16 Juli 2025
15:28 WIB
Tarif Resiprokal RI Jadi 19%, APINDO Ingatkan Pemerintah Tetap Waspada
APINDO menilai turunnya tarif resiprokal menjadi 19% dari hasil negosiasi Indonesia dengan AS sebagai langkah yang baik. Namun, pihaknya tetap mengingatkan agar pemerintah waspada.
Penulis: Erlinda Puspita
Presiden Amerika Serikat Donald J Trump. Instagram/@potus
JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Widjaja Kamdani menyatakan, hasil kesepakatan tarif dagang antara Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) yang ditetapkan 19% patut diapresiasi, karena lebih baik daripada tarif sebelumnya yang sebesar 32%. Meski begitu, ia memperingatkan agar pemerintah tetap waspada.
“Kami memandang, kesepakatan ini merupakan hasil negosiasi yang jauh lebih baik dibandingkan proposal tarif awal sebesar 32%, dan mungkin saja masih ada ruang untuk bisa bernegosiasi menjadi lebih rendah lagi,” kata Shinta dalam keterangan resminya, Rabu (16/7).
Besaran tarif resiprokal Indonesia yang turun menjadi 19% tersebut dinilai Shinta saat ini jauh lebih kompetitif dibandingkan negara di kawasan Asean lainnya, yakni Thailand (36%), Laos (40%), Malaysia (25%), dan Vietnam (20% ditambah ketentuan tambahan transshipment).
Jadi, dia meyakini, Indonesia masih memiliki ruang untuk menjaga daya saing ekspor unggulannya, seperti alas kaki, tekstil, furnitur, hingga perikanan yang sangat bergantung dengan pasar AS.
Walau demikian, menurut Shinta, pemerintah juga harus tetap mencermati proses negosiasi yang dilakukan para negara tetangga di Asean. Hal ini bisa saja menghasilkan tarif resiprokal yang jauh lebih rendah daripada Indonesia.
“Kita perlu terus mencermati secara seksama posisi akhir kompetitor kita, yang bisa saja mengubah konstelasi persaingan kawasan dalam waktu dekat,” tegas Shinta.
Tak hanya mewaspadai hasil tarif AS dengan beberapa negara kompetitor, Shinta juga menyebutkan bahwa bersamaan dengan turunnya tarif resiprokal AS menjadi 19% bagi Indonesia, maka Indonesia juga berkomitmen meningkatkan impor sejumlah produk strategis asal AS walaupun produk-produk tersebut memang dibutuhkan industri dalam negeri.
Adapun beberapa komoditas yang didorong APINDO untuk bisa ditingkatkan impornya dari AS guna mendukung industri lokal antara lain, impor kapas, jagung, produk dairy, kedelai, dan crude oil. Komoditas ini seluruhnya masuk dalam skenario impor mutually beneficial.
“Secara umum, sebagian besar produk tersebut saat ini memang sudah memiliki tarif rendah (nol hingga 5%). Dalam hal ini, kita akan melihat dan mendalami lagi dampaknya secara product by product dari hasil negosiasi yang ada,” jelas Shinta.
Baca Juga: Trump Turunkan Tarif Resiprokal Untuk Indonesia Jadi 19%
Lebih lanjut, Shinta mengaku, dalam waktu dekat pihaknya akan mengonsolidasikan para pelaku usaha ekspor di lapangan yang terdampak untuk melakukan reviu sektoral terhadap dampak kebijakan tarif terbaru ini.
Selain itu, Apindo juga mengklaim tengah menyiapkan berbagai usulan mitigasi pada pemerintah untuk memastikan transisi dan adaptasi industri berjalan efektif, termasuk mendorong peningkatan ekspor ke pasar non tradisional, serta percepatan agenda deregulasi nasional.
Shinta juga mengingatkan agar pemerintah turut memperhatikan aspek lainya dalam mendukung daya saing ekspor Indonesia.
“Daya saing ekspor Indonesia tidak hanya bergantung pada tarif, tapi juga pada kepastian dan kemudahan berusaha, efisiensi logistik dan energi, serta regulasi dan infrastruktur yang menopang sektor industri,” tambahnya.
Menurut dia, reformasi struktural, khususnya bagi industri padat karya, menjadi sangat krusial untuk memastikan ketahanan usaha dan penciptaan lapangan kerja di tengah tekanan global yang berlangsung saat ini.
Waspadai Dampak
Terpisah, Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira Adhinegara, dikutip dari Antara, di Jakarta, Rabu (16/7), menilai penetapan tarif impor sebesar 19% oleh Amerika Serikat menguntungkan bagi produk ekspor unggulan Indonesia seperti alas kaki, pakaian jadi, hingga karet dan CPO.
Namun, ia menegaskan kesepakatan Indonesia dan AS tersebut berpotensi membuat impor membengkak dan yang bisa berdampak ke berbagai sektor.
Terdapat beberapa komoditas impor produk dari AS yang akan membengkak, seperti migas, produk elektronik, suku cadang pesawat, sereal dan gandum, serta produk farmasi.
“Tarif 19% untuk barang ekspor Indonesia ke AS, sementara AS bisa mendapat fasilitas 0%, sebenarnya punya risiko tinggi,” kata Bhima.
Bhima melanjutkan, sektor migas, produk elektronik, suku cadang pesawat, serealia dan gandum, serta produk farmasi mencatat nilai impor yang tinggi pada 2024. Karena itu, dampak potensi meningkatnya impor terhadap neraca perdagangan harus diwaspadai.
“Tercatat sepanjang 2024, total impor lima jenis produk ini mencapai US$5,37 miliar atau setara Rp87,3 triliun,” ujar dia.
Dengan pemberlakuan tarif nol persen, maka AS akan sangat diuntungkan dari penetrasi ekspor gandum ke Indonesia. Namun, terdapat dampak yang patut diwaspadai lantaran pemerintah memiliki target swasembada pangan melalui pemberdayaan petani dan produsen pangan lokal.
“Konsumen mungkin senang harga mi instan, dan roti bakal turun, tapi produsen pangan lokal terimbas dampak negatifnya,” kata Bhima.
Baca Juga: Kritik Kesepakatan Tarif RI-AS 19%, Ekonom: Bentuk Modern Pemerasan
Lebih lanjut, ia menilai tarif untuk produk Indonesia ke AS idealnya masih bisa turun lagi.
“Penurunan tarif Vietnam dari 46% ke 20% lebih signifikan dibanding penurunan tarif Indonesia yang sebelumnya 32% ke 19%. Idealnya Indonesia bisa lebih turun lagi,” katanya.
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump lewat akun Truth Social menyatakan tarif impor senilai 19% akan diberlakukan terhadap produk-produk Indonesia yang masuk ke AS, berdasarkan negosiasi langsung yang dilakukannya dengan Presiden RI Prabowo Subianto.
Dalam kesepakatan itu, Indonesia telah berkomitmen untuk membeli energi AS senilai US$15 miliar, produk pertanian AS senilai US$4,5 miliar dan 50 pesawat Boeing, banyak di antaranya adalah jenis 777.
Trump juga menyatakan, Indonesia berjanji akan membebaskan semua halangan tarif dan non-tarif bagi produk AS yang masuk ke RI.
Apabila ada produk dari negara ketiga dengan tarif lebih tinggi yang akan diekspor ke AS melalui Indonesia, tarif 19% itu akan ditambahkan pada produk tersebut.