c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

14 Oktober 2024

17:36 WIB

Fortifikasi Pangan Tingkatkan Pendapatan Nasional dan Produktivitas

Bappenas menyatakan Indonesia saat ini memiliki masalah kekurangan mikronutrien, sehingga salah satu cara mengatasinya adalah melalui fortifikasi pangan.

Penulis: Erlinda Puspita

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">Fortifikasi Pangan Tingkatkan Pendapatan Nasional dan Produktivitas</p>
<p id="isPasted">Fortifikasi Pangan Tingkatkan Pendapatan Nasional dan Produktivitas</p>

Ilustrasi fortifikasi pangan. Sumber: Shutterstock/Rix Pix Photography

JAKARTA - Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas Amich Alhumami menyampaikan fortifikasi pangan meningkatkan pendapatan nasional dan produktivitas. Pasalnya, fortifikasi efektif mencegah penyakit hingga membuat produktivitas kerja terjaga.

“Fortifikasi pangan terbukti sebagai salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif mengatasi malnutrisi, dengan pengembalian investasi US$1:US$27. Atau investasi US$1 dalam fortifikasi dapat menghasilkan US$27 dalam pengembalian ekonomi dari penyakit yang dapat dicegah, peningkatan pendapatan, dan produktivitas kerja,” papar Amich dalam pemaparannya di acara Convening on Large Scale Food Fortification (LSFF), Senin (14/10).

Menurutnya, salah satu masalah nasional saat ini adalah menghadapi kelaparan tersembunyi karena adanya kekurangan mikronutrien, dan berdampak pada anemia. Fortifikasi pangan menjadi salah satu cara mengatasinya.

Berdasarkan data riset kesehatan dasar Indonesia yang disampaikan Amich, satu dari empat perempuan di Indonesia menderita anemia. Hal ini meningkatkan risiko kelainan janin.

“Saat ini Indonesia di bawah target tingkat universal yaitu 77% (bebas anemia) dibandingkan dari 90% yang diharuskan dari rekomendasi dunia,” kata Amich.

Baca Juga: BRIN Uraikan Pentingnya Fortifikasi Pangan

Sementara itu, Professor, Division of Nutrition, St. Johns Research Institute, Prashanth Thankachan menuturkan bahwa dari Indeks Kelaparan Global atau Global Hunger Index (GHI) tahun 2023 menunjukkan, negara-negara umumnya kawasan Asia dan Afrika mengalami kelaparan dari level menengah hingga parah pasca covid-19. Ini disebabkan masyarakat di kawasan tersebut sulit memenuhi kebutuhan pangan yang cukup.

“Tentu ini membawa dampak dari mikronutrien yang paling banyak adalah anemia. Bahkan secara global, lebih dari 50% jumlah anak-anak dan wanita di dunia mengalami defisiensi mikronutrien,” tutur Prashanth.

Defisiensi mikronutrien pun memberikan dampak pada penyakit dan kondisi buruk lainnya, antara lain mempengaruhi perkembangan tubuh, imunitas, fungsi kognitif, produktivitas kerja, yang seluruhnya mengarah pada kualitas hidup yang rendah.

Ia pun menjelaskan, jika sebuah negara ingin mengentaskan masalah defisiensi mikronutrien tersebut, maka memerlukan upaya, kerja sama yang besar, dan tidak bisa dilakukan sendiri. Beberapa cara yang bisa dilakukan melalui pemberian suplemen, fortifikasi, dan diversifikasi diet.

Intervensi Efektif
Fortifikasi dipilih karena merupakan pendekatan pencegahan yang berbasis pada makanan yang dikonsumsi sehari-hari, dengan dosis rendah, memperbaiki selisih nutrisi harian yang belum tercukupi yakni sekitar 25-30% per hari, namun berdampak dalam jangka waktu lama.

Oleh karena itu Amich menyatakan, fortifikasi makanan adalah intervensi makanan yang paling efektif dan hemat biaya untuk mengatasi mikronutrien, apalagi jika digabung dengan intervensi lainnya seperti suplemen.

Baca Juga: KKP Optimis Program MBG Tingkatkan Perekonomian Nasional

Amich mengungkapkan di Indonesia, fortifikasi makanan telah dilakukan sejak tahun 1994 untuk mengatasi masalah defisiensi nutrisi. Fortifikasi tersebut mencakup minyak goreng, garam, tepung terigu, dan saat ini yang tengah dikembangkan adalah fortifikasi beras.

Dengan demikian, Amich menegaskan jika Indonesia mendukung pentingnya kolaborasi antar negara-negara di Selatan dan keberlanjutan LSFF untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan fortifikasi pangan di negara masing-masing.

Adapun negara-negara yang tergabung dalam LSFF ini antara lain Benin, Bangladesh, Ethiopia, India, Indonesia, Kenya, Mozambik, Nigeria, Pakistan, Tanzania, dan Uganda.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar