17 Desember 2024
13:43 WIB
Halau Ekses PPN 12% Berlebih, Komisi XI DPR RI Siap Panggil Pemerintah
Kebijakan PPN 12% perlu dievaluasi saksama untuk memastikan tak memberi tekanan berlebih buat masyarakat. Khususnya kelompok menengah-bawah dan sektor usaha yang masih proses pemulihan pasca-pandemi.
Editor: Khairul Kahfi
Calon konsumen memilih makanan kemasan yang dijual di sebuah minimarket di Padang, Sumatera Barat, Senin (2/12/2024). Antara Foto/Iggoy el Fitra
JAKARTA - Pemerintah resmi mengumumkan akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025. Ketentuan ini sesuai dengan amanah pengaturan PPN pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Sebagai gambaran, kebijakan PPN 12% tetap akan diterapkan kepada seluruh barang yang selama ini terkena PPN. Adapun PPN 12% hanya ditangguhkan pada tiga jenis barang, yakni MinyaKita, tepung terigu, dan gula industri, dengan skema PPN DTP sebesar 1%.
Menanggapi itu, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fauzi Amro menyampaikan, kebijakan pemerintah menaikkan tarif PPN menjadi 12% mulai awal 2025 memang menjadi bagian dari reformasi perpajakan yang tertuang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Secara umum, Komisi XI DPR RI memahami bahwa langkah penyesuaian fiskal tersebut bertujuan untuk memperkuat basis penerimaan negara dan mendukung konsolidasi fiskal. Namun, pemerintah juga diminta bersiap untuk mengevaluasi kebijakan terkait apabila menekan ekonomi masyarakat secara berlebihan.
"Kami menilai bahwa kebijakan tersebut perlu dievaluasi secara komprehensif untuk memastikan tidak memberikan tekanan yang berlebihan kepada masyarakat, khususnya kelompok menengah ke bawah, serta sektor usaha yang masih dalam proses pemulihan pasca-pandemi," tegasnya dalam keterangan tertulis, Jakarta, Selasa (17/12).
Baca Juga: Ekonom: Masyarakat Perlu Sadar! PPN 12% Diterapkan Pada Banyak Barang
Secara khusus, Komisi XI DPR RI juga mendorong pemerintah untuk memperkuat mekanisme pengawasan dan implementasi PPN 12%. Agar kebijakan ini tidak menimbulkan distorsi di tingkat pasar, termasuk potensi spekulasi harga oleh pihak tertentu.
"Selain itu, kami mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan program kompensasi atau subsidi bagi kelompok masyarakat rentan untuk mengimbangi potensi dampak (negatif) dari kenaikan tarif PPN ini," sebutnya.
Di sisi lain, legislator juga mendukung pemerintah untuk menerapkan transparansi dalam penggunaan tambahan penerimaan negara dari kenaikan PPN 12% ini ke depannya. Utamanya, untuk mendukung berbagai program yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Pemerintah harus memastikan bahwa penerimaan tersebut digunakan untuk program-program yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur dasar," jelasnya.
Secara umum, Komisi XI DPR RI mengapresiasi keputusan pemerintah untuk tetap memberikan pengecualian PPN 0% bagi bahan pokok. Begitu pula, mempertahankan tarif 11% untuk gula industri, tepung terigu, dan Minyakita via skema PPN DTP.
Baca Juga: Menkeu: Penyesuaian PPN Dongkrak Kenaikan Tenaga Kerja Dan Pendapatan Negara
Menurutnya, langkah tersebut mencerminkan keberpihakan pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi masyarakat atas kebutuhan dasar.
"Namun, (sekali lagi) kami tetap akan meminta pemerintah memberikan penjelasan lebih detail terkait dampak kebijakan ini terhadap daya beli masyarakat dan inflasi, terutama dalam kondisi ekonomi global yang masih tidak menentu," paparnya.
Ke depan, pihaknya pun berjanji untuk terus memantau pelaksanaan kebijakan PPN 12% yang akan diterapkan di awal tahun depan. Sambil membuka ruang dialog dengan pemerintah serta pelaku usaha untuk memantau pelaksanaan kebijakan di lapangan.
"Untuk memastikan bahwa kebijakan ini berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan tanpa mengorbankan stabilitas ekonomi rakyat," tegasnya.