15 April 2023
10:02 WIB
JAKARTA – Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengungkapkan, berdasarkan tujuan ekspor minyak kelapa sawit, kenaikan terbesar terjadi untuk tujuan China periode Januari-Februari 2023 yakni sebesar 55% atau meningkat 287 ribu ton.
Sementara Bangladesh meningkat 115 ribu ton atau 289% dan disusul Mesir meningkat sebanyak 81 ribu ton atau meningkat 142%.
“Sementara itu, kenaikan ekspor juga terjadi untuk tujuan Uni Eropa (selain Spanyol dan Italia), Filipina, Myanmar dan Vietnam meskipun dalam jumlah yang lebih kecil,” ujar Eddy dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat (15/4) seperti dilansir Antara.
Lebih lanjut, produksi minyak kelapa sawit pada Februari 2023 tercatat sebanyak 3,88 juta ton, lebih rendah dibandingkan dengan produksi pada Januari 2023 yang mencapai 3,89 juta ton.
Sedangkan penurunan ekspor yang besar terjadi untuk tujuan India yakni mengalami penurunan sebanyak 301 ribu ton atau 41% dan Pakistan menurun sebesar 87 ribu ton atau 45%. Penurunan juga terjadi untuk tujuan Amerika Serikat, Malaysia, dan Singapura dengan jumlah yang lebih kecil.
Baca Juga: DJBC Optimistis Penerimaan Bea Keluar Sawit Sentuh Rp9 Triliun
Sementara itu, total konsumsi dalam negeri pada Februari 2023 sebesar 1.803 ribu ton, lebih tinggi dibanding Januari 2023 sebesar 1.786 ribu ton. Meskipun dalam jumlah yang tidak signifikan, kenaikan ini terutama untuk konsumsi industri pangan, industri oleokimia maupun industri biodiesel.
Lebih lanjut, berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Indonesia berpeluang terjadinya el Nino kecil yang semakin menurun sampai memasuki akhir musim kemarau 2023.
Kondisi tersebut diprediksi tidak akan begitu berpengaruh terhadap produktivitas tanaman kelapa sawit, sehingga diharapkan produksi sawit dalam negeri akan terus meningkat sepanjang tahun 2023.
“Meskipun demikian, anggota GAPKI diminta untuk mempersiapkan sarana, prasarana dan sumber daya untuk menghadapi musim kemarau,” tukasnya.
Sumbang Devisa US$5,29 Miliar
Eddy juga menambahkan, industri sawit Indonesia pada periode Januari-Februari 2023 menyumbang devisa bagi RI sebesar US$5,29 miliar.
“Ekspor minyak sawit dalam neraca perdagangan Indonesia dalam neraca perdagangan kontribusinya positif, sampai dengan Februari ini masih US$5,29 miliar. Ini sebabkan neraca perdagangan kita positif,” ujarnya.
Eddy juga menuturkan, nilai ekspor mengalami kenaikan dari US$2,6 miliar pada Januari 2023 menjadi US$2,68 miliar pada Februari 2023 ini.
Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan ekspor pada olahan minyak sawit dari 2.121 ribu ton pada bulan Januari menjadi 2.254 ribu ton pada bulan Februari (harga produk olahan lebih tinggi dari harga bahan baku CPO).
Baca Juga: Kemenkeu Siap Bagi DBH Sawit Rp3,4 Triliun ke 350 Daerah
Gapki juga mencatat jumlah konsumsi dalam negeri berangsur meningkat, yakni pada 2022 mencapai 20,9 juta ton, sementara pada tahun 2021 tercatat sebesar 18,4 juta ton dan 2019 sebesar 16,7 juta ton.
“Kalau kita melihat produksi 4 tahun terakhir memang kecenderungannya sudah stagnan, sementara dari grafik konsumsi justru terjadi kenaikan,” paparnya.
Lebih lanjut, Eddy pun meyakini pada 2023 kenaikan konsumsi akan terjadi karena adanya mandatory B35 yang diprediksi mendongkrak konsumsi hingga 3 juta ton.
Untuk mencapai target tersebut, pihaknya meminta pemerintah agar program peremajaan sawit rakyat (PSR) dapat segera dilakukan.
Kemudian, Gapki turut mencatat tren penurunan volume ekspor pada Februari 2023 sebanyak 2,91 juta ton, sementara pada Januari tercatat sebesar 2,94 juta ton.