c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

28 April 2025

08:00 WIB

Bank Dunia: Pertumbuhan Ekonomi RI Rata-Rata 4,8% Hingga 2027

Bank Dunia menyebut salah satu faktor rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 4,8% adalah ketidakpastian perdagangan global. 

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">Bank Dunia: Pertumbuhan Ekonomi RI Rata-Rata 4,8% Hingga 2027</p>
<p id="isPasted">Bank Dunia: Pertumbuhan Ekonomi RI Rata-Rata 4,8% Hingga 2027</p>

Ilustrasi kegiatan ekonomi. Suasana bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta, Senin (5/8/2024). Antara Foto/Aprillio Akbar 

JAKARTA - Bank Dunia (World Bank/WB) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata hingga 2027 berada di kisaran 4,8%. Ketidakpastian kebijakan perdagangan global dan penurunan harga komoditas akan memengaruhi perdagangan Indonesia dan kepercayaan investor.

“Meskipun sulit untuk mengukur dampak penuh dari langkah-langkah terkini karena pergeseran kebijakan mungkin terus terjadi, pertumbuhan diproyeksikan akan menurun hingga rata-rata 4,8% selama 2025-2027,” kata Bank Dunia dalam laporan Macro Poverty Outlook yang diakses Validnews di Jakarta, Minggu (28/4).

Bank Dunia menyebut proyeksi pertumbuhan 4,7% pada 2025, 4,8% pada 2026, dan 5% pada 2027.

Dalam publikasi yang sama tahun 2024, Bank Dunia meramal pertumbuhan ekonomi mencapai rata-rata 5% pada tahun 2024-26. Rinciannya, 4,9% di 2024 dan masing-masing 5% di 2025-2026.

Pada 2025, konsumsi masyarakat diperkirakan tumbuh 4,9%, konsumsi pemerintah terkontraksi 2,1%, investasi 6,1%, ekspor 4,8% dan impor 4,5%.

Secara sektoral, pertanian tumbuh 3,6%, industri 3,8% dan jasa 5,7%.

Menurut Bank Dunia, pertumbuhan Indonesia tetap tangguh, kemiskinan dan pengangguran menurun, tetapi penciptaan lapangan kerja kelas menengah tertinggal. Ketidakpastian kebijakan global dan domestik memicu arus keluar portofolio, yang menekan rupiah.

Baca Juga: BI Pede Pertumbuhan Ekonomi 2025 Bisa Capai 5,5%

Oleh karena itu, reformasi struktural untuk mempercepat pertumbuhan produktivitas, di samping kehati-hatian fiskal dan moneter, merupakan kunci untuk memajukan agenda pertumbuhan pemerintah.

Stimulus permintaan yang diumumkan ditambah dengan reformasi yang direncanakan untuk meningkatkan kapasitas ekonomi bisa mengimbangi dampak ketidakpastian ini. Pembentukan modal diharapkan meningkat secara bertahap seiring terwujudnya investasi melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).

Pertumbuhan konsumsi swasta akan tetap tangguh, dengan sedikit moderasi karena kurangnya lapangan kerja yang berkualitas meningkatkan tabungan. Masyarakat memilih menekan belanja dan menyimpan dana sebagai respons pada ketidakpastian penerimaan di masa depan.

Dengan permintaan yang berkelanjutan, tingkat kemiskinan, yang diukur pada garis LMIC, diproyeksikan akan turun menjadi 11,5% pada 2027. Kesenjangan output yang positif akan memicu inflasi, yang diperkirakan akan tetap berada dalam kisaran target Bank Indonesia.

Pengeluaran diproyeksikan untuk mengakomodasi program-program prioritas baru, yang meningkatkan defisit fiskal menjadi 2,7% dari PDB. Pengeluaran akan bergeser lebih jauh ke arah pengeluaran sosial, termasuk Program Pangan Bergizi yang baru. 

Utang akan stabil pada sekitar 41% dari PDB, dengan biaya pinjaman yang lebih tinggi mendorong pembayaran bunga menjadi 19% dari total pendapatan. Di tengah kondisi keuangan global yang ketat dan langkah-langkah kebijakan perdagangan, defisit transaksi berjalan diproyeksikan akan melebar menjadi 1,7% dari PDB pada tahun 2027 di bawah tingkat sebelum pandemi. 

Investasi asing langsung akan tetap menjadi sumber utama pendanaan eksternal, sebagian besar diarahkan ke hilirisasi industri, tetapi akan meningkat secara bertahap seiring waktu karena investor asing mencari lebih banyak stabilitas kebijakan. 

Risiko terhadap prospek cenderung menurun. Ketidakpastian kebijakan perdagangan, harga komoditas yang lebih lemah, dan ketidakpastian kebijakan domestik dapat menimbulkan tantangan bagi pertumbuhan.

Pendapatan Menengah
Indonesia mencapai status negara berpendapatan menengah ke atas pada 2023 dan menargetkan status negara berpendapatan tinggi pada 2045.

Guna mencapai tujuan itu, Indonesia harus mempercepat pertumbuhannya hingga setidaknya 6%. Pemerintah menargetkan 8% pada 2029 melalui investasi yang lebih tinggi.

Bank Dunia menilai, meski permintaan yang kuat telah mendukung kinerja ekonomi yang stabil dan menurunkan kemiskinan, namun percepatan pertumbuhan memerlukan penerapan reformasi struktural untuk meningkatkan potensi pertumbuhan negara dan mengurangi risiko overheating berlebihan.

“Meskipun memiliki fondasi ekonomi makro yang kuat, Indonesia mengalami perlambatan dalam pertumbuhan produktivitas,” imbuh Bank Dunia.

Baca Juga: Melambat, Ekonomi Indonesia Hanya Tumbuh 5,03% pada 2024

Kendala struktural menghambat alokasi sumber daya yang lebih efisien ke sektor yang paling produktif, yang menyebabkan penurunan terus-menerus dalam faktor pertumbuhan produktivitas, dari 2,3% menjadi 1,2% antara tahun 2011 dan 2024.

Untuk mengatasi masalah ini, Indonesia perlu memajukan reformasi efisiensi, termasuk melalui pendalaman sektor keuangan dan peningkatan iklim investasi, perdagangan, dan bisnis.

Pada angka 12,7%, pendapatan terhadap PDB Indonesia pada tahun 2024 adalah yang terendah di antara negara-negara berpenghasilan menengah. Pendapatan pajak yang hilang diperkirakan sebesar 6,4% dari PDB. Dengan menutup kesenjangan ini, ruang fiskal untuk mendanai Visi Indonesia 2045 akan lebih luas.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar