15 April 2025
12:35 WIB
Gapensi Harap Ada Pengawalan TKDN Demi Kemandirian Industri
Gapensi berharap pemerintah berkomitmen mengawal kemajuan TKDN untuk mendorong kemandirian industri. Kebijakan relaksasi aturan TKDN berpotensi mematikan industri di dalam negeri.
Editor: Khairul Kahfi
Petugas beraktivitas di pabrik pembuatan baja Kawasan Industri Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (4/10/2019). Antara Foto/Fakhri Hermansyah/foc.
JAKARTA - Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) berharap pemerintah berkomitmen mengawal kemajuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebagai upaya mendorong kemandirian industri.
"Dengan komitmen kuat dari pemerintah dalam mengawal produk TKDN dapat membuka lapangan pekerjaan sebesar-besarnya dan mendorong pertumbuhan ekonomi 8%," kata Sekjen Gapensi La Ode Safiul Akbar di Jakarta, Selasa (15/4) melansir Antara.
Baca Juga: Waspada China Ngamuk Gegara Indonesia Relaksasi TKDN Untuk AS
Menurutnya, ada beberapa cara yang bisa dilakukan. Seperti memberikan insentif kepada pelaku industri lokal agar mampu bersaing secara kualitas dan harga, mempermudah akses pembiayaan dan teknologi bagi produsen dalam negeri, hingga mengawasi pelaksanaan TKDN secara tegas dan transparan agar tidak hanya formalitas.
Pernyataan tersebut sekaligus merespons arahan Presiden Prabowo Subianto yakni memerintahkan jajarannya agar regulasi mengenai TKDN harus dibuat dengan fleksibel dan realistis, untuk menjaga daya saing industri tanah air di pasar global.
Gapensi menilai, kebijakan relaksasi aturan TKDN, khususnya produk besi, baja, dan pipa untuk infrastruktur akan membuat Indonesia hanya akan menjadi pasar bagi negara luar dan berpotensi mematikan industri di dalam negeri.
Kebijakan pelonggaran TKDN disinyalir sebagai respons langkah Amerika Serikat (AS) yang memberikan tarif resiprokal impor atas produk dari Indonesia 32%.
Pemerintah AS meminta Indonesia untuk menyesuaikan aturan TKDN. Permintaan tersebut merupakan bagian dari negosiasi, seiring dengan masuknya Indonesia dalam daftar negara yang dikerek biaya tarifnya oleh AS.
La Ode menyampaikan, kebijakan relaksasi TKDN tersebut yang tetap dipaksakan berjalan dikhawatirkan akan menjadikan Indonesia hanya sebagai negara konsumen.
“Ujungnya nanti, jika industri di dalam negeri tidak bergerak karena dihimpit oleh produk impor, sudah dipastikan PHK besar-besaran akan kembali terjadi. Saat ini saja, angka pengangguran kita sudah cukup tinggi. Karena, hampir semua pabrik bisa terkena dampaknya," tutur La Ode.
Baca Juga: Pemerintah Jadikan Relaksasi TKDN Bahan Negosiasi Dengan AS
Oleh karena itu, La Ode mengharapkan TKDN tidak dihapus karena berpotensi membuat Indonesia kehilangan daya saing di pasar global. La Ode menekankan, pemerintahperlu berhati-hati, pasalnya kebijakan penghapusan TKDN bisa menyebabkan industri dalam negeri kalah bersaing dengan produk impor yang lebih murah.
"Akibatnya, kita hanya akan menjadi negara konsumen dan semakin bergantung pada barang-barang impor. Padahal, jika kita menggunakan produk dalam negeri, kita bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, karena industri di dalam negeri bergerak. Keberadaan TKDN itu sudah seharusnya ada untuk melindungi industri di dalam negeri," kata La Ode.
Baca Juga: Ada Kelonggaran TKDN, Produsen RI Kehilangan Penjualan Business to Government
Saat ini, batas minimal TKDN yang ditetapkan, yakni 25%, dengan syarat bobot manfaat perusahaan (BMP) minimal 40%.
Penerapan TKDN dalam proses pengadaan barang dan jasa untuk pemberdayaan industri domestik merupakan salah satu langkah pemerintah untuk mendorong Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).