c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

02 Januari 2024

08:06 WIB

Evaluasi: Kendala Masifikasi Motor Listrik Dan Langkah Strategis 2024

Serapan insentif motor listrik baru tak sampai 10% dari target, tingginya harga dan minimnya infrastruktur pendukung ditengarai jadi penyebab.

Penulis: Yoseph Krishna

Editor: Fin Harini

Evaluasi: Kendala Masifikasi Motor Listrik Dan Langkah Strategis 2024
Evaluasi: Kendala Masifikasi Motor Listrik Dan Langkah Strategis 2024
Calon pembeli mencoba sepeda motor listrik di salah satu diler motor listrik, Kranggan, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (21/11/2023). ValidNewsID/Darryl Ramadhan

JAKARTA - Dalam upaya memasifkan penggunaan kendaraan listrik, pemerintah resmi meluncurkan program insentif sebesar Rp7 juta untuk pembelian baru sepeda motor listrik ataupun konversi sepeda motor listrik pada Maret 2023 silam.

Kala itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan program insentif menjadi bentuk kesadaran pemerintah dalam mengembangkan ekosistem industri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB).

Menurut dia, sektor tersebut sangat strategis karena punya potensi besar untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, mempercepat inovasi, hingga dekarbonisasi di tanah air.

"Pemerintah hari ini secara resmi meluncurkan program ini (insentif) sehingga adaptsi massal penggunaan KBLBB dapat segera terwujud," tegas Luhut dalam konferensi pers di kantornya, 20 Maret 2023 lalu.

Pemerintah pun membidik target yang sangat ambisius, yakni 200.000 unit motor listrik baru dan 50.000 unit motor listrik hasil konversi bisa beredar dengan bantuan masing-masing sebesar Rp7 juta. 

Anggaran yang digelontorkan pun tak main-main, yakni Rp7 triliun untuk periode 2023-2024.

Berdasarkan pantauan di website Sistem Informasi Bantuan Pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Roda Dua (SISAPIRa), baru ada sekitar 1.659 orang yang mendaftar, 271 terverifikasi, dan 225 unit yang tersalurkan per 22 Agustus 2023.

Baca Juga: Sebab Motor Listrik Sepi Peminat: Masyarakat Masih Percaya Merek Besar

Rendahnya serapan insentif pembelian motor listrik baru digadang-gadang karena ada kesalahan sasaran penerima. Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso beberapa waktu lalu menuturkan semestinya insentif menyasar semua lapisan masyarakat.

Sementara itu, program insentif yang diluncurkan untuk pembelian motor listrik baru, awalnya didesain bagi UMKM penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM), Bantuan Subsidi Upah (BSU), serta subsidi listrik 450-900 VA.

"Saya kira, kami dengan teman-teman di kementerian semuanya, akan mencoba mendesain ulang kira-kira insentifnya supaya lebih diminati," ujar Susiwijono dalam acara Future Forum; Membangun Ekosistem Baterai Kendaraan Listrik di Jakarta, Selasa (29/8).

Sebagai kelanjutan kabar itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengumumkan soal revisi kebijakan insentif pembelian motor listrik baru. Per 29 Agustus 2023, pemerintah mengubah penerima insentif menjadi lebih luas menjadi seluruh pemegang KTP, dengan persyaratan 1 NIK untuk pembelian 1 unit. Perubahan aturan itu termaktub dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 21 Tahun 2023.

"Masyarakat yang ingin mendapatkan program bantuan pemerintah ini syaratnya adalah WNI berusia paling rendah 17 tahun dan memiliki KTP elektronik. Satu NIK KTP bisa membeli satu unit motor listrik," ujar Menperin dalam keterangan tertulisnya.

Akan tetapi, tetap saja upaya perluasan sasaran insentif motor listrik itu tak berjalan sesuai harapan. Pasalnya, serapan insentif masih belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Namun hingga pengujung 2023, serapan program itu masih amat jauh dari yang diharapkan. Saking rendahnya, serapan insentif motor listrik baru itu bahkan tak mencapai 10% dari target yang telah diterapkan.

Berdasarkan pantauan Validnews di laman SISAPIRa, baru 11.532 unit motor listrik baru terbeli dengan insentif hingga Minggu, 31 Desember 2023.

