c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

16 September 2025

09:30 WIB

Ekonom: Injeksi Rp200 T ke Perbankan Langgar Konstitusi dan 3 UU

Ekonom menilai langkah Menkeu Purbaya yang mencairkan dana Rp200 triliun dari BI dan menyalurkannya ke perbankan menyalahi konstitusi dan tiga undang-undang terkait APBN.

Penulis: Siti Nur Arifa

Editor: Khairul Kahfi

<p class="query-text-line ng-star-inserted" id="isPasted">Ekonom: Injeksi Rp200 T ke Perbankan Langgar Konstitusi dan 3 UU</p>
<p class="query-text-line ng-star-inserted" id="isPasted">Ekonom: Injeksi Rp200 T ke Perbankan Langgar Konstitusi dan 3 UU</p>

Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan mulai menyalurkan dana sebesar Rp200 triliun ke lima bank milik negara, Jakarta, Jumat (12/9). Dok Biro KLI/Zalfa Dhiaulhaq

JAKARTA - Pendiri Indef sekaligus ekonom senior Didik Rachbini menilai, langkah Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa yang mencairkan dana Rp200 triliun dari BI dan menyalurkannya ke perbankan menyalahi konstitusi dan tiga undang-undang terkait APBN.

Spesifik, tiga undang-undang yang dimaksud antara lain UUD 1945 Pasal 23 tentang keuangan negara dan badan-badan keuangan negara; UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara; dan UU APBN di setiap tahun fiskal.

“Kebijakan spontan pengalihan anggaran negara Rp200 triliun ke perbankan, kemudian masuk ke kredit perusahaan, industri atau individu merupakan kebijakan yang melanggar prosedur yang diatur oleh UU Keuangan Negara dan UU APBN, yang didasarkan pada Undang-Undang Dasar,” ujar Didik dalam pernyataan tertulis, Jakarta, dikutip Selasa (16/9).

Baca Juga: Dear Menkeu, Jangan Gunakan Rp200 Triliun Untuk Energi Fosil

Dirinya menjabarkan, proses kebijakan yang benar harus dijalankan berdasarkan aturan main. Jika tidak, kebijakan Rp200 triliun ke Himbara saat ini akan menjadi preseden buruk di masa mendatang, bahwa anggaran publik dapat dipakai sekehendak pejabat secara individu

Didik menegaskan, alokasi anggaran negara tidak bisa dijalankan atas perintah Menteri atau perintah Presiden sekalipun. Ditambah pejabat-pejabat negara harus taat aturan menjalankan kebijakan sesuai Rencana Kerja Pemerintah (RKP), yang datang dari kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.

“Tidak ada tiba-tiba program datang nyelonong di tengah-tengah (jalan) semaunya,” kata Didik.

Diatur dalam Nota Keuangan
Didik mengingatkan, program atau kebijakan terkait fiskal dan moneter dalam tahun fiskal tertentu sejatinya disusun teratur dalam nota keuangan yang secara resmi diajukan oleh pemerintah kepada DPR.

Menyorot status anggaran negara yang menjadi ranah publik, lanjutnya, diperlukan proses politik berupa legislasi yang dijalankan bersama DPR dengan pembahasan-pembahasan di setiap komisi dengan menteri-menteri dan Badan Anggaran (Banggar) dengan Menteri Keuangan.

Dia menggarisbawahi, setiap program yang menjalankan anggaran negara tidak melalui proses legislasi adalah pelanggaran terhadap konstitusi.  

“Jika ada kebijakan dan program nyelonong dengan memanfaatkan anggaran, maka kebijakan tersebut hanya kehendak individu pejabat dan tidak ada proses legislasi, ini terindikasi melanggar konstitusi dan undang-undang negara,” tegasnya.

Baca Juga: Ekonom: Suntikan Dana Rp200 T Bisa Dorong Kredit Tumbuh 10-11%

Sebagai catatan, dana Rp200 triliun yang dikucurkan Menkeu Purbaya berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) atau kas negara yang berada di BI.

Terkait hal ini, Didik kembali menggarisbawahi, UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan negara, utamanya pasal 22 ayat 8 yang berbunyi; Rekening pengeluaran diisi dana dari Rekening Umum Kas Negara (RUKN) di Bank Sentral.

Dan pasal 22 ayat 9 yang berbunyi; Jumlah dana yang disediakan di RUKN, pengeluaran (ayat 8) disesuaikan dengan kebutuhan pemerintah yang sudah ditetapkan di APBN.

Menurut Didik, kedua Ayat tersebut sangat jelas membatasi jumlah dan tujuan penempatan sebatas pada operasional pengeluaran sesuai rencana pemerintah yang sudah ditetapkan dalam APBN, bukan untuk program-program yang 'seingat di kepala', lalu dijalankan.

“Jelaslah bahwa tujuan dan jumlah penempatan dana pemerintah di bank umum hanya untuk kepentingan operasional pengeluaran APBN yang jumlah dan penggunaannya sudah ditetapkan DPR. Bukan untuk  disalurkan oleh bank ke industri melalui skema kredit umum yang lepas dari pembiayaan APBN,” urai Didik.

Baca Juga: Presiden Prabowo Setuju Menkeu Purbaya Tarik Dana Rp200 T di BI

Selain itu, pada pasal 22 ayat 4, disebutkan bahwa untuk kepentingan operasional (penerimaan negara dan APBN), Bendahara umum Negara (Menteri Keuangan) dapat membuka rekening penerimaan (pajak dan PNBP) dan rekening pengeluaran (operasional APBN) di bank umum.

“Penempatan dana Rp200 triliun dari anggaran negara secara spontan juga melanggar Pasal 22 ayat 4 UU 1/2004 tersebut,” tegas Didik.

Berangkat dari kondisi yang terjadi, Didik meminta Presiden turun tangan untuk menghentikan kebijakan penyaluran dana Rp200 triliun ke perbankan yang dianggap sebagai program dan praktek jalan pintas, karena telah melanggar setidaknya tiga undang-undang sekaligus konstitusi.

“Program harus dimulai dari proses legislasi yang baik melalui APBN dan diajukan dengan sistematis, berapa jumlah yang diperlukan dan program apa saja yang akan dijalankan. Tidak ada lagi program yang diambil dari ingatan sepintas yang keluar dari wawancara spontan yang dicegat,” tandasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar