realisasi yang hasilnya kadang masih terlampau jauh.

Dirinya tidak heran, perencanaan target EBT nasional yang kurang reliabel malah menimbulkan ketidakpastian investasi yang berasal dari tubuh Indonesia sendiri.

Baca Juga: Indonesia-Inggris Garap Peluang Investasi Mineral Kritis Hingga EBT

Hingga tahun 2030, tuturnya, target infrastruktur PLT panas bumi bisa Indonesia kembangkan untuk menghasilkan daya sebesar 3.355 watt. Mestinya, potensi ini bisa industri lokal upayakan dalam mengembangkan produk, mulai dari infrastruktur hingga komponen yang dibutuhkan PLT terkait.

Dirinya kembali meyakini, pemenuhan target EBT sesuai rencana, akan membuat komponen TKDN di bidang komponen infrastruktur EBT bisa meningkat. Karena skala ekonominya masih masuk akal dalam hitungan bisnis yang ada.

“(Kalau) hitungan kira-kira, kita bisa meningkatkan TKDN dari sisi itu, karena market-nya sudah ada. Tetapi kan yang paling sering bermasalah di kita, antara perencanaan yang kita bikin sama realisasi di lapangan itu sangat jauh berbeda, sehingga ketidakpastian untuk berinvestasi menjadi lebih tinggi di Indonesia,” urainya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar