c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

05 Oktober 2024

08:16 WIB

Ekonom Desak Moratorium Fintech Lending Segera Dicabut

Idealnya moratium fintech lending segera dibuka, tapi juga harus ada peningkatan kualitas dari borrower di perusahaan mereka.

Penulis: Fitriana Monica Sari

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">Ekonom Desak Moratorium Fintech <em>Lending</em> Segera Dicabut</p>
<p id="isPasted">Ekonom Desak Moratorium Fintech <em>Lending</em> Segera Dicabut</p>

Seorang warga sedang berselancar di media sosial dengan mencari kata kunci pinjaman. ValidNewsID/Arief Rachman

JAKARTA - Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda mengatakan kasus financial technology (fintech) gagal bayar saat ini tengah marak, terlebih di tengah pendanaan bagi startup digital yang masih cukup seret.

"Pendanaan investasi yang seret, kemudian ditambah dengan pengelolaan kualitas borrower yang buruk, menjadikan banyak perusahaan fintech peer to peer (P2P) lending gulung tikar," kata Huda kepada Validnews, Jumat (4/10).

Menurutnya, ada beberapa fintech P2P lending yang gulung tikar karena mempunyai TWP90 di atas 50%.

Asal tahu saja, TWP90 adalah ukuran tingkat wanprestasi atau kelalaian penyelesaian kewajiban yang tertera dalam perjanjian Pendanaan di atas 90 hari sejak tanggal jatuh tempo.

"Jadi ketika kualitas peminjamnya buruk, maka akan berpengaruh terhadap operasional perusahaan secara keseluruhan," imbuh dia.

Baca Juga: Begini Beda Pinjol dan Fintech Lending Legal Menurut AFPI

Dampak dari jumlah fintech P2P lending, terutama yang berizin OJK, kian hari kian sedikit semakin mengurangi pilihan masyarakat. Selain itu, fintech P2P lending yang bagus dan kuat juga tidak akan hadir di industri karena moratorium masih ada.

Oleh karena itu, kata Huda, idealnya adalah ada kenaikan jumlah pemain fintech P2P lending dengan membuka moratium.

Kendati demikian, dia mengingatkan hal itu juga harus diiringi peningkatan kualitas dari borrower di industri fintech P2P lending. "Ini yang harusnya didorong," tegasnya.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat per Agustus 2024, terdapat 19 Penyelenggara Layanan Pendanaan Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech lending yang memiliki TWP90 di atas 5%. Jumlah tersebut berkurang satu dari 20 Penyelanggara pada Juli 2024.

Terhadap Penyelenggara tersebut, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman menegaskan pihaknya memberikan surat peringatan dan meminta Penyelenggara membuat action plan untuk memperbaiki kualitas pendanaannya.

"OJK juga terus melakukan monitoring terhadap kualitas pendanaan LPBBTI dan akan melakukan tindakan pengawasan, termasuk pemberian sanksi administratif dalam hal ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan," ujar Agusman kepada media, Rabu (2/10).

Sementara itu, sampai dengan 27 September 2024, total jumlah penyelenggara fintech P2P lending yang berizin di OJK adalah sebanyak 98 perusahaan.

Terdapat perubahan/penambahan data sistem elektronik perusahaan, antara lain PT Sahabat Mikro Fintek, PT Stanford Teknologi Indonesia, dan PT Fintech Bina Bangsa.

OJK terus mengimbau masyarakat untuk selalu menggunakan jasa penyelenggara fintech lending yang sudah berizin dari OJK.

Kinerja LPBBTI
Agusman menegaskan OJK terus memperhatikan perkembangan laba/rugi dari industri LPBBTI. Berdasarkan data OJK, jumlah laba LPBBTI per Agustus 2024 meningkat dibandingkan dengan posisi bulan Juli 2024 menjadi sebesar Rp656,80 miliar.

"Peningkatan laba ini, antara lain karena adanya peningkatan pendapatan operasional yang disertai dengan efisiensi dari beban operasional," kata Agusman.

Ia menambahkan, pentahapan batasan manfaat ekonomi hingga tahun 2026 sebagaimana diatur dalam SEOJK 19/2023 dilakukan agar Penyelenggara LPBBTI dapat melakukan persiapan yang baik terhadap ekosistem dan infrastruktur yang dimiliki, sehingga industri LPBBTI dapat terus tumbuh secara sehat dan berkelanjutan.

Baca Juga: Data Pinjol Masuk SLIK, Pengamat: Langkah Bagus Batasi Debitur Buruk

"Sesuai dengan SEOJK 19/2023 dimaksud, penetapan batas maksimum manfaat ekonomi dapat dilakukan evaluasi secara berkala sesuai kebijakan yang ditetapkan oleh OJK dengan mempertimbangkan, antara lain kondisi perekonomian dan perkembangan industri LPBBTI," terang dia.

Sebelumnya, dalam konferensi RDKB OJK, Selasa (1/10), Agusman menyampaikan, pada industri fintech P2P lending, outstanding pembiayaan di Agustus 2024 tumbuh 35,62% yoy dari Juli 2024 yang sebesar 23,97% yoy, dengan nominal sebesar Rp72,03 triliun.

Adapun, tingkat risiko kredit macet secara agregat (TWP90) dalam kondisi terjaga di posisi 2,38% dibandingkan Juli 2024 yang sebesar 2,53%.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar