24 Agustus 2024
13:11 WIB
ESDM Racik Strategi Masifkan Jargas Sebagai Pengganti LPG 3 Kg
Harga gas dalam program jargas berada di level US$4,72 per MMBTU atau lebih tinggi dibanding LPG 3 kg.
Penulis: Yoseph Krishna
Pekerja mengecek meteran jaringan gas PGN di Bogarasa Cookies and Catering di Jalan Surodinawan, Kecamatan Prajuritkulon, Kota Mojokerto, Jawa Timur, Jumat (26/6/2020). Antara Foto/Syaiful Arif/wsj.
JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mencari strategi yang efektif dalam rangka memperbanyak serapan jaringan gas rumah tangga (jargas) sebagai upaya menekan konsumsi LPG 3 kg.
Berdasarkan analisa Kementerian ESDM, saat ini harga gas yang dijual lewat jargas masih lebih mahal dibandingkan LPG 3 kg. Tetapi jika dibanding LPG non-subsidi, harganya tetap lebih murah.
Penggunaan jargas sendiri digadang-gadang lebih memudahkan masyarakat. Pasalnya, masyarakat tak perlu lagi menenteng tabung LPG 3 kg dari agen, pangkalan, maupun pengecer.
"Sebetulnya itu lebih murah dari LPG yang komersial. Jadi, mau pakai nggak kalau seperti itu jargas? Kalau jargas yang pasti lebih aman dan tidak perlu beli-beli tabung," jelas Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana saat ditemui awak media, Jumat (23/8).
Asal tahu saja, harga jual gas lewat jargas berada di level US$4,72 per MMBTU atau lebih tinggi jika dibandingkan 'Tabung Ijo'. Sehingga, Kementerian ESDM terus menganalisa supaya harga jargas bisa lebih kompetitif guna menarik minat masyarakat.
Tapi di sisi lain, Dadan tak menampik jika harga jargas berada di bawah US$4,72 per MMBTU, jatah dari kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) bakal terganggu. Karena itu, dijelaskannya pemerintah tengah menghitung secara matang skema yang paling pas guna mengatasi persoalan tersebut.
Baca Juga: Pakar: Jargas Bakal Efektif Tekan Impor LPG
Sebelumnya, Arifin Tasrif kala menjabat sebagai Menteri ESDM membeberkan ada rencana untuk menyalurkan subsidi di sektor hulu. Dengan demikian, harga jargas diyakini bisa lebih kompetitif.
"Kalau kita menyediakan subsidi untuk LPG itu kan bisa dihitung per kilo-nya sekian, atau kita mau subsidi ke hulu untuk yang gas-nya karena penerimaan dari KKKS itu kan tidak boleh terganggu karena sudah kontrak," jabar Dadan.
Saat ini, Dadan mengungkapkan pihaknya tengah menghitung keekonomian jargas supaya bisa lebih memberi manfaat bagi kantong pemerintah. Program itu sendiri didorong dalam rangka mengoptimalkan sumber daya gas yang ada di dalam negeri.
"Kita lagi menghitung keekonomiannya secara di kantongnya pemerintah tuh lebih memberikan manfaat mana dari sisi keekonomian, dari sisi pendanaan. Intinya, ini dari dalam negeri, sehingga valas kita bisa dijaga untuk keperluan impor yang lain," kata dia.
Di sisi lain, dirinya tak menampik ada pekerjaan rumah yang wajib dirampungkan, yakni soal infrastruktur pendukung jargas supaya gas bisa mengalir ke hunian masyarakat.
"Ini baru kajian-kajian ya, itu nanti juga kita harus bangun dulu jaringannya kan," tegas Dadan Kusdiana.
Sebelumnya, Praktisi Minyak dan Gas Bumi (Migas) Hadi Ismoyo meyakini subsidi di sektor hulu bisa mendongkrak program jaringan gas untuk rumah tangga.
Baca Juga: Soal Program Jargas, Infrastruktur Jadi PR Besar Pemerintah
Dengan adanya subsidi, maka harga gas dijelaskannya relatif lebih kompetitif dan terjangkau oleh masyarakat. Karena itu, harus ada dukungan dari segala elemen pemerintahan, mulai dari legislatif, eksekutif, dan yudikatif untuk mensubsidi hulu gas.
"Saya tidak perlu menerangkan lebih detail keterkaitan trias politika, tapi faktor sukses ini tergantung mereka," jelas Hadi saat dihubungi Validnews beberapa waktu lalu.
Rencana subsidi di sektor hulu pun sudah terdengar di telinganya. Subsidi itu bakal dijalankan dengan cara memangkas bagian pemerintah dan tidak mengutak-atik bagian kontraktor. Dengan demikian, Internal Rate of Return (IRR) investor bisa terjaga dan sektor hulu bisa tetap atraktif.
"Volumenya (jargas) selama ini kecil sehingga belum banyak yang menerapkan subsidi hulu. Jika volume besar dan masif, supaya IRR kontraktor terjaga, memang subsidi hulu ini layak dilakukan," tutur dia.
Secara garis besar, dirinya mengungkapkan masifikasi program jargas ke depannya bisa mengurangi pengurangan impor LPG secara signifikan. Ujungnya, turut berdampak pada pengurangan beban pemerintah di bidang subsidi LPG.
"Program ini bisa dikampanyekan dalam program besar konversi BBM/LPG ke gas sebagai bagian dari kebijakan besar transisi energi nasional," tandas Hadi.