c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

28 Agustus 2024

16:28 WIB

BPS: Kelas Menengah RI Berisiko Turun Kelas Ke Kategori Rentan Miskin

BPS menyebut kondisi tersebut juga mengindikasikan kelompok kelas menengah RI akan lebih sulit untuk lompat naik menuju kelas atas.

Penulis: Khairul Kahfi

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">BPS: Kelas Menengah RI Berisiko Turun Kelas Ke Kategori Rentan Miskin</p>
<p id="isPasted">BPS: Kelas Menengah RI Berisiko Turun Kelas Ke Kategori Rentan Miskin</p>

Calon konsumen memilih minuman kemasan di sebuah pusat perbelanjaan, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (5/7/2024). Antara Foto/Sulthony Hasanuddin

JAKARTA - Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengidentifikasi, kelompok kelas menengah Indonesia rentan turun kelas ekonomi dan kembali ke kategori menuju kelas menengah (aspiring middle class). Bahkan, dalam beberapa kondisi kelompok kelas menengah RI juga berpotensi jatuh dan masuk kelompok rentan miskin. 

Dengan demikian, BPS menggarisbawahi, kondisi tersebut juga mengindikasikan kelompok kelas menengah RI akan lebih sulit untuk lompat naik menuju kelas atas. Pihaknya juga mencatat, modus pengeluaran penduduk kelas menengah cenderung mendekati batas bawah pengelompokan.

“Sebagian besar penduduk kelas menengah ini cenderung lebih dekat ke batas bawah pengelompokan kelas menengah. Sehingga kalau kita hitung modusnya (data), maka ada di sekitar Rp2.056.000 per kapita per bulan,” jelasnya kepada Komisi XI DPR-RI dalam pembahas asumsi dasar RAPBN 2025, Jakarta, Rabu (28/8).

Batas bawah pengelompokan pengeluaran kelas menengah Indonesia 2024 berkisar Rp2.040.262 per kapita per bulan. Adapun, batas ini sekitar 3,5 kali lipat dari besaran pengeluaran masyarakat yang masih dalam area miskin atau garis kemiskinan sebesar kurang dari Rp582.932 per kapita per bulan.

Sebagai perbandingan juga, pihaknya mencatat, kelompok kelas atas di 2024 punya pengeluaran sekitar Rp9.909.844 per kapita per bulan. Capaian pengeluaran kelas atas ini sekitar 17 kali lipat dari garis kemiskinan per kapita per bulan.

“Ada kerentanan (kelas menengah RI) kalau nanti terganggu (pengeluarannya), dia masuk kembali kepada aspiring middle class,” ucapnya. 

Baca Juga: Celios: Ekonomi Kelas Menengah Kini Terjerat Tingginya Biaya Pendidikan

Namun sebagai catatan, Amalia mengakui, pengelompokan kelas ekonomi Indonesia masih mengacu pada ukuran dasar lama yang digariskan oleh Bank Dunia di 2019. Ukuran tersebut mengacu dan dimuat dalam ‘Aspiring Indonesia: Expanding the Middle Class’ (2019).

Dalam kesempatan sama, pihaknya juga mencatat bahwa jumlah kelas menengah RI di 2024 cenderung menciut dibanding 2019. Hal ini bisa terjadi karena efek luka atau scarring effect akibat covid-19 terhadap ekonomi tanah air masih belum memulih.

“Sebelum covid-19, memang kelas menengah RI berjumlah 57,33 juta orang atau kira-kira sebesar 21,5% dari total penduduk Indonesia… Di 2021, kelas menengah jumlahnya (turun) menjadi 53,83 juta dengan proporsi 19,82% (total populasi), dan terakhir di 2024 jumlahnya 47,85 juta orang dengan proporsi 17,13%,” jabarnya.

Namun demikian, Indonesia masih punya bantalan dalam meningkatkan skala ekonominya lewat kenaikan kategori aspiring middle class. Menurutnya, kelompok sebesar 137,5 juta jiwa dengan proporsi 49,22% dari total penduduk ini punya kesempatan naik kelas jadi kelas menengah.

