29 Agustus 2023
18:44 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Menkeu Sri Mulyani menyampaikan, pemerintah masih yakin patokan pertumbuhan ekonomi tahun depan sebesar 5,2% masih realistis. Dari sisi domestik, pemerintah memperkirakan, tingkat konsumsi rumah tangga Indonesia pada 2024 masih relatif stabil dan kuat.
Pemerintah meyakini, optimisme ini didukung oleh tingkat inflasi yang terkendali, peningkatan penciptaan kesempatan kerja, kenaikan gaji ASN dan pensiunan, serta dampak positif dari belanja penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada serentak tahun depan.
Pemerintah juga berharap, investasi dapat terus meningkat di tahun depan. Selanjutnya, upaya hilirisasi bidang mineral maupun produk pertanian, lalu penyelesaian sejumlah program strategis nasional atau PSN termasuk pembangunan IKN juga akan mendongkrak pertumbuhan di 2024.
“Berdasarkan hal tersebut, pemerintah memandang bahwa asumsi pertumbuhan ekonomi 5,2% untuk RAPBN 2024 adalah proyeksi yang cukup realistis,” sebutnya saat memberi tanggapan terhadap Pemandangan Umum Fraksi atas RUU APBN TA 2024, Jakarta, Selasa (29/8).
Baca Juga: Jokowi: Jangan Sampai Urusan Politik 2024 Ganggu Stabilitas Ekonomi
Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi global Sri yakini masih akan berat dan berujung stagnan di 2024. Karena itu, dirinya menyetujui pandangan seluruh fraksi bahwa asumsi pertumbuhan harus realistis dan kredibel dengan mempertimbangkan berbagai faktor.
Pasalnya, prospek pertumbuhan ekonomi nasional tidak bisa lepas dari dinamika global. Kendati, sebutnya, pemerintah telah mengantisipasi dan mewaspadai berbagai risiko global 2024 yang mungkin dapat memengaruhi kinerja ekonomi nasional.
Kemenkeu mengidentifikasi, tantangan tersebut berupa peningkatan kondisi fragmentasi geopolitik, pelemahan ekonomi di RRT, serta suku bunga dan likuiditas yang ketat akan menciptakan berbagai risiko ke bawah bagi perekonomian global.
“Risiko perubahan iklim juga makin mengancam keamanan seluruh dunia,” paparnya.
Berkaca dari situasi sulit ini, pertumbuhan global 2024 diperkirakan akan stagnan dibandingkan capaian outlook 2023, yaitu pada tingkat 3%. Kondisi pelemahan ini disinyalir akan mulai nampak terjadi pada banyak negara.
“Berbagai negara menghadapi keterbatasan ruang kebijakan yang menimbulkan konsekuensi lambatnya dan tidak memadainya respons pemerintah, di dalam mengatasi risiko global yang meningkat,” ucapnya.
Stagnan
Sebelumnya, Fraksi PKS berpandangan, bahwa kinerja pertumbuhan ekonomi nasional belum memadai untuk mencapai harapan pertumbuhan yang lebih tinggi. Adapun APBN 2024 merupakan tahapan akhir dari pemenuhan berbagai target RPJMN 2019-2024.
Dengan target pertumbuhan ekonomi tahun 2024 sebesar 5,2%, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam satu dekade stagnan di bawah 5% dengan rerata 2014-2024 hanya berkisar 4,2%.
Sebagai pembanding, capaian pertumbuhan itu masih jauh dari optimisme Presiden Jokowi di awal jabatan yang dipatok sebesar 7%. Bahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia belum pernah menyentuh target yang direncanakan RPJMN hingga akhir 2024 di kisaran 6-6,2%.
“Dengan tingkat pertumbuhan tersebut rasanya semakin sulit untuk mencapai target menjadi negara maju dan rakyat berpendapatan tinggi pada Indonesia emas 2045," kata Anggota DPR RI Diah Nurwitasari, Selasa (22/8).
Baca Juga: Sri Mulyani: Ekonomi Halal Bisa Jadi Sumber Pertumbuhan Baru Dunia
Sementara, Anggota DPR RI dari F-PKB Ratna Juwita Sari menyampaikan, pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan pemerintah sebesar 5,2% dinilai masih underestimate. Patokan ini lebih rendah dibandingkan range awal target pertumbuhan tahun 2024 yang berkisar 5,1-5,7%.
Meskipun, proyeksi sebesar 5,2% tersebut masih lebih tinggi dari estimasi yang diberikan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) yang memprediksi ekonomi Indonesia dapat tumbuh di level 5,0%.
"F-PKB sendiri mengusulkan agar target tersebut bisa di patok di angka 5,3%," papar Ratna.
Adapun F-Gerindra juga menyayangkan asumsi pertumbuhan ekonomi 2024 yang lebih rendah dari usulan awal pemerintah pada dokumen KEM-PPKF RAPBN 2024, yang sebesar 5,3-5,7%. Kendati Gerindra menilai, pertumbuhan nasional yang dipatok 5,2% masih cukup realistis dan bisa dimaklumi.
”Penurunan target pertumbuhan ekonomi dari rentang 5,3-5,7% menjadi 5,2% bisa dimaklumi, mengingat kondisi yang dihadapi saat ini masih penuh ketidakpastian serta dinamika ekonomi global,” sebut Anggota Komisi III DPR RI Wihadi Wiyanto.