16 Juli 2025
18:13 WIB
Freeport Ragu AS Bisa Akses Penuh Tembaga RI, Fokus Smelter Lokal
Produksi tembaga Freeport sudah telanjur diarahkan untuk mendukung ekosistem hilirisasi di dalam negeri. Presiden Direktur Freeport Indonesia nantikan arahan lanjutan dari pemerintah
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Khairul Kahfi
Direktur Utama PT Freeport Indonesia Tony Wenas saat ditemui awak media di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (16/7/2025). Antara/Arnidhya Nur Zhafira
JAKARTA - Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas buka suara soal hasil perundingan tarif resiprokal antara Indonesia dan Amerika Serikat yang telah diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump baru-baru ini.
Adapun dalam konferensi pers, Donald Trump menyinggung produk tembaga dari Indonesia yang berkualitas tinggi. Sebagai hasil dari negosiasi, Trump menekankan Amerika Serikat kini punya akses penuh ke Indonesia, termasuk mengakses sumber daya tembaga.
"Indonesia punya tembaga yang luar biasa, tembaga yang sangat kuat, tapi mereka juga punya banyak hal dan kami punya akses penuh ke Indonesia," tegas Donald Trump dalam konferensi pers yang ditayangkan akun YouTube Gedung Putih yang dipantau di Jakarta, Rabu (16/7).
Baca Juga: Tarif Resiprokal RI Jadi 19%, APINDO Ingatkan Pemerintah Tetap Waspada
Mengenai hal tersebut, Tony menyerahkan sepenuhnya kesepakatan dagang dengan AS kepada Pemerintah Indonesia. Termasuk, soal klaim Donald Trump yang menyebut punya akses penuh atas tembaga dari Nusantara.
Tetapi, produksi tembaga oleh Anggota Holding BUMN Pertambangan PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID) itu sudah dirancang untuk membentuk ekosistem hilirisasi di dalam negeri.
"Kalau kami sebagai perusahaan, ya tentu saja kita akan produksi copper (tembaga) kita dengan cara yang aman dan berkelanjutan dan menyediakan itu (untuk) bahan baku buat ekosistem di dalam negeri," ujar Tony kepada awak media selepas Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR di Jakarta, Rabu (16/7).
Ketika ditanya soal peluang ekspor konsentrat tembaga, Tony pun menyebut pihaknya sudah telanjur menyelesaikan proyek fasilitas pemurnian atau smelter. Bahkan, smelter sudah siap beroperasi dan memproduksi katoda tembaga mulai pekan depan.
"Sudah akan segera produksi katoda tembaga mulai minggu depan, emas batangan sudah diproduksi, perak batangan sudah diproduksi. Ini kan sangat baik untuk ekosistem hilirisasi di dalam negeri dan hilirisasi dari sektor tambang itu sudah final," jabarnya.
Dia pun meragukan Indonesia bisa memberi akses penuh kepada AS pada sumber daya tembaga. Pasalnya di dunia pertambangan, proses produksi sudah direncanakan untuk jangka panjang dengan memperhatikan daya dukung lingkungan, keselamatan, serta faktor ketersediaan.
Baca Juga: Freeport Resmi Kantongi Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga
Karena itu, agaknya sulit untuk memberi akses 'penuh', termasuk meningkatkan kapasitas produksi guna memenuhi pasar Negeri Paman Sam. Sektor pertambangan, sambung Tony, berbeda dengan industri manufaktur yang siap meningkatkan produksi ketika ada permintaan.
"Bahan baku kita kan dari dalam tanah. Jadi, memang harus sesuai dengan rencana dan tambang bawah tanah kami itu harus ditambang secara sequence, tidak bisa kemudian dikebut atau diloncat, tidak, harus tetap dalam sequence," kata dia.
Selama ini, PT Freeport Indonesia disebut Tony belum pernah menjual produk mereka ke Amerika Serikat. Adapun ekspor sebagian besar dilancarkan untuk memenuhi kebutuhan industri turunan di China.
Dia pun meragukan soal peluang shifting impor tembaga ke Amerika Serikat, mengingat jaraknya yang terlalu jauh dari Indonesia. Tetapi, PTFI bakal berdiskusi lebih lanjut dengan pemerintah jika memang mendapat arahan untuk mengekspor tembaga ke AS.
"Untuk memindahkan pasar (ekspor tembaga), kalau ke Amerika itu jauh ya 45 hari dan kalau ke China hanya 7 hari pengapalan. Nanti kita bicara dengan pemerintah," tandas Tony Wenas.
Dorong Produk Hilir Ekspor Ke AS
Terpisah, Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM bersama lembaga terkait mengupayakan agar produk tembaga yang dijual ke AS merupakan hasil peningkatan nilai tambah atau hilirisasi yang dilakukan di tanah air.
Direktur Hilirisasi Minerba Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM Rizwan Aryadi Ramdhan merespons pernyataan Presiden AS Donald Trump, yang menyatakan bahwa Indonesia memiliki tembaga dengan kualitas tinggi ketika mengumumkan penurunan tarif balasan atau resiprokal dari semula 32% menjadi 19%.
"Secara bersama-sama itu kita menyusun kebijakan yang pro hilirisasi. Jadi, tidak ekspor dalam keadaan mentah," kata Rizwan, Rabu (16/7) melansir Antara.
Baca Juga: Ekonom Beberkan Dampak Negatif Ketimpangan Tarif Dagang AS 19% Bagi RI
Menurut dia, saat ini ekspor konsentrat tembaga sudah dilarang oleh pemerintah Indonesia, sehingga pihaknya mendorong untuk melakukan proses hilirisasi di dalam negeri.
"Kalau kami mendukung untuk fasilitas proses produksinya di dalam negeri," katanya lagi.
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan tarif impor senilai 19% akan diberlakukan terhadap produk-produk Indonesia yang masuk ke AS, berdasarkan negosiasi langsung yang dilakukannya dengan Presiden RI Prabowo Subianto.
Selain soal tarif, negosiasi juga mencakup hambatan nontarif, ekonomi digital, dan kerja sama mineral kritis seperti nikel dan tembaga. AS disebut tertarik memperkuat kemitraan strategis di sektor tersebut.