05 Mei 2025
13:57 WIB
Ekonomi Tumbuh 4,87% Di Bawah Prediksi, BPS: Tetap Terjaga Dan Tumbuh Positif
BPS menekankan, capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,87% di kuartal I/2025 masih lebih tinggi dibanding sejumlah negara lain di kawasan Asia yang jauh lebih rendah.
Penulis: Siti Nur Arifa
Editor: Khairul Kahfi
Dua warga melintas dengan latar belakang gedung perkantoran di jembatan penyebrangan orang tanpa atap Sudirman, Jakarta, Kamis (16/11/2023). ValidNewsID/Darryl Ramadhan
JAKARTA - Kepala Badan Pusat Statistik Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,87% di kuartal I/2025 tetap tumbuh di tengah ketidakpastian global. BPS juga membandingkan pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini masih terbilang positif, di tengah pertumbuhan ekonomi sejumlah negara yang lebih rendah.
"Amerika Serikat tumbuh melambat baik dibandingkan pada triwulan IV/2024 ataupun bila dibandingkan triwulan I/2024. Malaysia, Singapura, dan Vietnam tumbuh melambat dibandingkan triwulan IV/2024, tetapi tumbuh dibandingkan triwulan I/2024. Kemudian, Korea Selatan mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,1% (yoy)," ujar Amalia dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (5/5).
Baca Juga: Merosot, Ekonomi Indonesia Kuartal I/2025 Hanya Tumbuh 4,87%
Pantauan BPS, beberapa negara mitra dagang utama RI mengalami tekanan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2025 seperti Amerika Serikat yang tumbuh 2,0% (yoy), Jepang 1,8% (yoy), Singapura 3,8% (yoy), dan Malaysia 4,4% (yoy). Sementara China dan Vietnam mencatatkan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, masing-masing 5,4% dan 6,9% (yoy).
Di dalam negeri, meski ekonomi Indonesia pada kuartal I/2025 hanya mencatat pertumbuhan sebesar 4,87% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 5,11% (yoy) pada periode sama tahun sebelumnya, Amalia memastikan pertumbuhan ekonomi tetap terjaga ditopang sejumlah sektor.
"Ekonomi Indonesia pada triwulan I/2025 tumbuh sebesar 4,87% (yoy), yang ditopang oleh sektor pertanian yang tumbuh double digit, industri makanan dan minuman yang tetap solid, serta sektor transportasi. Selain itu, Ramadan dan Idulfitri juga menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi," tambahnya.
Lebih detail di kuartal I/2025, seluruh lapangan usaha tumbuh positif kecuali lapangan usaha pertambangan. Adapun lapangan usaha utama yang memberikan kontribusi dominan berhadap PDB adalah industri pengolahan, perdagangan, pertanian, dan konstruksi dengan total mencapai 63,9% terhadap PDB.
Di posisi penyumbang pertama, ada industri pengolahan masih tumbuh sebesar 4,55% (yoy) dan memberi konstribusi terhadap total PDB sebesar 19,25%. Kedua, industri perdagangan yang tumbuh sebesar 5,03% (yoy) dengan memberikan kontribusi terhadap total PDB sebesar 13,22%.
Ketiga, sektor pertanian yang tumbuh sebesar 10,52% (yoy) didukung peningkatan panen raya dan produksi tanaman padi dan jagung, yang menyumbang 12,66% terhadap PDB.
"Kemudian, ada juga jasa lainnya yang relatif tumbuh tinggi karena ditopang oleh meningkatnya jumlah perjalanan wisatawan nusantara dan kunjungan wisatawan mancanegara selama triwulan I/2025," tambah Amalia.
Baca Juga: Bank Dunia: Pertumbuhan Ekonomi RI Rata-Rata 4,8% Hingga 2027
Sementara itu, menyorot distribusi dan pertumbuhan PDB menurut pengeluaran, Pada kuartal I/2025, seluruh komponen tumbuh positif kecuali konsumsi pemerintahan yang terkontraksi dalam.
Komponen pengeluaran yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB berasal dari konsumsi rumah tangga yang tumbuh 4,89% (yoy) dengan kontribusi sebesar 54,53% ke PDB. Disusul investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang berkontribusi 28,23% namun tumbuh melambat menjadi 2,12% (yoy).
Komponen pengeluaran yang juga tumbuh positif adalah ekspor sebesar 6,78% (yoy), yang menyumbang 22,30% distribusi terhadap PDB. Positifnya pertumbuhan ekspor didorong oleh kenaikan nilai ekspor non-migas dan kunjungan wisatawan mancanegara.
"Konsumsi rumah tangga juga tumbuh tinggi karena didorong oleh adanya liburan menjelang Idulfitri di akhir bulan Maret 2025," tambah Amalia.
Di sisi lain, konsumsi pemerintah terkontraksi 1,38% (yoy). Hal ini, Amalia garisbawahi, dipengaruhi oleh adanya normalisasi kegiatan nasional Pemilihan Umum (Pemilu) yang cukup tinggi di kuartal I/2024.
"Triwulan pertama tahun ini (2025) kalau kita bandingkan dengan triwulan pertama tahun lalu (2024) ada belanja pemerintah yang cukup besar terutama untuk pemilihan umum. Jadi di tahun lalu ada pemilu, di tahun ini tidak ada pemilu, itu salah satu penyebabnya (konsumsi pemerintah turun)," jelas Amalia.