c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

13 September 2025

14:10 WIB

Ekonom: Suntikan Dana Rp200 T Bisa Dorong Kredit Tumbuh 10-11%

Para ekonom mengingatkan bahwa suntikan dana sebesar Rp200 triliun kepada Himbara dapat memberikan dampak positif dan negatif. Apa saja?

Penulis: Fitriana Monica Sari

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">Ekonom: Suntikan Dana Rp200 T Bisa Dorong Kredit Tumbuh 10-11%</p>
<p id="isPasted">Ekonom: Suntikan Dana Rp200 T Bisa Dorong Kredit Tumbuh 10-11%</p>

Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa memastikan dana injeksi Rp200 triliun yang dicairkan dari BI akan masuk ke rekening Himbara, Jakarta, Kamis (11/9). ValidnewsID/Siti Nur Arifa

JAKARTA - Chief Economist Permata Bank Josua Pardede menilai secara garis besar, penyaluran Rp200 triliun ke Himpunan Bank Negara (Himbara) akan memperkuat likuiditas perbankan dan membuka ruang lebih besar bagi ekspansi kredit ke sektor riil. Bahkan, dengan adanya tambahan dana ini, kredit berpeluang berada di kisaran 10-11% secara tahunan (year on year/yoy).

Namun, ia mengingatkan, cita-cita untuk memperkuat likuiditas perbankan dan membuka ruang lebih besar bagi ekspansi kredit ke sektor riil bisa saja tercapai, asalkan penempatan diatur dengan tata kelola yang ketat dan diarahkan ke sektor berpengganda tinggi.

Ia juga menilai bahwa kebijakan ini juga selaras dengan sinergi fiskal–moneter yang saat ini memang didorong untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi tanpa mengorbankan stabilitas.

"Pada sisi fiskal, kas pemerintah yang selama ini relatif besar ditempatkan di Bank Indonesia menjadi sumber likuiditas yang bisa digerakkan lebih cepat ke perekonomian," kata Josua kepada Validnews, Sabtu (13/9).

Baca Juga: Pasar Cermati Suntikan Dana Ke Bank Himbara, IHSG Berpotensi Menguat

Pada paruh pertama tahun ini, Josua menyampaikan, penempatan dana pemerintah di Bank Indonesia (BI) masih tinggi dan laju realisasi belanja relatif lambat, sehingga ada ruang untuk percepatan penyerapan melalui perbankan.

"Dampak langsungnya adalah penguatan likuiditas dana pihak ketiga di bank-bank penyalur," terang dia.

Dia mengatakan, prakiraan berbasis simulasi menunjukkan bahwa injeksi pemerintah berpotensi menaikkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sekitar 1,7 ppt, yang kemudian mendorong tambahan pertumbuhan kredit sekitar 0,8 -1,4 ppt.

"Dengan dorongan ini, laju kredit berpeluang berada di kisaran 10-11% (yoy), lebih tinggi dari laju tahunan terakhir yang masih satu digit," ujarnya.

Menurutnya, gambaran awal sektor juga mendukung, yakni pada Juli, kredit perbankan tumbuh sekitar 7%, dana pihak ketiga sekitar 7%, sementara rasio likuiditas industri jauh di atas ambang pengaman, menandakan bantalan likuiditas memadai untuk menerima tambahan dorongan pemerintah.

Tambahan likuiditas ini cenderung menurunkan tekanan persaingan dana dan menahan biaya dana, sehingga ruang penurunan suku bunga dasar kredit tetap terbuka.

Data asesmen suku bunga perbankan menunjukkan biaya dana relatif stabil, kata Josua, suku bunga dasar kredit menurun tipis, dan bank menyesuaikan margin untuk menjaga daya saing.

Pada saat yang sama, suku bunga kredit pada sektor prioritas berinsentif likuiditas cenderung lebih rendah dibanding rata-rata industri, sehingga injeksi dana akan lebih mudah diteruskan ke pembiayaan produktif tanpa menaikkan beban bunga debitur secara berlebihan.

Saluran ke sektor riil juga diperkuat oleh desain kebijakan. Pemerintah menegaskan penempatan dana tidak boleh dipakai untuk membeli surat berharga negara atau surat berharga bank sentral, sehingga fokusnya benar-benar pada pembiayaan dunia usaha.