Harga
Menanggapi rendahnya serapan insentif motor listrik, Sekretaris Jenderal Association of Indonesian Electric Motorcycle Manufacturers atau Asosiasi Industri Motor Listrik Indonesia (AISMOLI) Hanggoro Ananta menilai faktor harga jadi salah satu biang keroknya.

Menurut Hanggoro, harga jual sepeda motor listrik saat ini masih relatif tinggi dan belum ramah bagi dompet masyarakat. Adapun rerata harga motor listrik kualitas jempolan saat ini berada di atas Rp30 juta.

"Belum affordable buat masyarakat karena kita tahu harga motor listrik sekarang memang kalau yang fiturnya advanced bisa di atas Rp30 juta. Kalau yang biasa-biasa saja mungkin di bawah Rp20 juta ada," jelas dia lewat sambungan telepon, Kamis (21/12).

Karena itu, pemerintah punya pekerjaan rumah untuk memastikan harga motor listrik bisa terjangkau bagi masyarakat, baik dengan insentif maupun tanpa insentif.

"Kekhawatiran masyarakat memang soal pricing, jadi ini harus ada peran pemerintah supaya harga kendaraan listrik lebih terjangkau," kata Hanggoro.

Senada, pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung Yannes Pasaribu menyebut harga jadi salah satu faktor yang membuat masyarakat enggan membeli dan menggunakan sepeda motor listrik.

Apalagi, pengguna sepeda motor di Indonesia sampai saat ini masih dari kalangan low income. Artinya, pemerintah harus bisa memastikan harga motor listrik terjangkau bagi masyarakat.

"Gap harga masih terlalu jauh, sedangkan pengguna terbanyak sepeda motor di Indonesia masih di segmen low income," ujarnya saat berdiskusi dengan Validnews, Sabtu (30/12).

Fasilitas Pendukung
Tak hanya itu, Yannes juga menilai fasilitas pengisian daya atau charging station masih relatif kurang dan perlu diperbanyak. Khusus home charging, PT PLN ia sebut perlu menggratiskan penambahan daya listrik di rumah masyarakat yang menggunakan kendaraan listrik.

"Mayoritas pemilik EV akan melakukan home charging. Jadi, tidak bisa lagi menggunakan model pendekatan business as usual, tapi harus ada break through yang signifikan," imbuh Yannes.

Sisi infrastruktur agaknya memang menjadi penghambat selanjutnya setelah faktor harga. Hanggoro menerangkan fasilitas pendukung EV saat ini masih belum established dan belum cukup banyak.

Hal tersebut, sambungnya, membuat masyarakat khawatir ketika ingin bepergian jauh ke daerah yang minim charging station atau swap station.

Masyarakat sendiri akan menjadikan ketersediaan SPKLU maupun SPBKLU sebagai pertimbangan utama sebelum membeli kendaraan listrik. Kendala-kendala tersebut, dia katakan, harus diatasi satu per satu, sembari mengedukasi masyarakat seputar manfaat motor listrik.

"Ini tidak bisa berdiri sendiri, masyarakat juga tidak mau membeli walau memakai bantuan, tapi nanti berpikir ngecas di mana, lalu modelnya, lalu kurang yakin dengan kualitas. Itu masih terjadi," jelasnya.

Angin Segar Di Akhir Tahun
Sejak awal insentif motor listrik diluncurkan, merk kendaraan yang belum ramah di telinga masyarakat digadang-gadang jadi salah satu penyebab rendahnya minat untuk membeli motor listrik.

Masyarakat sudah terlalu lama dimanjakan dan terbiasa dengan merk-merk atau pabrikan ternama, seperti Honda, Yamaha, Suzuki, dan sebagainya. Alhasil, mereka ragu untuk membeli sepeda motor listrik pabrikan lokal yang belum teruji kualitasnya.

Namun jelang akhir tahun, produk motor listrik Honda yang sudah diluncurkan, yakni Honda EM1:e resmi masuk dalam website SISAPIRa dengan harga setelah diskon sebesar Rp33 juta.

Masuknya Honda EM1:e ke dalam katalog SISAPIRa itu jadi angin segar bagi pemerintah untuk mendongrak serapan insentif motor listrik. AISMOLI pun menyambut hangat Honda EM1:e ke dalam program insentif.

