09 Oktober 2025
08:34 WIB
Harga Crude Oil Susut Usai Kesepakatan Gaza
Selain perkembangan positif kesepakatan Gaza, harga minyak mentah atau crude oil juga menyusut karena kenaikan persediaan minyak Amerika Serikat.
Editor: Fin Harini
Ilustrasi - Pengeboran minyak lepas pantai Natuna. Antara/HO/SKK Migas
SINGAPURA - Harga minyak mentah atau crude oil melemah karena pasar berfokus pada meredanya ketegangan di Timur Tengah dan peningkatan persediaan minyak Amerika Serikat (AS).
Dikutip dari Bloomberg, harga crude oil Brent untuk pengiriman Desember turun 0,9% menjadi US$65,64 per barel pada pukul 08.17 di Singapura. Brent turun di bawah US$66 per barel setelah naik lebih dari 1% pada hari Rabu.
Sementara, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November turun 1% menjadi US$61,90 per barel.
Baca Juga: Rerata Harga Minyak RI Agustus 2025 Turun Jadi US$66,07/Barel
Presiden AS Donald Trump mengatakan Israel dan Hamas telah menyepakati persyaratan pembebasan semua sandera yang masih ditawan oleh kelompok militan tersebut di Gaza, sebuah terobosan dalam upaya mengakhiri perang dua tahun.
Di tempat lain, stok minyak mentah nasional AS meningkat untuk minggu kedua, meskipun masih mendekati level terendah musiman, menurut data resmi yang dirilis pada hari Rabu. Namun, level di pusat penyimpanan Cushing, Oklahoma, menurun, begitu pula persediaan produk olahan.
Baca Juga: Rerata Harga Minyak RI Naik, Imbas Ketegangan Di Timur Tengah
Harga crude oil masih tertekan karena ekspektasi pasokan yang lebih tinggi, baik dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, maupun dari Amerika. Di luar Timur Tengah, kekhawatiran geopolitik tetap relevan, dengan serangan Ukraina terhadap infrastruktur minyak Rusia yang memengaruhi aliran minyak.
Banyak bank di Wall Street dan pengamat lain, termasuk Badan Energi Internasional, telah memprediksi bahwa pasar akan mengalami surplus dalam beberapa bulan mendatang. Di antara mereka, Goldman Sachs Group Inc. memperkirakan harga Brent akan mencapai rata-rata US$56 per barel tahun depan karena produksi global melampaui permintaan.