c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

05 September 2023

09:19 WIB

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi 5,2% Tahun Depan Konservatif

Masih ada ruang peningkatan target pertumbuhan ekonomi, utamanya dalam jangka menengah untuk memperkuat fondasi menuju Indonesia Maju 2045.

Penulis: Khairul Kahfi

Editor: Fin Harini

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi 5,2% Tahun Depan Konservatif
Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi 5,2% Tahun Depan Konservatif
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi, Pekerja melayani pembayaran di kasir Hypermart, Jalan Tole Iskandar, Depok, Senin (15/5/2023). Valid NewsID/Fikhri Fathoni

JAKARTA - Ekonom INDEF Abra Talattov menilai, proyeksi pertumbuhan ekonomi 2024 yang dipatok sebesar 5,2% di tahun depan dalam RAPBN cukup konservatif. Mengingat pertumbuhan ekonomi pada APBN 2023 diasumsikan sebesar 5,3%. 

Karena itu, masih ada ruang peningkatan target pertumbuhan utamanya dalam jangka menengah untuk memperkuat fondasi menuju Indonesia Maju 2045. Menurutnya, masih ada ruang untuk Indonesia bisa menembus target pertumbuhan ekonomi di atas 5,2%.

“Syaratnya ada kesamaan pandangan dan juga komitmen. Bukan hanya dari otoritas fiskal, tapi juga didukung oleh otoritas lain, misalnya moneter dan juga di sektor keuangan,” ujar Abra lewat keterangan tertulis, Jakarta, Senin (4/9).

Kemenkeu mencatat, pertumbuhan ekonomi selama tujuh kuartal terakhir atau sejak akhir 2021, secara konsisten berada di atas 5,0%. Ekonomi nasional tercatat tumbuh sebesar 5,1% pada semester I/2023. Pemulihan ekonomi nasional juga terjadi merata di seluruh wilayah Indonesia.

Baca Juga: Domestik Topang Penuh Pertumbuhan Ekonomi 5,2% Tahun Depan

Sementara itu, World Economic Outlook memprediksi pertumbuhan ekonomi global 2024 akan berada pada level 3,0% (IMF, Juli 2023). Sedangkan pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di Asia diproyeksikan tumbuh 5,0% pada tahun 2024.

Mempertimbangkan kondisi perekonomian global dan domestik, pemerintah memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,2% pada 2024.

Selanjutnya, kestabilan fundamental ekonomi domestik juga didukung oleh tingkat inflasi yang semakin terkendali di level yang relatif rendah. Hingga Juli 2023, inflasi tercatat mencapai 3,1%. 

Nota Keuangan RAPBN 2024 mencatat, sejalan dengan berkurangnya tekanan global dan moderasi harga. Inflasi 2023 diperkirakan akan terus melandai dan kembali bergerak dalam sasaran inflasi 3,0±1% (yoy).

Pemerintah akan terus mengoptimalkan peran APBN sebagai shock absorber untuk melindungi daya beli masyarakat. Sehingga laju inflasi di 2024 dapat terkendali dalam rentang sasaran target 2,8%.

Menanggapi target tersebut, Abra menyampaikan, pemerintah perlu mempertimbangkan risiko iklim khususnya fenomena El-Nino yang bisa berdampak kepada produktivitas sektor pertanian dan selanjutnya dapat mengakibatkan inflasi pangan.

Di sisi lain, Abra melihat pemerintah tetap berfokus dalam memitigasi risiko inflasi dan dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut nampak dari besaran alokasi anggaran perlindungan sosial 2024 yang naik 12,4% menjadi Rp493,5 triliun, tertinggi sejak 2021.

“Selain dari kuantitas, tentu yang perlu menjadi catatan adalah kualitas. Artinya, dalam hal distribusi penyaluran, agenda untuk mempertajam subsidi yang tepat sasaran melalui anggaran perlindungan sosial ini juga perlu menjadi fokus pemerintah di tahun mendatang,” tuturnya.

