13 Mei 2024
16:03 WIB
Pakar: Jargas Bakal Efektif Tekan Impor LPG
Program jargas digadang-gadang bisa menekan penggunaan LPG di akar rumput.
Penulis: Yoseph Krishna
Ilustrasi. Saluran pipa gas PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) Regional Sumatera Zona 4 di Prabumulih, Sumatra Selatan. Antara Foto/Nova Wahyudi
JAKARTA - Pemerintah tengah menggenjot lagi program jaringan gas bumi (jargas) bagi rumah tangga untuk menggantikan LPG 3 kg sebagai bahan bakar memasak di setiap rumah.
Praktisi Minyak dan Gas Bumi Hadi Ismoyo menilai potensi jargas sejatinya cukup bagus dan menarik. Apalagi dari sisi harga, jargas terbilang lebih murah per satuan MMBTU jika dibandingkan dengan LPG.
"Kelebihan bagi masyarakat tentu harga lebih murah per satuan MMBTU. Penggunaan jargas yang masif bisa menekan penggunaan LPG di masyarakat akar rumput. Dampak positifnya, tentu masyarakat menikmati harga yang lebih murah," ucap dia saat dihubungi Validnews, Senin (13/5).
Selain bagi masyarakat, Hadi meyakini masifikasi program jargas juga berdampak positif kepada pemerintah terkait pengurangan subsidi. Sebagaimana diketahui, LPG menjadi komoditas terbesar dari program subsidi energi di Indonesia.
Baca Juga: SKK Migas: Tren Produksi Gas Terus Naik, Infrastruktur Harus Siap
Tak main-main, jumlah subsidi energi per tahunnya diketahui mencapai ratusan triliun rupiah. Karena itu, pemerintah ia katakan harus mengakselerasi pemanfaatan gas bumi sebagai pengganti LPG bagi setiap rumah tangga lewat program jargas.
"Kalaupun ada subsidi nanti akan sangat ringan. Hal yang tak kalah penting, jargas merupakan energi yang lebih bersih dibandingkan LPG. Untuk jangka panjang, impor LPG bakal berkurang. Ingat bahwa Rp510 triliun per tahun subsidi energi itu sebagian besar untuk LPG," imbuh Hadi.
Secara makro, pengurangan subsidi energi itu dapat direalokasi untuk membangun dan mengakselerasi program jargas. Dengan demikian, tak ada alasan keterbatasan anggaran dalam pengembangan program jargas.
"Sebenarnya tidak ada alasan tidak ada dana, yang dibutuhkan adalah niat yang kuat dari pemerintah untuk menggunakan energi secara efisien," kata dia.
Untuk itu, semua pihak harus terlibat dalam program jargas tersebut. Bukan hanya PGN sebagai perusahaan pelat merah, Hadi mengingatkan program jargas merupakan pekerjaan besar dan harus melibatkan swasta hingga Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Baca Juga: SKK Migas Utamakan Pasokan Gas Bumi Untuk Kebutuhan Domestik
Bahkan, pemerintah ia katakan jangan hanya terfokus pada pembangunan jargas rumah tangga dalam APBN, tetapi juga harus ditarik dalam strategi makro untuk semua lini, mulai dari power plant, kawasan industri, kawasan bisnis, destinasi wisata, sektor perhotelan, real estate, pelabuhan, hingga sektor transportasi.
Guna mewujudkannya, Hadi menilai pemerintah harus mulai memasifkan program jargas di kota-kota besar Pulau Jawa, Bali, hingga Sumatra yang notabene kebutuhan energi nasional sebanyak 70% ada di wilayah tersebut.
"Kalau kita bisa menyelesaikan 70% ini, Insyaallah bisa lebih mudah. Sekali lagi, mindset harus berubah. Menghadapi krisis energi di masa depan harus kita optimalkan resources gas yang kita miliki, no point to return," tegasnya.
Sementara di kawasan Indonesia Timur, pemerintah bisa menunda program jargas. Pasalnya secara klaster, masyarakat maupun industri di Indonesia Timur masih menggunakan BBM.
"Jadi solusinya power plant berbasis BBM dikonversi menjadi berbasis gas dengan modul small Floating Storage & Regasification Unit (FSRU) dan small LNG tanker untuk melayani klaster-klaster tersebut," pungkas Hadi Ismoyo.