26 Agustus 2025
20:34 WIB
PLN Minta Dukungan Pendanaan Untuk Kembangkan PLTN
PLN butuh dukungan dari berbagai sisi dalam rangka mengembangkan PLTN, termasuk pada aspek pendanaan.
Penulis: Yoseph Krishna
Foto udara pembangkit listrik tenaga nuklir di Wuhan, China. Shutterstock/Wirestock Creators
JAKARTA - Direktur Utama PT PLN Darmawan Prasodjo menegaskan pihaknya butuh dukungan dari berbagai sisi, termasuk pendanaan dalam rangka mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034, ditargetkan ada PLTN yang beroperasi dengan kapasitas 500 megawatt. Tapi, Darmawan tak menutup kemungkinan kapasitas PLTN bisa meroket sampai 7 gigawatt (GW) pada tahun 2040 yang akan datang.
Di lain sisi, PT PLN juga punya pekerjaan rumah lain, seperti membangun jaringan transmisi untuk mengatasi mismatch supply energi terbarukan dengan pusat demand. Tak tanggung-tanggung, proyek jaringan transmisi ditargetkan mencapai 48 ribu kilometer sirkuit (kms) dengan kebutuhan investasi Rp434 triliun.
Sedangkan internal rate of return (IRR) dari proyek transmisi itu hanya di kisaran 2%-4%, serta rerata cost of fund sebesar 8%.
"Jadi, cost of fund jauh lebih tinggi dari rate of return-nya. Tentu saja financial strength PLN menjadi perlu mendapat dukungan dari negara dalam hal ini," jabar Darmawan dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR, Selasa (25/8).
Baca Juga: PLN Siap Wujudkan Proyek PLTN Dalam RUPTL 2025-2034
Dukungan Kebijakan
Darmawan juga menekankan, harus ada pergeseran kebijakan dalam rangka menyukseskan proyek PLTN di Indonesia. Pasalnya, PLTN merupakan bisnis baru bagi PT PLN yang notabene sangat berbeda dengan pembangkit-pembangkit berbasis energi terbarukan lain, maupun pembangkit energi fosil yang selama ini dioperasikan.
"Kami punya keyakinan bahwa ini diperluan suatu shift of policy, karena memang strateginya sudah bergeser fossil based menjadi renewable based. Tadinya tidak ada nuklir, menjadi adanya nuklir," tutur dia.
Dia mengibaratkan selama ini PT PLN menggunakan mobil dengan spesifikasi untuk ajang balap Formula 1. Tetapi, ada perintah untuk berganti ke ajang offroad yang perlu penyesuaian lagi.
Sehingga, harus ada penyesuaian dari berbagai aspek, termasuk untuk memperbaharui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Revisi atau pembaharuan beleid tersebut, sambung Darmawan, sangat tepat untuk dilakukan saat ini ketika pemerintah semakin serius menjadikan nuklir sebagai basis energi pembangkit listrik.
"Inilah waktu yang memang momen sangat tepat karena ada pergeseran landscape yang ini memerlukan strategi baru. Tadi Formula 1, digantikan dengan offroad, mobilnya pun berbeda, medannya berbeda, tantangannya pun berbeda. Maka, kebijakan dan strategi perlu dilakukan suatu adjustment," jabarnya.
Baca Juga: Negara Dengan Jumlah PLTN Terbanyak Di Dunia
Lebih lanjut, Darmawan menekankan rencana tambahan kapasitas PLTN menjadi sebesar 7 GW tahun 2040 masih dalam proses modelling. Sembari menggodok rencana itu, dia menyarankan agar pemerintah bersama DPR segera membahas pembaharuan atau perubahan UU Nomor 30 Tahun 2009.
"Antara modelling sektor kelistrikan yang dilakukan Ditjen Ketenagalistrikan dan juga PT PLN sampai 2040 akan kira-kira ada tambahan lagi sekitar 7 GW nuklir yang akan masuk dalam RUPTL sampai 2040, modelling-nya sedang dalam proses," kata Darmawan.
Ditegaskannya, pengembangan PLTN perlu didukung kebijakan dari pemerintah, dan memerlukan dukungan politik karena berkaitan dengan upaya memitigasi perubahan iklim dan menghadirkan energi yang terjangkau bagi masyarakat.
"Ini tapaknya perlu ditentukan, kebijakannya pun harus jelas, institusinya harus dibangun, dukungan politik pun. Ini menjadi tantangan dari nuklir adalah dukungan politik dan dukungan dari sosial dan masyarakat. Number one challenge of nuclear development adalah dukungan politik," tandas Darmawan Prasodjo.