Baca Juga: BI: Indonesia Berhasil Jaring DHE SDA Rp9,21 T dari 64 Ekspor

Nilai Tukar Rupiah
Hal yang juga menjadi catatan penting dari asumsi makro RAPBN 2024, lanjut Abra, adalah asumsi nilai tukar yang diproyeksi bergerak di kisaran Rp15.000 per dolar AS. Prediksi tersebut relevan dengan perkembangan rata-rata nilai tukar hingga saat ini.

Abra juga berpendapat adanya implementasi beleid mengenai devisa hasil ekspor dan devisa pembayaran impor yang merupakan sinergi pemerintah bersama Bank Indonesia diharapkan bisa menahan lebih banyak modal asing untuk berada di dalam negeri. 

“Bahkan, dapat menambah cadangan devisa kurang lebih dua kali lipat,” ujarnya.

Ia menilai, pemerintah perlu mencermati risiko eksternal, yang hingga kini masih menjadi perdebatan yaitu mengenai keberlanjutan kenaikan suku bunga acuan oleh bank-bank sentral negara-negara maju. Karena risiko tersebut akan berpengaruh signifikan terhadap volatilitas nilai tukar rupiah.

Postur Utang Turun
Abra juga menyampaikan, tren penurunan rasio utang terhadap PDB menunjukkan komitmen pemerintah untuk terus bisa mengurangi beban utang. Dia pun mengapresiasi upaya pemerintah dalam mengelola pembiayaan secara efisien. 

Salah satunya tercermin dari yield (imbal hasil) tahun depan yang dirancang sebesar 6,7%. Patokan ini Abra nilai cukup rendah dibandingkan yield tahun ini yang sebesar 7,9%.

“Mudah-mudahan penurunan bunga utang pemerintah ini dapat terus dijaga sehingga bisa mengurangi porsi belanja bunga utang terhadap belanja pemerintah pusat,” ungkapnya.

Kemenkeu mencatat, defisit fiskal Indonesia telah mampu kembali di bawah 3% PDB sejak 2022, atau satu tahun lebih cepat dari rencana semula. Di kala sebagian besar negara masih mengalami defisit fiskal yang sangat lebar, seperti defisit India yang mencapai 9,6% PDB pada 2022, Jepang 7,8%, Tiongkok 7,5%, Amerika Serikat 5,5%, dan Malaysia 5,3%.

Rasio utang Indonesia juga tercatat sebagai salah satu yang paling rendah di antara kelompok negara G20 dan ASEAN, bahkan sudah menurun dari 40,7% PDB di tahun 2021 menjadi 37,8% di Juli 2023. Sebagai perbandingan, rasio utang Malaysia saat ini di tingkat 66,3% PDB, Tiongkok 77,1%, dan India 83,1%.

Di sisi lain, Abra menerangkan, pemerintah juga perlu menjaga agar tren debt service ratio (DSR) atau rasio utang terhadap ekspor tetap menurun. Sehingga pembiayaan bisa semakin efektif meningkatkan produktivitas.

Baca Juga: Rasio Utang Pemerintah Turun Karena Defisit Fiskal Melandai

Adapun berdasarkan data Kemenkeu, DSR Indonesia menurun dari 2020 yang sebesar 47,3% menjadi 34,4% pada 2022, dan turun lagi per April 2023 menjadi 28,4%. Penurunan tersebut mengindikasikan kemampuan APBN dalam membayar biaya utang berupa pokok dan bunga yang semakin menguat.  

Kinerja positif APBN terus berlanjut dengan pemulihan ekonomi yang semakin solid. Hingga akhir Juli 2023 APBN mencatatkan surplus 0,72% PDB atau senilai Rp153,5 triliun. Dengan kondisi fiskal yang semakin prima, Abra meyakini, target defisit APBN 2024 sebesar 2,29% bisa tercapai.

Lebih lanjut, dirinya mendorong pemerintah untuk bisa mempertimbangkan realisasi APBN sepanjang 2021-2023. Ketika penerimaan negara meningkat cukup signifikan, sementara belanjanya terutama dalam aspek efisiensi di beberapa sektor bisa dilakukan.

“Saya pikir masih dimungkinkan ruang untuk menurunkan defisit APBN di bawah 2,29%,” katanya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar