c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

28 Oktober 2025

10:50 WIB

ESDM: PLTN Bukan Opsi Terakhir, Target Kapasitas 44 GW di 2060

ESDM menegaskan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) strategis untuk mendukung ketahanan energi nasional sebesar 44 GW. PLTN pertama RI ditargetkan bisa beroperasi pada 2032 mendatang.

Penulis: Yoseph Krishna

<p>ESDM: PLTN Bukan Opsi Terakhir, Target Kapasitas 44 GW di 2060</p>
<p>ESDM: PLTN Bukan Opsi Terakhir, Target Kapasitas 44 GW di 2060</p>

Foto udara pembangkit listrik tenaga nuklir di Wuhan, China. Shutterstock/Wirestock Creators

JAKARTA - Pemerintah terus menggodok pengembangan sumber energi nuklir sebagai salah satu 'senjata' mencapai Net Zero Emission (NZE) dalam rangkaian agenda transisi energi nasional.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menegaskan, pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) merupakan opsi strategis untuk mendukung ketahanan energi nasional dan menjadi upaya transisi menuju masa depan energi yang berkelanjutan.

"PLTN sebagai salah satu opsi strategis dalam peta transisi energi nasional dalam mencapai Net Zero Emission 2060. PLTN tidak lagi dianggap sebagai opsi terakhir, melainkan sebagai bagian penting dari perencanaan energi nasional," ungkapnya lewat siaran pers, Jakarta, Senin (27/10).

Baca Juga: RPP KEN Terbaru: Nuklir Tak Lagi Jadi Opsi Terakhir Energi RI

Dia menyebut, pengembangan PLTN sejalan dengan Asta Cita yang digagas Presiden Prabowo Subianto, yakni memperkuat pertahanan dan keamanan, sekaligus mendorong kemandirian nasional lewat swasembada pangan, energi, air, serta pengembangan ekonomi hijau dan biru.

Pengembangan tenaga nuklir sendiri dia sampaikan telah termaktub dalam UU Nomor 10 Tahun 1967 tentang Ketenaganukliran, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, hingga yang teranyar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN).

Dalam PP 40/2025, PLTN sudah tidak lagi dianggap sebagai opsi terakhir dalam penyediaan energi, melainkan sebagai bagian penting dari perencanaan energi nasional.

Pada beleid itu, sambungnya, Indonesia punya komitmen mengoperasikan PLTN pertama kali pada 2032 mendatang dan ditargetkan kapasitasnya bisa menyentuh 44 Gigawatt (GW) pada 2060.

"Dari total rencana 44 GW, sekitar 35 GW akan dialokasikan untuk kebutuhan listrik umum, sementara 9 GW ditujukan bagi produksi hidrogen nasional," tambah Yuliot.

Baca Juga: PLN Siap Wujudkan Proyek PLTN Dalam RUPTL 2025-2034

Sesuai dengan PP 40/2025 tentang Kebijakan Energi Nasional, peran energi nuklir, sepanjang keekonomiannya terpenuhi, ditargetkan bisa menembus 0,4-0,5% di 2032, 2,8-3,4% di 2040, 6,8-7% di 2050, serta 11,7-12,1% di 2060 mendatang.

Adapun visi pengembangan nuklir sudah dimulai Indonesia sejak awal 1960-an yang diawali dengan pembangunan tiga reaktor riset, yakni Reaktor Triga di Bandung berkapasitas 2 Megawatt (MW), Reaktor Kartini di Yogyakarta berkapasitas 100 kilowatt (kW), serta Reaktor Serpong di Tangerang yang memiliki kapasitas 30 MW.

Tantangan PLTN, Pendanaan-Konstruksi
Walau punya prospek besar, Yuliot tak menampik terdapat tantangan yang mengadang upaya pengembangan PLTN. Utamanya, datang dari sisi pendanaan dan waktu pembangunan PLTN.

"Biaya investasi untuk satu unit PLTN dapat mencapai US$3,8 miliar, dengan waktu konstruksi sekitar 4-5 tahun," jabar dia.

Baca Juga: PLN Minta Dukungan Pendanaan Untuk Kembangkan PLTN

Di samping itu, tantangan juga datang dari isu sosial. Wamen Yuliot tak mengesampingkan kekhawatiran masyarakat akan risiko bencana alam ketika nanti PLTN resmi beroperasi di Indonesia.

Dia menegaskan, isu sosial tersebut tak luput dari perhatian pemerintah. Pemerintah pun menjamin operasional PLTN yang aman dengan menggandeng pemangku kepentingan terkait lainnya.

"Pemerintah akan memperhatikan penuh mitigasi dan pengawasan yang ketat, serta kerja sama internasional untuk memastikan operasional melalui BAPETEN," tandas Yuliot.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar