c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

18 September 2024

11:12 WIB

Ekonom Proyeksi BI Rate September Bertahan 6,25%

Ekonom LPEM FEB-UI Teuku Riefky memproyeksi Bank Indonesia masih akan tetap mempertahankan suku bunga BI Rate di level 6,25% pada RDG edisi September 2024.  

Penulis: Khairul Kahfi

<p>Ekonom Proyeksi BI Rate September Bertahan 6,25%</p>
<p>Ekonom Proyeksi BI Rate September Bertahan 6,25%</p>

Pegawai berjalan keluar gedung saat jam istirahat tiba di Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (20/3/2024). ValidNewsID/Darryl Ramadhan

JAKARTA - Ekonom LPEM FEB-UI Teuku Riefky memproyeksi Bank Indonesia masih akan tetap mempertahankan suku bunga BI Rate di level 6,25% pada RDG edisi September 2024. 

“Meskipun tingkat inflasi saat ini, penguatan Rupiah, dan ekspektasi penurunan suku bunga The Fed pada September 2024 menciptakan latar belakang yang menguntungkan, Bank Indonesia harus mempertahankan BI rate di 6,25% pada pertemuan bulan September,” katanya dalam siaran pers yang diterima, Jakarta, Rabu (18/9). 

Pihaknya mengidentifikasi, pada Agustus 2024, inflasi umum Indonesia sedikit menurun dari sebesar 2,13% menjadi 2,12% (yoy), terutama disebabkan oleh penurunan harga pangan. Sementara Inflasi inti naik menjadi 2,02% (yoy), terdorong oleh kenaikan harga emas perhiasan, kopi, dan pendidikan. 

Sementara, rupiah menguat menjadi Rp15.395 per dolar AS pada pertengahan September ini. Penguatan mata uang garuda didukung oleh arus modal masuk yang kuat dan cadangan devisa mencapai rekor US$150,2 miliar. 

Lainnya, rilis data inflasi AS terkini membuka jalan bagi The Fed memangkas suku bunga acuannya secara bertahap mulai pekan ini. Tingkat inflasi AS di Agustus melambat cukup signifikan dari 2,9% menjadi 2,5% (yoy) pada Agustus, capaian ini lebih rendah dari estimasi pasar yang dihimpun Reuters sebesar 2,6% (yoy). 

Lebih lanjut, angka inflasi AS menyentuh titik terendahnya dalam tiga tahun terakhir akibat tren disinflasi yang terjadi secara persisten dalam lima bulan terakhir.

“Berdasarkan faktor pendorongnya, tekanan harga mulai melemah akibat turunnya harga bensin dan beberapa kelompok barang rumah tangga utama, seperti kebutuhan sehari-hari,” jabarnya.

Baca Juga:  BI Rate Agustus 2024 Bertahan Di 6,25%

Namun, inflasi inti AS cenderung stabil di 3,2% (yoy) dari Juli ke Agustus, akibat dorongan disinflasi yang diimbangi oleh kenaikan harga tiket maskapai, asuransi mobil, biaya sewa rumah dan biaya terkait perumahan lainnya. 

“Naiknya biaya perumahan dan jasa lainnya mengindikasikan adanya kekakuan harga atau price stickiness di beberapa komponen barang dan jasa yang menjadi alasan The Fed untuk tidak melakukan pelonggaran moneter secara agresif,” paparnya.

Dengan hampir pastinya pemotongan suku bunga acuan oleh the Fed, Indonesia dan negara berkembang lainnya terdampak positif dengan adanya arus modal masuk dan penguatan mata uang. Lebih lanjut, tingkat harga domestik yang digambarkan oleh inflasi di Indonesia sedang mengalami tren disinflasi. 

Kombinasi dari berlanjutnya penguatan Rupiah dan perlambatan inflasi membuka ruang gerak BI untuk memotong suku bunga acuan dalam rangka meningkatkan permintaan agregat dan pertumbuhan sektor riil. Namun, sejauh ini tingkat inflasi masih dalam koridor target BI dan masih adanya potensi berbaliknya arus modal asing keluar dari Indonesia. 

Dengan mempertimbangkan kedua hal tersebut, Teuku menilai, pemotongan suku bunga oleh BI belum terlalu mendesak untuk dilakukan pada September 2024.

"Menunda pemotongan suku bunga acuan juga berpotensi menguntungkan posisi BI dengan lebih lebarnya ruang gerak BI dalam melakukan pelonggaran moneter di sisa tahun ini apabila dibutuhkan… Pendekatan ini (juga) akan membantu mencegah potensi volatilitas mata uang dan mengelola risiko yang terkait dengan arus keluar modal secara tiba-tiba,” jelasnya.

Senada, Ekonom Bank Danamon Hossiana Evalita juga memperkirakan, BI masih akan ajek menjaga suku bunga acuannya tetap berada di level 6,25%. Pertimbangan utama kebijakan moneter ini akan mengacu pada volatilitas rupiah yang terpantau masih tinggi, bahkan tertinggi dalam setahun terakhir.

Baca Juga: BI: Deflasi Agustus 0,03% Masih Terjaga Sesuai Target

Meski, lanjutnya, Rupiah sudah mulai terapresiasi signifikan sejak Juli 2024 dan terjadi lagi pada September ini. 

“Namun BI perlu untuk menjaga imbal hasil menarik, mengingat inflow yang signifikan baru terjadi sejak Agustus 2024 lalu, seiring global yang mengantisipasi penurunan Fed Rate di pekan ini,” ucap Anna kepada Validnews, Rabu (18/9).

Pihaknya pun memperkirakan peluang BI-Rate turun pada kuartal IV tahun ini, antara Oktober-Desember mendatang. Otorita moneter disinyalir juga akan ikut memantau dinamika domestik dengan momen transisi pemerintahan baru dan Pilkada.

Ketimbang penurunan suku bunga, pihaknya juga berekspektasi bahwa BI sepertinya akan terlebih dulu menurunkan jumlah penerbitan (issuance) SRBI. Pihaknya membuka kemungkinan pemangkasan suku bunga The Fed bisa mencapai 50 bps di sisa 2024 ini, yang berlanjut masing-masing sebesar 100 bps di 2025 dan 2026.

Dengan hitungan itu, kebijakan suku bunga acuan AS akan bertengger di level 3%-an, sehingga BI akan berpeluang mempertahankan di level 5,5% sejak semester II/2025 nanti. 

“Harapannya dengan spread BI-Rate dengan Fed rate yang menarik mampu menjaga kestabilan nilai tukar, seiring harapan akan akselerasi aktivitas ekonomi domestik dan global,” paparnya.

Penurunan BI-Rate Tunggu Dua Hal
Adapun, Ekonom Core Indonesia Yusuf Rendy Manilet memperkirakan, BI akan menunggu dua hal dalam ekspektasi penurunan suku bung acuannya. Yakni, melihat respons lanjutan The Fed  terkait kondisi ekonomi AS, serta dampak dari surplus maupun kondisi neraca perdagangan dan transaksi berjalan terutama di sisa akhir 2024.

“Meskipun kita melihat potensi surplus terjadi, terutama di bulan Agustus, namun perubahan pada harga komoditas bisa saja terjadi dan memberikan dampak terhadap kondisi neraca perdagangan dan juga neraca transaksi berjalan secara umum,” urai Rendy.

Jika terjadi, kondisi demikian akan ikut memengaruhi volatilitas pergerakan nilai tukar Rupiah. Untuk itu, BI dirasa akan mengantisipasi ekses negatif ini dengan tidak terburu-buru dalam melakukan penyesuaian suku bunga acuan BI-Rate, terutama penyesuaian ke bawah. 

“Sehingga potensi Bank Indonesia tetap menahan suku bunga acuannya di level yang sama, saya kira lebih besar akan diambil,” sebutnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar