c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

16 Desember 2024

20:00 WIB

Ekonom: Pengecualian Barang Pangan Dari Kenaikan PPN 12% Bukan Hal Baru

Celios menilai, meski ada pengecualian barang pangan, kenaikan tarif PPN tetap akan dikenakan pada sebagian besar kebutuhan masyarakat menengah ke bawah

Penulis: Nuzulia Nur Rahma

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">Ekonom: Pengecualian Barang Pangan Dari Kenaikan PPN 12% Bukan Hal Baru</p>
<p id="isPasted">Ekonom: Pengecualian Barang Pangan Dari Kenaikan PPN 12% Bukan Hal Baru</p>

Ilustrasi PPN struk/bill. Shutterstock/Kmpzzz

JAKARTA - Pemerintah melalui Menteri Keuangan hari ini telah memastikan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Dalam kebijakan ini disebutkan barang pangan akan tetap dikecualikan dari PPN.

Melihat hal ini, Direktur Kebijakan Publik CELIOS, Media Wahyudi Askar mengatakan sebenarnya hal ini bukan kebijakan baru. Dia menyebut pengecualian barang pangan telah diatur sejak UU No. 42 Tahun 2009 sebelum lahirnya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan 2021.

“Sehingga klaim pemerintah lebih terkesan sebagai manuver politik untuk meredam kritik publik. Kenyataannya, kenaikan tarif PPN tetap akan dikenakan pada sebagian besar kebutuhan masyarakat menengah ke bawah,” kata Askar dalam pernyataan Resmi Senin (16/12).

Implikasinya, kata dia, kebijakan ini berisiko memicu inflasi yang tetap tinggi pada tahun depan, sehingga menambah tekanan ekonomi, khususnya bagi kelompok menengah ke bawah.

“Kenaikan PPN menjadi 12% menambah pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp101.880 per bulan, memperburuk kondisi ekonomi mereka. Sementara itu, kelompok kelas menengah mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp354.293 per bulan,” tekannya.

Baca Juga: Menkeu: Penyesuaian PPN Dongkrak Kenaikan Tenaga Kerja Dan Pendapatan Negara

Hal ini, lanjutnya, akan memperburuk fenomena penurunan kelas menengah menjadi kelas menengah rentan. Kementerian Keuangan, kata Askar, hari ini pandai sekali bermain kata-kata.

“Seakan-akan pemerintah dan DPR hari ini mendukung kebijakan progresif bahwa semua barang pokok dikecualikan PPN. Padahal, kebijakan pengecualian itu sudah ada sejak tahun 2009. Kenyataannya, PPN tetap naik untuk hampir semua komoditas yang dikonsumsi masyarakat bawah,” ujarnya

Tidak hanya itu, Askar menilai konferensi pers pemerintah hari ini yang membandingkan bahwa PPN indonesia lebih rendah dari negara lain seperti Kanada, China, Brazil dan negara lainnya juga kurang tepat.

Dia menjelaskan, PPN yang tinggi diterapkan oleh negara-negara dengan pendapatan per kapita tinggi dan ekonomi yang stabil, seperti Norwegia, Denmark, Jerman dan Swedia.

Sehingga daya beli masyarakat yang kuat memungkinkan pemerintah untuk menetapkan tarif pajak konsumsi yang lebih besar tanpa mengurangi kesejahteraan ekonomi mereka.

“Stabilitas ekonomi di negara ini kuat, ditandai dengan inflasi rendah dan konsumsi domestik yang kuat membuat penerapan PPN tinggi lebih efektif dan tidak terlalu membebani masyarakat atau menekan pertumbuhan ekonomi,” terangnya.

Namun menurutnya di Indonesia dengan ekonomi masyarakat, khususnya kelas menangah saat ini sedang terpukul. Sehingga menurutnya pemerintah harusnya membandingkan dengan negara ASEAN lainnya.

Memperburuk
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira menambahkan momentum pengumuman kenaikan PPN 12% ini juga dinilai tidak tepat, karena dilakukan menjelang libur Natal dan Tahun Baru, saat produsen cenderung menaikkan harga lebih tinggi dari biasanya.

“Hal ini berpotensi memperburuk beban pengeluaran masyarakat di tengah lonjakan konsumsi akhir tahun,” kata dia.

Baca Juga: Waduh! Netflix dan Spotify Bakal Kena PPN 12%

Pemerintah, katanya, masih bersekukuh agar kebijakan ini tetap dilanjutkan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap daya beli masyarakat dan perekonomian.

Alternatif lain, seperti memperluas basis pajak, penerapan pajak kekayaan dan memberantas celah penghindaran pajak, sebetulnya dapat lebih efektif meningkatkan penerimaan negara tanpa membebani masyarakat.

“Kenaikan PPN sebaiknya dikaji kembali agar tidak memperburuk kesejahteraan masyarakat, terutama di tengah kondisi sosial-ekonomi yang masih rentan,” tandasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar