c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

09 November 2024

18:00 WIB

CIPS: Sektor Pertanian Indonesia Masih Perlu Aliran Segar Investasi

CIPS menyebut pertanian Indonesia perlu investasi. Pasalnya, pertanian nasional memiliki potensi yang besar untuk domestik maupun ekspor.

Penulis: Erlinda Puspita

Editor: Khairul Kahfi

<p>CIPS: Sektor Pertanian Indonesia Masih Perlu Aliran Segar Investasi</p>
<p>CIPS: Sektor Pertanian Indonesia Masih Perlu Aliran Segar Investasi</p>

Ilustrasi petani sedang menanam padi di areal sawah. Dok Kementan

JAKARTA - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Sarah Firdausi mengungkapkan, peningkatan investasi menjadi hal yang penting untuk memperkuat daya saing sektor pertanian Indonesia.

Ia menilai, saat ini jumlah investasi di sektor pertanian di tanah air, termasuk tanaman pangan, perkebunan, dan peternak, masih cenderung belum stabil.

"Potensi sektor pertanian sangat besar, baik untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun kebutuhan ekspor," kata Sarah dalam keterangan tertulis, Jakarta, Sabtu (9/11).

Sementara itu, berbagai upaya masih perlu semua pihak lakukan untuk mendukung petani dalam meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani.

Menurutnya, masuknya investasi dapat membangun sektor pertanian domestik menjadi lebih resilien terhadap perubahan iklim dan berkelanjutan. Misalnya lewat pendanaan riset, teknologi, dan peningkatan kapasitas masyarakat.

Data BPS menunjukkan, ada peningkatan investasi sektor pertanian pada 2023 yang mencapai US$43 juta, atau naik dari US$39 juta di tahun sebelumnya.

"Meski ada peningkatan, jumlah ini perlu terus ditingkatkan mengingat berbagai faktor yang mempengaruhi daya saing dan produktivitas pertanian," tekannya.

Baca Juga: Menarget Ulang Swasembada Pangan

Pada 2021, jumlah investasi pertanian hanya mencapai US$29 juta, atau lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2020 yang mencapai US$32 juta.

Oleh karena itu. Sarah menilai, penyederhanaan regulasi investasi serta reformasi kebijakan pertanian dan perdagangan sangat penting untuk menjaga peningkatan investasi di sektor pertanian Indonesia.

"Kebijakan pertanian yang inovatif, idealnya sejalan dengan kebijakan perdagangan produsen lokal lebih kompetitif. Saat ini, ongkos produksi beras di Indonesia 2,5 kali lipat lebih tinggi dibandingkan Vietnam," tuturnya.

Sarah menambahkan, proses produksi yang belum efisien ditambah tantangan perubahan iklim, membuat harga pangan lokal menjadi mahal. Kendati begitu, harganya yang mahal tidak setimpal dengan kualitasnya yang kurang sesuai dengan permintaan pasar.

Pada akhirnya, hasil pertanian lokal sulit bersaing dengan pangan impor. Karena itu, faktor domestik yang menyebabkan harga pangan lokal tinggi perlu diatasi dengan kebijakan yang tepat, termasuk peningkatan riset dan pengembangan, akses terhadap input pertanian berkualitas, dan perbaikan infrastruktur.

"Meski sudah dilakukan berbagai upaya selama bertahun-tahun, efektivitasnya (perbaikan kebijakan pertanian) masih belum optimal," katanya.

Baca Juga: Mencari Solusi Atas Krisis Petani Muda

Sarah menambahkan, investasi juga akan membuka lapangan kerja, membawa transfer teknologi dan pengetahuan, serta membuka peluang ekspor baru.

“Namun, proses transfer teknologi harus memastikan bahwa para pekerja Indonesia mendapatkan manfaat dari para investor dan juga mengikuti ketentuan ketenagakerjaan yang berlaku,” jelasnya.

Adapun beberapa prioritas yang perlu dijaga dengan adanya peningkatan investasi di sektor pertanian. Antara lain transfer teknologi dan pengetahuan untuk mendukung modernisasi pertanian, serta peningkatan produktivitas terutama pada komoditas bernilai tinggi seperti kopi dan coklat. 

Tak kalah penting, penerapan Praktik Pertanian yang Baik (Good Agriculture Practice/GAP) atau sistem tanam berkelanjutan juga akan meningkatkan peluang penetrasi produk lokal ke pasar Eropa.

Dengan demikian, peran investasi dalam sektor pertanian menjadi semakin krusial dengan adanya perubahan iklim, yang dampaknya mengancam keberlanjutan sektor ini.

"Dampak perubahan iklim, seperti cuaca yang tidak menentu, kejadian ekstrem seperti banjir dan kemarau berkepanjangan, serta penurunan kualitas tanah akan mempengaruhi pola tanam, metode pertanian, dan hasil panen, yang pada akhirnya akan berdampak pada ketersediaan pangan," pungkasnya.

KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar