02 Agustus 2024
13:01 WIB
Global Kusut, KSSK Nilai Perekonomian RI Kuartal II Terjaga
KSSK menilai stabilitas sistem keuangan atau SSK pada triwulan II/2024 tetap terjaga di tengah peningkatan tekanan di pasar keuangan global.
Penulis: Khairul Kahfi
Konferensi Pers KSSK Hasil Rapat Berkala Rapat KSSK III/2024 untuk asesmen Kuartal II/2024, Jakarta, Jumat (2/8). Validnews/Khairul Kahfi
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, stabilitas sistem keuangan atau SSK RI di kuartal kedua 2024 masih dalam kondisi yang terjaga.
Capaian ini masih cenderung positif di tengah volatilitas situasi global yang masih bergejolak tinggi, dari sisi geopolitik sampai perang.
“Stabilitas Sistem Keuangan atau SSK pada triwulan II/2024 tetap terjaga di tengah peningkatan tekanan di pasar keuangan global. Dan seiring dengan ketidakpastian ekonomi global dan risiko geopolitik yang masih tinggi,” katanya dalam Konferensi Pers KSSK Hasil Rapat Berkala Rapat KSSK III/2024 untuk asesmen Kuartal II/2024, Jakarta, Jumat (2/8).
Sri menilai, ketidakpastian pasar keuangan global masih tinggi sehingga pertumbuhan ekonomi dunia yang relatif stabil rendah atau lemah. WEO IMF Juli 2024 memproyeksi ekonomi global tumbuh 3,2% pada 2024.
Adapun pertumbuhan ekonomi global tersebut masih cenderung lebih rendah dibanding tahun lalu yang sekitar 3,3%. Managing Director IMF Kristalina saat itu, Sri Mulyani tekankan, menyebut pertumbuhan ekonomi 2023 ini sebagai tahun yang gelap.
“Jadi, kalau tahun 2024 ini outlook-nya 3,2%, berarti pertumbuhan ekonomi dunia masih stagnan lemah. Bahkan lebih lemah dibandingkan tahun lalu yang sudah dianggap sebagai tahun yang sebetulnya stagnan lemah,” ujarnya.
Baca Juga: Airlangga: Terendah Di Dunia, Kemungkinan Resesi Ekonomi RI Hanya 1,5%
Sementara itu, perekonomian Amerika Serikat KSSK nilai masih resilien baik, terutama didorong oleh permintaan domestik. Meskipun statistik yang sama pada bulan terakhir akan menunjukkan perkembangan yang akan memengaruhi arah kebijakan.
Kemudian, perekonomian Tiongkok masih belum kuat dengan pertumbuhan kuartal kedua hanya pada level 4,7%. Dengan demikian, capaian pertumbuhan ekonomi RRT ini masih di bawah harapan yang dipatok sebesar 5%.
“Ini karena permintaan domestik di RRT, berarti consumption dan investment masih lemah, serta kondisi persoalan di sektor properti yang masih berlanjut tekanannya,” paparnya.
Di sisi lain, inflasi AS per Juni 2024 menunjukkan penurunan sehingga menimbulkan harapan terhadap perubahan kebijakan monete, yakni Fed Funds Rate. Penurunan inflasi ini sejalan dengan menurunnya tekanan harga energi dan sektor perumahan.
Kendati, penurunan FFR masih juga akan menunggu pergerakan tingkat pengangguran yang saat ini terpantau meningkat. Keseluruhannya, inflasi yang menurun, pengangguran yang naik akan mendorong penurunan kebijakan suku bunga Bank Sentral AS yang lebih cepat dari proyeksi sebelumnya.
“Proyeksi sebelumnya adalah penurunan Fed Funds Rate baru akan terjadi pada akhir 2024. Saat ini market global, terutama di AS melihat inflasi yang mulai softening dan pengangguran yang mengalami kenaikan muncul harapan… FFR akan lebih cepat dilakukan adjustment…Semua pandangan pada September,” urainya.
Dengan kondisi tersebut, imbal hasil SBN AS atau US Treasury terutama yang jatuh tempo 10 tahun diperkirakan masih tetap tinggi. Pasalnya, Negeri Paman Sam masih membutuhkan pembiayaan besar dalam mencukupi anggaran pemerintahnya yang juga jumbo.
“Karena jumlah issuance-nya (pengedaran SBN AS) akan besar, maka yield-nya diperkirakan masih akan relatif tinggi,” ucapnya.
Baca Juga: ADB Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Asia-Pasifik 2024 Jadi 5%
Di sisi lain, KSSK terus menyoroti kondisi geopolitik belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Seperti konflik Timur Tengah yang masih membara begitu pula Rusia-Ukraina yang masih terus berjalan.
Lainnya, banyak negara-negara demokrasi besar melakukan Pemilu yang memunculkan banyak overheated policy debate, seperti di AS, Perancis, Inggris yang baru selesai, bahkan kemungkinan juga di Jerman.
“Hal ini membuat ketidakpastian pasar keuangan global masih tinggi… Ini menyebabkan Fed Funds Rate belum turun, meskipun ada harapan, akan ada adjustment geopolitik yang besar, US Treasury yang yield-nya masih bertahan tinggi,” ucapnya.
Kondisi yang sama juga akan membuat aliran modal yang akan masuk ke negara-negara berkembang dan emerging termasuk Indonesia menjadi relatif terbatas. Karenanya KSSK yang terdiri Kemenkeu, BI, OJK dan LPS berkomitmen untuk makin mempererat koordinasi dan sinkronisasi kebijakan dalam merespons situasi yang masih sangat berisiko.
“Untuk memitigasi dampak negatif dari rambatan ketidakpastian global tersebut terhadap perekonomian Indonesia,” tegasnya.