“(Sekitar) 137,5 juta orang yang masuk pada aspiring middle class bisa segera di-upgrade menjadi kelas menengah… (Kelompok ini) mudah untuk di-upgrade menjadi kelas menengah,” bebernya. 

Secara keseluruhan komposisi ekonomi masyarakat di 2024, Indonesia masih punya masyarakat kelas miskin 25,22 juta jiwa (9,03% dari populasi); masyarakat rentan miskin 67,69 juta jiwa (24,23%); masyarakat menuju kelas menengah 137,5 juta jiwa (49,22%); masyarakat kelas menengah 47,85 juta jiwa (17,13%); dan masyarakat kelas atas 1,07 juta jiwa (0,38%).

Sementara di 2024 juga, total jumlah penduduk RI dalam ketagori kelas menengah dan menuju kelas menengah ada sebanyak 185,35 juta orang. Jumlah ini lebih banyak daripada masyarakat di kategori yang sama di 2019 yang sebesar 154,48 juta orang.

Butuh Keberpihakan Kebijakan
Sementara, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit menyampaikan, pemerintah perlu memberikan arah kebijakan yang jelas untuk mendukung ekonomi kelas menengah RI ke depan. Menurutnya, saat ini kebijakan ekonomi untuk kelas ini lebih rendah ketimbang kelas miskin-rentan miskin maupun kelas atas.

Adapun, ekonomi kelas menengah RI juga disinyalir cenderung bergerak menggunakan tetesan ekonomi dari kalangan kelas atas. Selain dukungan fiskal, kelas atas juga disinyalir menikmati berbagai insentif yang disediakan kebijakan moneter dan mikroprudensial.

“Selama ini, (pemberian kebijakan fiskal) yang paling banyak (menerima) adalah miskin-rentan miskin. (Ekonomi) kelas menengah-menuju kelas menengah mungkin tergantung dari tetesan dari kelas atas. Sementara di kelas atas, Ibu (Menkeu Sri) banyak memberikan insentif dan fasilitas fiskal, dari Pak Perry (BI) juga ada, dari Pak Mahendra (OJK) juga ada untuk kelas atas,” terang Dolfie. 

Ke depan, dia berharap pemerintah mesti jelas memberikan dukungan kebijakan untuk kelas menengah-menuju kelas menengah. Sehingga intervensi kebijakan pemerintah terhadap masing-masing kelas masyarakat berikut anggarannya dapat adil dirasakan seluruh masyarakat.

Baca Juga: Tak Ada Bantalan Sosial, Daya Beli Kelas Menengah Tertekan Harga Pangan Dan Kebijakan Pemerintah

“Bahwa Bansos perlu, ya kelas menengah juga perlu diurus, kalau enggak nanti terjadi hal yang tidak kita inginkan juga. (Momen) ’98 kan karena kelas menengahnya yang terganggu, bukan karena kelas atas dan kelas bawah. Tetapi, karena kelas menengahnya yang terganggu dengan adanya krisis ekonomi,” papar Dolfie.

Amalia juga menekankan, penguatan daya beli sangat diperlukan untuk memperkuat fondasi ekonomi Indonesia ke depan. Pihaknya juga meyakini, kelas menengah akan menjadi bantalan masa depan perekonomian Indonesia

Oleh sebab itu, penguatan daya beli diperlukan sama krusialnya untuk untuk kelompok miskin dan kelompok kelas menengah, terutama untuk kelompok masyarakat menuju kelas menengah. 

“Baik kelas menengah maupun menuju kelas menengah, mereka jumlahnya mencakup 66,4% total penduduk dan nilai konsumsinya mencakup sekitar 81,5% dari total konsumsi masyarakat. Dengan demikian, apabila nanti ada kebijakan yang lebih juga bisa menyasar kelas menengah dan aspiring middle class, ini dapat memberi penguatan ekonomi ke depan,” jelas Amalia.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar