26 Agustus 2024
11:21 WIB
Begini Beda Pinjol dan Fintech Lending Legal Menurut AFPI
AFPI berharap masyarakat dapat membedakan antara pinjol dan fintech lending dan memilih layanan yang benar-benar aman dan bermanfaat.
Editor: Fin Harini
Seorang warga sedang berselancar di media sosial dengan mencari kata kunci pinjaman. ValidNewsID/Arief Rachman
JAKARTA - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menegaskan ada perbedaan antara pinjaman online (pinjol) dan fintech lending yang legal serta bertanggung jawab.
"AFPI ingin memberikan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat tentang industri fintech lending. Fintech lending bukan pinjol," kata Ketua Umum AFPI Entjik S Djafar di Jakarta, Senin (26/8), dilansir dari Antara.
Berbeda dengan pinjol ilegal, Entjik menuturkan fintech lending memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam menjalankan usaha pun, fintech lending diawasi OJK dan memiliki standar yang ketat dalam melindungi konsumen.
Karena itu, Entjik berharap masyarakat dapat membedakan antara keduanya dan memilih layanan yang benar-benar aman dan bermanfaat.
Baca Juga: Pengaduan Pinjol Ilegal Didominasi Usia Muda
Fintech lending atau peer-to-peer lending (P2P lending) adalah layanan pinjam meminjam uang dalam mata uang rupiah secara langsung antara kreditur atau pemberi pinjaman dan debitur atau penerima pinjaman berbasis teknologi informasi.
Menurut OJK, fintech lending juga disebut sebagai Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).
Sampai dengan 12 Juli 2024, total jumlah penyelenggara fintech lending yang berizin di OJK sebanyak 98 perusahaan.
Sementara itu, jumlah pinjol ilegal cukup besar. Satgas Waspada Investasi (SWI) pada periode Juni sampai dengan Juli 2024, telah memblokir sebanyak 850 entitas pinjaman online (pinjol) ilegal di sejumlah situs dan aplikasi. Jumlah ini mencapai 84,91% dari total 1.001 entitas illegal yang diblokir SATGAS PASTI pada periode yang sama.
OJK telah menerbitkan POJK 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan bersama Berbasis Teknologi Informasi dan Surat Edaran OJK no 19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berb asis Teknologi Informasi.
Salah satu yang diatur adalah adanya analisis kelayakan pengajuan pinjaman dengan memperhatikan kemampuan keuangan penerima dana, adanya batas maksimum untuk bunga, serta pembatasan akses data berupa camera, microphone dan location.
Selain itu, OJK juga meminta perusahaan fintech lending dan Asosiasi untuk memuat pernyataan peringatan menggunakan huruf kapital untuk menarik perhatian pembaca.
“HATI-HATI, TRANSAKSI INI BERISIKO TINGGI. ANDA DAPAT SAJA MENGALAMI KERUGIAN ATAU KEHILANGAN UANG. JANGAN BERUTANG JIKA TIDAK MEMILIKI KEMAMPUAN MEMBAYAR. PERTIMBANGKAN SECARA BIJAK SEBELUM BERTRANSAKSI."
Baca Juga: Satgas PASTI Blokir 1.001 Entitas Ilegal Periode Juni-Juli 2024
Deputi Komisioner Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Jasmi juga menekankan pentingnya literasi keuangan.
"OJK mendukung inisiatif AFPI dalam mengedukasi masyarakat. Dengan memahami perbedaan pinjol dan fintech lending, masyarakat dapat menjadi konsumen yang cerdas dan terhindar dari risiko kerugian finansial,” ujarnya.
Diharapkan kolaborasi yang baik di antara seluruh anggota AFPI dan seluruh pemangku kepentingan dapat terus terjalin untuk memajukan ekosistem industri fintech lending di Indonesia.
Pada Mei 2024, industri fintech lending mencatatkan akumulasi penyaluran pinjaman sebesar Rp874,53 triliun kepada 129,26 juta penerima pinjaman, dengan outstanding pinjaman sebesar Rp64,55 triliun dan TKB90 terjaga di tingkat 97,09%.
Sementara, per Juni 2024, akumulasi penyaluran pinjaman sebesar Rp899,15 triliun kepada 131,49 juta penerima pinjaman, dengan outstanding pinjaman sebesar Rp66,98 triliun dan TKB90 naik menjadi 97,21%.