29 Mei 2024
10:27 WIB
Harga Minyak Mentah Menguat Didorong Serangan di Laut Merah
Konsensus bahwa OPEC+ akan memperpanjang pengurangan produksi pada pertemuan akhir pekan mendatang turut mendukung kenaikan harga minyak mentah.
Editor: Fin Harini
Ilustrasi aktivitas produksi migas. ANTARA FOTO/Zabur Karuru
JAKARTA – Harga minyak mentah terus meningkat, didorong serangan terhadap sebuah kapal di Laut Merah menambah peningkatan ketegangan geopolitik di Timur Tengah menjelang pertemuan OPEC+.
Pasar memproyeksikan OPEC+ akan mempertahankan pembatasan produksi 2,2 juta barel per hari. Sementara itu, nilai tukar dolar yang lebih lemah membuat harga minyak lebih menarik bagi pemegang mata uang lain.
Dikutip dari Mint, per Selasa atau Rabu WIB (29/5), kontrak bulan Juli untuk harga minyak mentah acuan global Brent naik US$1,04, atau 1,3%, menjadi US$84,14 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS berada di US$79,78, naik US$2,06, atau 2,7%, dari penutupan hari Jumat. Pasar tutup pada Senin karena Memorial Day di AS.
Baca Juga: Rerata Harga Minyak Mentah Indonesia Alami Kenaikan Pada April 2024
Melansir Bloomberg, sebuah kapal curah telah memasuki perairan setelah diserang saat berlayar melalui jalur air utama, sedangkan tank-tank Israel telah mencapai pusat kota Rafah di Gaza selatan dalam invasi daratnya.
Minyak telah naik tahun ini karena ketegangan di Timur Tengah dan penurunan produksi yang dilakukan oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, meskipun harga telah melemah sejak awal April karena melimpahnya pasokan di luar kelompok tersebut dan melemahnya permintaan di Asia.
OPEC+ akan bertemu secara online pada hari Minggu (2/6) dan diperkirakan akan memperpanjang pembatasannya hingga paruh kedua tahun 2024.
“Ketegangan geopolitik terus membayangi pasar, namun sampai kita melihat hilangnya pasokan, saya pikir kenaikannya terbatas,” Warren Patterson, kepala strategi komoditas untuk ING Groep NV di Singapura.
Dia menyebutkan pasar perlu melihat konfirmasi perpanjangan pemotongan secara penuh agar pasar bisa bergerak lebih tinggi secara signifikan.
“Kami memperkirakan OPEC+ akan memperpanjang pengurangan produksi saat ini setidaknya selama tiga bulan lagi pada pertemuan mendatang,” kata analis UBS dalam sebuah catatan.
Selain berkembangnya konsensus bahwa OPEC+ akan memperpanjang pengurangan produksi pada pertemuan akhir pekan mendatang, harga minyak juga dipengaruhi oleh melemahnya dolar secara signifikan. Dolar AS tergelincir 0,1% ke level terendah lebih dari satu minggu.
Di sisi lain, suku bunga tinggi dalam jangka panjang atau higher for longer membatasi kenaikan harga minyak mentah. Di AS, Presiden Federal Reserve Bank of Minneapolis Neel Kashkari mengatakan, sikap kebijakan bank sentral bersifat restriktif namun para pengambil kebijakan belum sepenuhnya mengesampingkan kenaikan suku bunga tambahan.
Baca Juga: Begini Bocoran Target Lifting Minyak dan Gas 2025
Para pembuat kebijakan The Fed diperkirakan akan mempertahankan suku bunga pada level tertinggi dalam 23 tahun ketika mereka bertemu pada 11-12 Juni di Washington.
Kekhawatiran mengenai kenaikan suku bunga AS dalam jangka waktu yang lebih lama berkontribusi terhadap kerugian mingguan minyak mentah pada minggu lalu. Suku bunga yang lebih tinggi meningkatkan biaya pinjaman, yang dapat mengurangi aktivitas ekonomi dan permintaan minyak.
Investor akan mengamati indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) inti AS, yang merupakan ukuran inflasi utama untuk Federal Reserve, yang akan dirilis pada Jumat.
Meskipun terjadi kenaikan harga dalam dua sesi terakhir, para analis mencatat bahwa kekhawatiran terhadap suku bunga kemungkinan besar akan menjadi penghambat upaya lebih lanjut untuk mendorong harga minyak lebih tinggi dalam waktu dekat.