c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

12 November 2024

17:37 WIB

Ekonom Waspadai Pelemahan Kelas Menengah Pasca Subsidi BBM Berubah Jadi BLT

Ekonom menilai perubahan skema penyaluran BBM subsidi jadi BLT berisiko langsung bagi masyarakat kelas menengah. Pasalnya, masyarakat kelas menengah kemungkinan besar tak akan masuk dalam target BLT.

Penulis: Yoseph Krishna

Editor: Khairul Kahfi

<p>Ekonom Waspadai Pelemahan Kelas Menengah Pasca Subsidi BBM Berubah Jadi BLT</p>
<p>Ekonom Waspadai Pelemahan Kelas Menengah Pasca Subsidi BBM Berubah Jadi BLT</p>

Ilustrasi BLT. Penyaluran program bantuan langsung tunai (BLT) untuk 47.801 buruh rokok di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Antara/HO-Dinsos Kudus.

JAKARTA - Ekonom INDEF Abra Talattov menilai, implementasi perubahan skema penyaluran BBM bersubsidi menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT) punya dampak negatif maupun risiko langsung bagi masyarakat kelas menengah di tanah air.

Pasalnya, masyarakat kelas menengah kemungkinan besar tak akan masuk dalam target penerima BBM bersubsidi. Sehingga, kelompok tersebut dipastikan bakal mengalami tekanan saat subsidi BBM diubah menjadi BLT oleh pemerintah.

"Ini tentu akan mengalami tekanan, di saat kita tahu dalam 10 tahun terakhir terjadi penurunan jumlah kelas menengah," ucapnya dalam sesi diskusi yang digelar salah satu stasiun TV swasta nasional, Jakarta, Selasa (12/11).

Abra pun menyarankan, pemerintah dapat membuat masa transisi dalam kebijakan subsidi langsung atau BLT BBM tersebut. Penerapan skema baru dalam mengakses BBM bersubsidi, menurutnya, tak harus langsung dilakukan pada masyarakat desil 1 sampai 4 atau 40% terbawah.

"Tidak harus langsung, tetapi masyarakat menengah atau masyarakat rentan (miskin) itu juga dimungkinkan untuk mendapat subsidi BBM," tuturnya.

Baca Juga: DEN Rekomendasikan Pemerintah Jaga Daya Beli Kelas Menengah

Abra menekankan, masa transisi itu dilakukan semata-mata untuk menjaga daya beli kelas menengah. Supaya tidak menimbulkan gejolak sosial berlebihan sambil bisa mempertahankan konsumsi dari kelas tersebut.

Setelah 2-3 tahun ke depan, menurutnya, barulah pemerintah bisa melihat lagi efektivitas ataupun penurunan konsumsi Solar dan Pertalite dengan skema penyaluran langsung.

"Dari situ nanti pemerintah bisa melakukan adjustment lagi. Apakah kelompok masyarakat yang mendapatkan subsidi BBM itu mulai diturunkan dari desil 1 sampai desil 7, misalkan diturunkan desil 1 sampai desil 6, dan seterusnya," tandasnya.

Namun demikian, secara umum Abra akui, perubahan skema penyaluran BBM bersubsidi menjadi BLT dapat memberi manfaat bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.

Mengutip catatan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang digarap Badan Pusat Statistik (BPS), Abra menyebut, BBM bersubsidi lebih condong dikonsumsi pengguna dari kalangan masyarakat kelas menengah ke atas.

Dia mengatakan, sekitar 70% penikmat Pertalite merupakan kendaraan roda empat. Sedangkan 30% sisanya merupakan konsumen kendaraan roda dua. 

Baca Juga: Kelas Menengah Juga Butuh Jaring Pengaman

Begitu pun untuk Solar, hingga kini masih banyak digunakan oleh kendaraan roda empat pribadi, bukan kendaraan logistik maupun transportasi umum.

"Sisi masyarakat akan menguntungkan, karena dari data BPS juga Susenas, berkali-kali menunjukkan bahwa 40% masyarakat teratas itu menikmati volume maupun jumlah BBM subsidi lebih banyak dibandingkan 60% terbawah," papar Abra.

Bagi pemerintah, ruang fiskal APBN juga bakal semakin besar apabila perubahan skema penyaluran subsidi BBM menjadi berbentuk BLT bisa terealisasi.

Dengan begitu, Abra mengatakan, pos belanja modal pemerintah bisa bertambah karena saat ini porsinya semakin kecil terhadap belanja pemerintah pusat. Artinya, ada manfaat yang didapatkan dari perubahan skema subsidi, yakni menekan beban dari APBN.

"Nah, artinya memang dari sisi dampak positif kepada APBN dan masyarakat ini bisa lebih terukur," ucapnya.

Kelas Menengah RI Berisiko Turun Kelas
Sebelumnya, Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengidentifikasi, kelompok kelas menengah Indonesia rentan turun kelas ekonomi dan kembali ke kategori menuju kelas menengah (aspiring middle class). Bahkan, dalam beberapa kondisi, kelompok kelas menengah RI juga berpotensi jatuh dan masuk kelompok rentan miskin. 

Baca Juga: BPS: Kelas Menengah RI Berisiko Turun Kelas Ke Kategori Rentan Miskin

Dengan demikian, BPS menggarisbawahi, kondisi tersebut juga mengindikasikan kelompok kelas menengah RI akan lebih sulit untuk lompat naik menuju kelas atas. 

Pihaknya juga mencatat, modus pengeluaran penduduk kelas menengah cenderung mendekati batas bawah pengelompokan.

“Sebagian besar penduduk kelas menengah ini cenderung lebih dekat ke batas bawah pengelompokan kelas menengah. Sehingga kalau kita hitung modusnya (data), maka ada di sekitar Rp2.056.000 per kapita per bulan,” jelas Amalia, Jakarta, Rabu (28/8).

Batas bawah pengelompokan pengeluaran kelas menengah Indonesia 2024 berkisar Rp2.040.262 per kapita per bulan. Adapun, batas ini sekitar 3,5 kali lipat dari besaran pengeluaran masyarakat yang masih dalam area miskin atau garis kemiskinan sebesar kurang dari Rp582.932 per kapita per bulan.

Sebagai perbandingan juga, pihaknya mencatat, kelompok kelas atas di 2024 punya pengeluaran sekitar Rp9.909.844 per kapita per bulan. Capaian pengeluaran kelas atas ini sekitar 17 kali lipat dari garis kemiskinan per kapita per bulan.

“Ada kerentanan (kelas menengah RI) kalau nanti terganggu (pengeluarannya), dia masuk kembali kepada aspiring middle class,” ucapnya. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar