25 Juni 2024
20:10 WIB
Hilirisasi Terus Digaungkan, Ini Manfaatnya Bagi Negara
Bukan hanya mendongkrak nilai tambah sumber daya mineral, kehadiran smelter bakal berdampak pada terbukanya lapangan pekerjaan.
Penulis: Yoseph Krishna
Smelter milik PT Gunbuster Nickel Indonesia yang terletak di Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah. (GNI.dok)
JAKARTA - Hilirisasi industri yang kini terus digaungkan oleh Presiden Joko Widodo punya peran krusial dalam mendongkrak nilai tambah produk mineral yang dihasilkan oleh bumi Nusantara.
Dorongan hilirisasi produk pertambangan tercermin dari masifnya pembangunan smelter atau fasilitas pemurnian mineral menjadi barang setengah jadi hingga barang jadi.
Bukan tanpa alasan, kampanye hilirisasi yang terus digaungkan pemerintah dinilai punya dampak positif terhadap perekonomian nasional, mulai dari nilai tambah hingga pembukaan lapangan pekerjaan.
Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menilai dampak positif smelter sangat terlihat jelas dari sudut pandang ekonomi, utamanya dari peningkatan nilai tambah produk mineral.
"Misalnya nikel, kalau bijih nikel diolah di smelter maka produk yang dihasilkan akan memberi nilai tambah yang lebih tinggi dibanding ekspor bijih nikel," sebutnya saat dikonfirmasi dari Jakarta, Selasa (25/6).
Baca Juga: Masih Perlu Perbaikan, Investasi Hilirisasi 2023 Capai Rp375,4 T
Smelter atau fasilitas pemurnian sendiri ia katakan berdampak pada nilai tambah karena mampu menciptakan ekosistem industri. Sebagai contoh, bijih nikel punya peran untuk diolah menjadi bahan akhir berbentuk baterai kendaraan listrik.
Dengan begitu, terdapat industrialisasi dari hulu ke hilir secara terintegrasi. Indonesia pun, sambungnya, bisa tersenyum karena cuan yang dihasilkan jauh lebih besar ketimbang menjual produk mentah.
"Industrialisasi tadi misalnya nikel dari bijih sampai menghasilkan mobil listrik, itu kan dalam satu keterkaitan ekosistem industri. Itu akan memberi nilai tambah cukup besar," kata Fahmy.
Sekadar informasi, beberapa daerah di tanah air kini telah memiliki fasilitas pemurnian mineral, antara lain Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, serta Maluku Utara.
Selain memberi nilai tambah, kehadiran fasilitas pemurnian juga bakal menciptakan lapangan pekerjaan baru. Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Sulawesi Tengah menunjukkan jumlah tenaga kerja di kawasan itu mencapai 149,38 juta pada Februari 2024 atau naik 2,76 juta orang dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) naik 0,5% year-on-year.
Baca Juga: Bahlil Sebut Akan Perketat Izin Usaha Hilirisasi
Selanjutnya di Sulawesi Tenggara, terdapat penambahan 68,6 ribu orang tenaga kerja pada Februari 2024 dibanding Februari 2023 menjadi 1,4 juta tenaga kerja. Sementara Maluku Utara mencatat jumlah tenaga kerja naik 25,8 ribu orang menjadi 642 ribu tenaga kerja pada Februari 2024.
Meski beberapa daerah meningkat tipis, hal itu digadang-gadang tak lepas dari kontribusi pemain smelter besar di Indonesia, seperti GNI, VDNI, Harita Nickel, hingga Kawasan Industri Morowali.
Fahmy pun tak menampik realita tersebut. Menurutnya, smelter dalam sebuah ekosistem industri punya peran besar dalam menyerap tenaga kerja lokal.
"Membuka lapangan pekerjaan itu sudah pasti. Yang jelas, ada dampak positif," pungkas Fahmy Radhi.