Baca Juga: Masyarakat Hemat Lebih Dari Rp2 Juta Per Tahun Dengan Motor Listrik

"Kita sangat menyambut baik. Ini kan memang dengan adanya percepatan, kalau brand-brand besar bisa turut serta mempercepat, sangat kita apresiasi. Tinggal nanti kompetisi masing-masing brand itu bagaimana mereka create produk sesuai kebutuhan masyarakat," papar Hanggoro.

Yannes Pasaribu mengamini, terjunnya Honda ke dalam katalog insentif motor listrik akan mendongkrak keyakinan masyarakat bahwa sepeda motor listrik merupakan keniscayaan di masa yang akan datang.

Dia menyebutkan pemerintah harus mendorong pabrikan ternama lain untuk ikut berpartisipasi meramaikan khasanah permotorlistrikan Indonesia. Pemerintah sebagai regulator harus berkolaborasi dengan pemain otomotif besar dunia.

"Dengan begitu di fase krusial pembentukan ekosistem EV ini, dapat dikawal seluruh aspek SWOT yang ada dan dapat segera diantisipasi berbagai potensi pelemahan dan disikapi dengan cerdas soal seluruh tantangan yang timbul," jabar Yannes.

Hanggoro mengingatkan pelaku industri motor listrik lokal harus mampu bersaing seiring masuknya Honda EM1:e ke dalam program insentif. Menurutnya, jelang tahun 2024, pabrikan lokal harus berpikir terbuka untuk menciptakan produk yang sesuai kebutuhan masyarakat, baik dari sisi desain maupun kualitas.

"Ini bukan sebagai satu ketakutan untuk disikapinya, tapi harus jadi trigger untuk challenge gitu untuk industri yang bertumbuh atau sudah lama tumbuh, tapi memang secara market belum cukup besar," ungkapnya.

Sambut 2024
Lebih lanjut, AISMOLI berharap adopsi motor listrik pada tahun 2024 mendatang bisa meningkat dibandingkan tahun ini. Apalagi untuk program insentif, ditargetkan tersalurkan sebanyak 600.000 unit motor listrik baru tahun 2024.

Produsen motor listrik dalam naungan AISMOLI, sambungnya, sudah berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas fasilitas produksi sebagai antisipasi melonjaknya minat masyarakat membeli motor listrik.

"Tahun 2024 kita optimis market bisa tumbuh, anggota AISMOLI bisa memenuhi kebutuhan masyarakat, dan ini butuh bantuan support dari pemerintah. Kita saling kolaborasi, kita perbaiki apa yang kurang di 2023 ini supaya 2024 lebih baik lagi," sebut Hanggoro.

Sementara itu, Yannes menganggap tumbuhnya serapan pasar motor listrik tahun 2024 hanya bisa terjadi jika seluruh pihak mampu berkolaborasi lebih erat lagi untuk mengembangkan ekosistem EV dengan pengawalan yang sistematik, masif, dan terstruktur dari seluruh jajaran pemerintah.

Baca Juga: Ada Peringatan Hari Motor Listrik Nasional, Apa Kata Pengamat?

"Perlu diingat program EV ini bukanlah program yang market driven, tetapi goverment driven. Tentunya dengan dukungan pertumbuhan ekonomi makro Indonesia yang meningkat," tuturnya.

Seluruh kendala yang menghambat adopsi EV tahun ini, harus diatasi secara serentak atas koordinasi pemerintah pusat dan daerah. Tak sampai situ, harus ada juga keterlibatan pemain EV global yang sudah ada di Indonesia.

Bila perlu, manfaatkan milenial dan gen z sebanyak mungkin untuk menyebarkan hype ataupun tren sepeda motor listrik sebagai keniscayaan di masa yang akan datang.

Kemudian, perguruan tinggi juga diharapkan terlibat menyerap transfer teknologi dalam joint research dan proses product development dengan skema tax deduction yang sudah ada.

"Untuk 2024, hentikan semua wacana yang masih di awang-awang, ubah jadi program kongkret yang doable dan realistis," pungkas Yannes Pasaribu.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar