12 Juli 2024
21:00 WIB
Ekonom Sebut Antidumping Keramik Porselen Belum Mendesak Diterapkan
Indef mempertanyakan rekomendasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) yang menyarankan pemberian bea masuk anti dumping (BMAD) bagi produk keramik porselen.
Penulis: Erlinda Puspita
Pekerja menata keramik di Desa Sukatali, Situraja, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Rabu (2/5). Antara Foto/Agvi Firdaus/kye/18
JAKARTA - Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Indef, Andry Satrio Nugroho mengaku khawatir dengan adanya kebijakan tersebut terhadap konsumen dan industri secara keseluruhan.
"Kami melihat ada ketidakseimbangan antara tujuan melindungi produsen dalam negeri dan kepentingan konsumen. Dengan pemberian BMAD, maka harga produk porselen di pasar domestik dapat meningkat secara signifikan, yang pada akhirnya akan memberatkan konsumen," kata Andry dalam keterangan resminya, Jumat (12/7).
Bersamaan dengan berlakunya kebijakan BMAD, Andry juga mengingatkan akan adanya potensi impor ilegal yang bisa saja meningkat demi memenuhi kebutuhan pasar. Hal ini tentunya akan merugikan industri domestik dan kerugian bagi negara.
Baca Juga: Aturan Bea Masuk Anti Dumping Segera Rampung, Sasar 7 Komoditas Ini
Dia juga menyatakan bahwa pengajuan pemohon BMAD belum merepresentasikan keseluruhan produsen domestik, karena hanya merepresentasikan 26% dari produksi ubin keramik secara nasional.
Hal ini tentunya menurut Andry bertentangan dengan Perjanjian Anti Dumping WTO yang mensyaratkan adanya major proportion dari total produksi domestik untuk pengajuan tersebut.
Selain itu, Andry juga menyoroti kesalahan KADI yang mengeneralisasi tipe keramik. Saat ini, kebutuhan keramik porselen masih belum dapat dipenuhi dari dalam negeri, sementara produsen domestik memiliki keunggulan dalam memproduksi keramik body merah.
"Penggeneralisiran ini menyesatkan dan dapat menyebabkan kebijakan yang tidak tepat sasaran," ucap Andry.
Baca Juga:Asosiasi Keramik Keluhkan Banyaknya Impor Keramik Tiongkok Di Indonesia
Lebih lanjut, dia menilai kebijakan pengenaan BMAD belum mendesak untuk diterapkan pada produk keramik. Alasannya, pemerintah saat ini telah memberikan safeguard dan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) pada industri keramik.
Dua fasilitas tersebut pun telah memberikan manfaat yang terlihat pada industri keramik, yaitu saat ini industri keramik tengah berekspansi sejak 2021.
"Ada tambahan kapasitas baru di industri keramik sebesar 88 juta meter persegi, dan 75% di antaranya telah tercapai. Industri keramik Indonesia saat ini memiliki target penambahan jumlah ekspansi keramik sebesar 88 juta meter persegi hingga akhir tahun 2024, dari kapasitas total sebesar 62,5 juta meter persegi yang sudah ada," kata Andry.