Pemerintah dan Bank Indonesia juga sedang menyiapkan dasar hukum dan tata kelola penempatan, serta telah menyepakati pembagian beban bunga untuk program perumahan rakyat dan koperasi desa agar dampaknya ke masyarakat lebih cepat terasa.

Dari sisi kondisi makro, Josua menuturkan, ruang untuk menambah likuiditas masih ada. Peredaran uang luas tumbuh menanjak, sedangkan suku bunga kredit dan simpanan cenderung menurun, menandakan transmisi pelonggaran moneter berjalan.

Di sisi lain, uang primer yang disesuaikan tetap tumbuh, mencerminkan dorongan likuiditas yang sudah ada dari kebijakan moneter dan dapat diperkokoh oleh langkah fiskal ini.

Kombinasi faktor-faktor tersebut membuat penempatan dana pemerintah ke perbankan lebih berpeluang mendorong kegiatan usaha ketimbang menimbulkan panas berlebih.

Jika diarahkan ke sektor dengan efek pengganda besar seperti pertanian, perdagangan, industri pengolahan, konstruksi perumahan rakyat, serta ekosistem UMKM, maka tambahan pembiayaan berpotensi menambah pertumbuhan ekonomi sekitar tiga sampai enam persepuluh poin.

"Angka ini selaras dengan simulasi kontribusi pertumbuhan apabila kredit benar-benar meningkat di sektor produktif," imbuhnya.

Agar Berdampak Optimal
Josua mengatakan, agar dampaknya optimal dan benar-benar menyentuh sektor riil, ada beberapa prasyarat yang perlu dijaga.

"Pertama, pastikan tambahan pembiayaan bersifat tambahan, bukan sekadar mengganti sumber dana lama," ujar Josua.

Kedua, lanjut dia, tetapkan sasaran sektor yang jelas, plafon per bank, dan tolok ukur penyerapan bulanan, disinergikan dengan insentif likuiditas makroprudensial yang sudah efektif menurunkan suku bunga di sektor prioritas.

"Ketiga, perkuat pelaporan dan pengawasan agar kualitas kredit tetap terjaga, karena lingkungan perbankan saat ini meski likuid, tetap menjalankan prinsip kehati-hatian," tutur dia.

Terpisah, kepada Validnews, Sabtu (13/9), Pengamat Perbankan dan Praktisi Sistem Pembayaran Arianto Muditomo mengungkapkan bahwa ada dampak positif dan negatif dari penyaluran dana tambahan ini kepada Bank Himbara.

Dia mengibaratkan Bank Indonesia sebagai danau besar tempat pemerintah menyimpan air. Air di danau itu aman, tenang, tapi tidak mengalir kemana-mana sehingga tidak menyuburkan sawah.

Baca Juga: Dapat Injeksi Dana Rp10 T, BSI: Perkuat Likuidlitas Yang Ketat

"Ketika pemerintah memindahkan air ke sungai (Himbara), air bisa langsung mengalir ke sawah (ekonomi riil), sehingga padi bisa tumbuh lebih cepat. Itu sisi positifnya," jelas lelaki yang akrab disapa Didiet.

Namun, menurutnya, ada risikonya juga dalam langkah tersebut. Kalau suatu hari pemerintah butuh air banyak dan menariknya kembali, maka aliran sungai bisa tiba-tiba kering dan sawah kekurangan air.

"Di sisi lain, petani (bank) juga wajib menyimpan sebagian air di bendungan (GWM di BI) tanpa dapat imbal hasil, tapi justru harus membayar sewa air untuk air pemerintah yang masuk ke sungai mereka. Jadi ada kontradiksi: yang satu disimpan gratis, yang lain harus dibayar bunga," ungkapnya.

Dengan demikian, Didiet mengatakan bahwa kebijakan ini hanya tinggal menunggu respon pasar dan dampaknya pada bank.

"Dampaknya sendiri mendekati akhir tahun tidak mudah ekspansi dan mencairkan sektor riil. Paling dampaknya baru terasa di kuartal II/2026," pungkasnya.

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar