08 Juli 2025
18:47 WIB
ESDM Buka Peluang Hapuskan Proses Lelang Blok Migas
Proses lelang blok migas memakan waktu, pemerintah siap tunjuk langsung KKKS yang ingin berinvestasi di Indonesia.
Penulis: Yoseph Krishna
Pekerja Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT) memeriksa fasilitas produksi anjungan lepas pantai Sepinggan Field Daerah Operasi Bagian Selatan (DOBS), Kalimantan Timur, Senin (25/3/2024). Antara Foto/Hafidz Mubarak A
JAKARTA – Proses Lelang blom migas dinilai pemerintah memakan waktu terlalu lama. Karena itu, pemerintah tengah mempertimbangkan untuk menghilangkan proses ini, demi mendongkrak lifting minyak nasional.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengatakan, faktor yang menjadi pertimbangan pemerintah adalah saat ini tidak begitu banyak perusahaan global baru yang bergerak di bidang hulu minyak dan gas bumi.
Sementara dalam proses lelang, pemerintah butuh minimal tiga perusahaan yang akan berkompetisi. Menurut Yuliot, proses pencarian KKKS yang tertarik berinvestasi pada suatu blok migas itu cukup memakan waktu.
"Minimal itu harus menyiapkan tiga perusahaan yang ikut serta dalam proses tender, kemudian kita kompetisikan. Padahal kalau kita lihat yang bergerak di hulu migas itu justru perusahaannya secara global relatif terbatas, akhirnya lo lagi, lo lagi, lo lagi," ujar Yuliot dalam Sarasehan Nasional 'Mendorong Keberlanjutan Industri Hulu Minyak dan Gas untuk Kemandirian Energi' di Jakarta, Selasa (8/7).
Baca Juga: Makin Jeblok, Lifting Minyak RI Baru Sentuh 568 Ribu BOPD Sampai Mei 2025
Keadaan tersebut membuat pemerintah berpikir untuk merombak aturan pengelolaan blok migas di Indonesia. Bahkan bukan tak mungkin, proses tender akan digantikan dengan penunjukkan langsung perusahaan yang tertarik menyuntik modal mereka di sektor hulu migas nasional.
Dijelaskannya, simplifikasi proses menjadi salah satu dan yang paling utama diinginkan oleh investor hulu migas global untuk berinvestasi di Indonesia.
Jadi selama ada KKKS yang berminat pada sebuah blok migas, punya permodalan yang cukup, dan memiliki teknologi yang mumpuni, pemerintah bisa saja menunjuk langsung sebagai pengelola.
"Termasuk juga sudah melakukan operasi di banyak negara, seharusnya pilihan kita bisa langsung. Sehingga, mereka bisa masuk dalam proses perizinan dan waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan investasi hulu migas menjadi lebih sederhana," jabarnya.
Pada kesempatan itu, Yuliot juga menyinggung mirisnya kondisi lifting minyak Indonesia beberapa tahun terakhir. Pada 2024 lalu saja, lifting minyak hanya mencapai sekitar 580 ribu barel per hari (BOPD).
Kondisi tersebut berbanding terbalik jika disandingkan dengan era kejayaan hulu migas Indonesia periode 1990-an. Kala itu, lifting minyak berada di kisaran 1,6 juta BOPD dengan konsumsi dalam negeri yang hanya 500 ribu-600 ribu BOPD.
"Ini dengan natural decline, pada tahun lalu produksi kita sekitar 580 ribu BOPD, sementara konsumsi dalam negeri 1,6 juta BOPD, kita impor 1 juta BOPD. Tentu ini merupakan bagian kebijakan bagaimana kita meningkatkan produksi," imbuhnya.
Baca Juga: Prabowo Instruksikan Penyederhanaan Regulasi Jelang Lelang 60 Blok Migas
Ia menambahkan, pemerintah terus memikirkan strategi yang tepat dalam rangka mendongkrak lifting minyak nasional untuk memenuhi target swasembada energi ala Presiden Prabowo Subianto.
Ia menuturkan salah satu yang terus diupayakan adalah Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Beleid itu dinilai sudah uzur, sehingga perlu adanya evaluasi dan pembaharuan.
"Kalau kita lihat UU Nomor 22 Tahun 2001 ini kayaknya secara substansi sudah harus banyak kita lakukan evaluasi, bagaimana kita lebih memberi kemudahan dan kepastian, juga untuk investasi di sektor hulu migas," katanya.