c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

04 September 2024

17:04 WIB

Gapmmi Akui Daya Beli Masyarakat Kelas Menengah Lesu Dan Tekan Industri Mamin

Kini masyarakat kelas menengah dan bawah fokus memenuhi kebutuhan pangan pokok saja, sehingga permintaan atau konsumsi pangan olahan domestik cenderung menurun.

Penulis: Aurora K M Simanjuntak

<p>Gapmmi Akui Daya Beli Masyarakat Kelas Menengah Lesu Dan Tekan Industri Mamin</p>
<p>Gapmmi Akui Daya Beli Masyarakat Kelas Menengah Lesu Dan Tekan Industri Mamin</p>

Calon konsumen memilih minuman kemasan di sebuah pusat perbelanjaan, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (5/7/2024). Antara Foto/Sulthony Hasanuddin

JAKARTA - Pelaku industri makanan dan minuman (mamin) mengakui belakangan ini daya beli masyarakat terhadap produk pangan sekunder seperti makanan olahan mulai berkurang, dan itu paling banyak terjadi di kalangan ekonomi kelas menengah dan bawah.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi S Lukman. Dia mengatakan, kini masyarakat kelas menengah dan bawah fokus untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok saja, sehingga permintaan atau konsumsi pangan olahan cenderung menurun.

"Memang sementara ini, kalau saya lihat fokus masyarakat (kelas menengah bawah) ke pangan pokok, sementara pangan-pangan sekunder agak sedikit berkurang (demand-nya), ini yang jadi tantangan kita," ujarnya kepada awak media saat ditemui di pameran Fi Asia Indonesia, Jiexpo, Jakarta, Rabu (4/9).

Lebih lanjut, Adhi juga menyoroti dampak deflasi yang menurutnya mengindikasikan penurunan daya beli masyarakat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), indeks harga konsumen (IHK) mengalami deflasi 0,03% pada Agustus 2024, dan itu menggenapkan tren deflasi selama 4 bulan berturut-turut pada tahun ini.

Selain itu, menurutnya, penurunan populasi masyarakat kelas menengah juga memicu turunnya permintaan produk makanan dan minuman di dalam negeri. BPS mencatat, jumlah penduduk kelas menengah turun dari 57,33 juta jiwa pada 2019 menjadi 47,85 juta jiwa pada 2024.

Baca Juga: Ekonom: Penurunan Inflasi Inti Tunjukkan Pelemahan Daya Beli

Artinya, dalam 5 tahun terakhir ada 9,48 juta orang yang merosot kondisi ekonominya dari kategori kelas menengah. Padahal kelas menengah itu mencapai 17%. Adapun definisi kelas menengah menurut BPS adalah rumah tangga dengan pengeluaran Rp2 juta-Rp 9,9 juta per bulan.

"Memang data BPS menunjukkan bahwa kelas menengah turun ya, tinggal 47 juta jiwa dari 50 juta jiwa lebih. Kami dari industri juga merasakan memang daya beli kelas bawah ini agak berat, karena memang beberapa kenaikan harga dan di samping itu banyak pengeluaran masyarakat yang harus ditanggung," tutur Ketum Gapmmi.

Sejalan dengan itu, pelaku industri mamin domestik berharap pemerintah bisa fokus menangani dan mencari cara untuk meningkatkan daya beli kelas menengah bawah. 

Menurutnya, salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah memberikan bantuan langsung tunai (BLT) agar pasar bisa bergairah kembali.

"Kita berharap pemerintah bisa lebih fokus bagaimana meningkatkan daya beli kelas bawah ini,  misalnya BLT BLT itu mungkin perlu digalakkan lagi, seperti sebelumnya, supaya bisa menggairahkan pasar," kata Ketum Gapmmi.

Dia menambahkan, saat ini Gapmmi belum mengkalkulasi dampak pengurangan demand dan daya beli terhadap industri mamin. Meski demikian, Adhi meyakini secara agregat, industri mamin masih akan tumbuh rata-rata sebesar 5,5%.

Baca Juga: BPS: Deflasi Mei-Agustus 2024 Beruntun Akibat Pasokan Pangan Melimpah

"Kalau ditanya berapa persen pengurangannya, kami belum bisa hitung karena kami masih perlu mengumpulkan data-data yang belum lengkap, coba kita pelajari dulu," imbuhnya.

Lain halnya dengan pengamat, Direktur Eksekutif Center of Reform On Economics (CORE) Mohammad Faisal menyarankan pemerintah mendongkrak daya beli masyarakat dengan cara memperbaiki income atau perolehan pendapatan masyarakat. Bukan memberikan bantuan sosial (bansos) ataupun BLT.

Dia menyoroti, PMI manufaktur Indonesia terperosok makin dalam ke zona kontraksi pun terjadi karena daya beli masyarakat melemah. Hal itu menyebabkan pesanan dan output industri RI turun tajam.

Oleh karena itu, Faisal harus ada perbaikan dari sisi income masyarakat. Pilihannya, pemerintah bisa membuka lebih banyak lapangan pekerjaan atau menaikkan tingkat upah masyarakat. Menurutnya, kedua opsi ini bisa mendongkrak daya beli masyarakat, terutama kelas menengah.

"Memang ini tidak bisa instan (perbaikan sisi income), kecuali mau mengucurkan bansos, itu saya tidak recommend karena tidak menyelesaikan akar permasalahan dan cenderung banyak tidak tepat sasaran," ujar Faisal kepada Validnews, Selasa (3/9). 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar