13 November 2024
11:24 WIB
FAO: Pengubahan Sistem Agripangan Satu-satunya Cara Kurangi Emisi Karbon Global
FAO menegaskan, pengubahan sistem agripangan dunia merupakan satu-satunya cara untuk mengurangi emisi karbon global dan memulihkan alam. Upaya ini dapat mengurasi pemanasan global 1,5 derajat Celsius.
Editor: Khairul Kahfi
FAO telah bekerja sama erat dengan Presidensi COP untuk menyampaikan pesan bahwa transformasi sistem agripangan menawarkan solusi terhadap krisis iklim. Dok FAO/Alessandra Benedetti
BAKU - Dirjen Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) Qu Dongyu menegaskan, pengubahan sistem pertanian pangan atau agripangan dunia merupakan satu-satunya cara untuk mengurangi emisi karbon global dan memulihkan alam.
FAO meyakini, upaya ini dapat membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius. Transformasi menuju sistem agripangan global yang lebih efisien, lebih inklusif, lebih tangguh, dan lebih berkelanjutan ini semakin diakui sebagai hal penting untuk mencapai Perjanjian Paris dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
"Pergeseran ini (sistem agripangan) memberikan solusi untuk krisis iklim dan tantangan yang saling terkait soal pangan, air, lahan, dan keanekaragaman hayati,” katanya dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP29) yang dikutip di Jakarta, Rabu (12/11).
Setiap tahun, negara-negara partisipan konvensi iklim memberi tahu FAO tentang bagaimana krisis iklim berdampak parah pada sistem pertanian dan pangan.
Padahal, para petani, penggembala, nelayan, dan produsen bergantung pada sistem ini untuk mendapatkan penghasilan, makanan, dan nutrisi. Kondisi ini jadi ironi kala para pekerja primer tersebut juga menjadi salah satu kelompok yang menghadapi kondisi kelaparan.
"Mereka berada di garis depan krisis iklim, dan terlalu sering, berada di antara 730 juta orang yang menghadapi kelaparan saat ini," tekannya.
Baca Juga: Pemerintah RI Ajak Uni Eropa Investasi Di Sektor Pertanian dan Agripangan
Karena itu, Dirjen Qu menjelaskan, transformasi sistem agripangan memerlukan lebih banyak pembiayaan dan investasi. Yang menjangkau masyarakat pertanian, memanfaatkan investasi swasta, dan bantuan dalam mengubah tujuan investasi pertanian global.
Lebih lanjut, sistem agripangan harus terintegrasi ke dalam rencana nasional dan diprioritaskan dalam perjanjian lingkungan multilateral. Setiap Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (Nationally Determined Contribution/NDC) harus mencerminkan potensi penuh aksi iklim dari transformasi sistem agripangan.
"Ke depannya, FAO mengusulkan untuk berkumpul kembali di COP30 untuk membahas cara mempercepat upaya memerangi deforestasi, yang merupakan aspek penting aksi iklim yang dibutuhkan untuk mengubah sistem agrifood," sebutnya.
Pembiayaan Iklim
Sementara ini, Qu menilai, pembiayaan dan investasi tidak cukup untuk transformasi sistem agripangan. Karena itu, sangat penting untuk mengarahkan keuangan ke sistem agripangan sambil memastikan keuangan ini secara efektif menjangkau masyarakat pertanian.
COP29 disebut sebagai COP Keuangan, karena fokus utama negosiasi adalah keuangan iklim.
Qu juga menyorot, bahwa konflik bersama dengan krisis iklim dan ekonomi telah mendorong jumlah orang yang menghadapi kelaparan menjadi 733 juta pada tahun 2023. Dengan kasus 1 dari 5 orang tinggal di Afrika menghadapi kelaparan.
Selain itu, ada sebanyak 135 juta orang mengalami kerawanan pangan akut di 20 negara atau wilayah yang terdampak konflik.
“Membangun dan membiayai sistem agripangan yang tangguh di wilayah yang rapuh dan terdampak konflik dapat mengatasi krisis iklim dan pangan, serta menyelamatkan nyawa dan mata pencaharian jutaan orang,” kata Qu.
Baca Juga: CIPS: Sektor Pertanian Indonesia Masih Perlu Aliran Segar Investasi
Namun, dia kembali menekankan, investasi yang dilakukan untuk solusi yang saling menguntungkan itu masih belum cukup. FAO mencatat, pada 2022, sistem agripangan global hanya menerima US$29 miliar atau sekitar 23% dari total pendanaan pembangunan terkait iklim.
Padahal untuk memenuhi target nol emisi, sistem agripangan membutuhkan sekitar US$1 triliun setiap tahunnya hingga tahun 2030. Menurutnya, negara-negara di lingkungan yang rapuh bakal paling merasakan kesenjangan pendanaan ini.
Karenanya, semua pihak global harus segera meningkatkan dukungan dan pendanaan untuk meningkatkan adaptasi dan membangun ketahanan di negara-negara yang rapuh dan terdampak konflik.
"Aksi iklim dapat dilakukan dan dapat membantu mendorong pembangunan dan membangun perdamaian,” jelasnya.