c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

30 Desember 2024

15:32 WIB

Hasil Riset Celios Tunjukkan 4 Potensi Korupsi Dalam Program MBG

Center of Economic and Law Studies (Celios) menyebut program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang akan berjalan pada Januari 2025 mendatang memiliki banyak potensi korupsi.  

Penulis: Erlinda Puspita

<p>Hasil Riset Celios Tunjukkan 4 Potensi Korupsi Dalam Program MBG</p>
<p>Hasil Riset Celios Tunjukkan 4 Potensi Korupsi Dalam Program MBG</p>

Siswa menyantap makanan saat mengikuti uji coba pelaksanaan program makan bergizi gratis di SDN 4 Tangerang, Kota Tangerang, Banten, Senin (5/8/2024). Antara Foto/Galih Pradipta

JAKARTA - Hasil studi Center of Economic and Law Studies (Celios) memetakan ada empat potensi korupsi pada program Makan Bergizi Gratis (MBG). 

Pertama adalah pengadaan dan distribusi bahan makanan. Peneliti Celios Bakhrul Fikri menjelaskan, korupsi pada tahap ini bisa terjadi karena rantai birokrasi yang panjang dan keterlibatan banyak institusi pemerintah pusat dan daerah. 

"Kemudian antarpejabat dan penyedia bahan makanan dapat memenangkan tender dengan harga lebih tinggi, penerimaan suap, dan lainnya yang pada intinya potensi korupsi di penyaluran MBG kemungkinan akan terjadi sangat besar," katanya dalam diskusi daring rilis laporan Celios "Mitigasi Risiko Program Makan Bergizi Gratis", Senin (30/12). 

Baca Juga: Marak Penipuan Program MBG, Badan Gizi Minta Masyarakat Lapor Polisi

Potensi kedua ada pada pemalsuan data penerima manfaat. Ini bisa terjadi karena pendataan terkait bagaimana maupun siapa saja penerima MBG, belum dikeluarkan secara jelas mekanismenya oleh pemerintah. 

"Ini belum jelas, jadi pemalsuan data akan sangat besar potensinya untuk dimanfaatkan dan terjadi celah korupsi di sana," tutur Bakhrul.

Ketiga adalah potensi korupsi pada pengelolaan dana dan anggaran MBG. Menurutnya, hal ini bisa terjadi dalam bentuk penggelapan dana yang seharusnya untuk distribusi MBG, pemotongan anggaran, pencatatan anggaran yang tidak sesuai dengan alokasi, dan penentuan anggaran untuk kegiatan yang tidak terkait langsung dengan program MBG namun tetap dibayarkan. 

Terakhir potensi korupsi keempat adalah penyimpangan dalam proses pengawasan dan evaluasi. Bakhrul menjelaskan dalam potensi ini, korupsi yang bisa saja terjadi berupa pengabaian laporan dan temuan audit yang menunjukkan ketidaksesuaian, penutupan mata terhadap laporan dari masyarakat atau penerima dari penyalahgunaan program, kolusi antara pengawas program dan pihak yang terlibat dalam distribusi, dan pengalihan sumber daya yang seharusnya digunakan untuk pengawasan.

Baca Juga: Ekonom: Simulasi Makan Bergizi Gratis Yang Belum Jelas Timbulkan Ekses Negatif

Survei Celios juga menyebut program MBG bisa menjadi tunggangan para pejabat yang berasal dari partai politik (parpol) untuk menggaet simpatisan di pemilu 2029 mendatang, sehingga realisasi penyaluran MBG berpotensi juga dipolitisasi. 

Laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang dipaparkan Bakhrul pun menunjukkan, kasus korupsi pengadaan barang dan jasa Indonesia di tahun 2023 mencapai 39% dari 791 kasus, atau sebanyak 305 kasus. Mayoritas korupsi terjadi di kategori pengadaan barang dan jasa untuk infrastruktur, berupa suap, menaikkan harga (markup), dan beberapa lainnya. 

"Artinya potensi program MBG untuk disalahgunakan nantinya dalam hal ke depannya potensi korupsi akan sangat besar," kata Bakhrul. 

37% Responden Khawatir Program MBG Dikorupsi
Bakhrul menjelaskan, sebanyak 46% mengaku khawatir penyaluran MBG tidak efisien dan 37% responden takut program ini berujung dikorupsi.

Hal ini diketahui berdasarkan hasil studi yang dilakukan pihaknya dengan melibatkan 1.858 responden usia di atas 18 tahun dari seluruh wilayah Indonesia secara acak, untuk mewakili seluruh lapisan masyarakat di program ini.

Dia menambahkan, program MBG masuk ke dalam kategori program pengadaan barang dan jasa yang dalam realisasinya melibatkan banyak birokrasi dari pemerintah pusat hingga daerah, mulai dari produksi hingga distribusi. Pada proses tersebut,  berpotensi ada aliran dana skala besar yang tidak transparan. 

"Pemerintah juga tidak menetapkan mekanisme yang jelas untuk mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan program, seperti audit independen atau transparansi anggaran secara rinci kepada publik. Maka peluang penyalahgunaan sumber daya akan semakin besar," ungkapnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar