21 Mei 2025
20:08 WIB
Green Finance Bukan Hanya Agenda Lingkungan, Tapi Pendalaman Pasar Keuangan
Indonesia perlu segera mengadopsi tren green finance global dan menjadikannya sebagai strategi pembangunan sistem keuangan dalam negeri, termasuk pendalaman pasar keuangan.
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Fin Harini
Obligasi hijau (Green Bonds) dan investasi ESG. Shutterstock/Doidam 10
JAKARTA — Institute for Business and Competitiveness (IBC) menekankan pentingnya green finance yang bukan hanya sebagai bagian dari agenda keberlanjutan, tetapi sebagai strategi memperdalam pasar keuangan Indonesia dan memperkuat ketahanan ekonomi jangka panjang.
Direktur Kebijakan dan Program IBC, Prayoga Wiradisuria, menyampaikan Indonesia perlu segera mengadopsi tren keuangan hijau global dan menjadikannya sebagai strategi pembangunan sistem keuangan dalam negeri.
“Ini soal bagaimana kita menangkap tren global lalu mengubahnya menjadi strategi untuk financial deepening di Indonesia,” ungkapnya dalam konferensi pers, Rabu (21/5).
Ia mengingatkan meski Indonesia telah berkomitmen pada transisi energi dan pembangunan rendah karbon, kesiapan sektor keuangan nasional untuk mendukung agenda hijau ini masih jauh tertinggal.
“Dalam Global Green Finance Index, posisi kita sangat tertinggal, bahkan dibandingkan negara tetangga. Ironisnya, dalam hal pembiayaan batu bara, kita justru menempati posisi keempat tertinggi di dunia,” jelas Prayoga.
Baca Juga: OJK Proyeksi Pembiayaan Hijau oleh Perbankan Terus Meningkat
Prayoga mengungkapkan, green finance bisa menjadi instrumen strategis untuk mendorong pendalaman pasar keuangan di Indonesia. Misalnya diversifikasi instrumen keuangan, pembiayaan proyek jangka panjang dan akses ke dana global, khususnya dari investor institusi yang memiliki mandat ESG (Environmental, Social, and Governance).
“Jadi ini bukan hanya tentang keberlanjutan, ini tentang mengubah cara kita menyusun aliran modal untuk pertumbuhan dan ketahanan jangka panjang,” imbuhnya.
IBC sendiri memberikan beberapa rekomendasi pengembangan kerangka regulasi yang bisa mendukung green financing, di antaranya inclusive green finance agar akses pembiayaan hijau dapat menjangkau seluruh lapisan ekonomi.
Baca Juga: IBC: Penerapan Pajak Masih Pilih Kasih, Hambat Daya Saing Sektor Keuangan
Lalu green securitization sebagai upaya sekuritisasi produk hijau untuk menciptakan likuiditas dan menarik investasi skala besar. Terakhir total blended financing atau kombinasi pembiayaan publik dan swasta untuk proyek-proyek berkelanjutan.
"Untuk green securitization misalnya, ini akan mendorong likuiditas pasar, kerjanya dengan produk hijau yang bisa diperjualbelikan secara efek. Ini akan menarik institutional investor masuk, kemudian large financing atau high scale financing, risk diversified, dan boom, game changing,” jelasnya.