18 Juni 2025
16:26 WIB
Ekonom AS Beri Saran Kebijakan Pajak, Sri Mulyani: Kondisi Indonesia Berbeda
Menolak saran kebijakan tarif pajak tetap, Menkeu Sri Mulyani menegaskan perpajakan Indonesia berlandaskan konstitusi UUD 1945 dan Pancasila yang mengutamakan keadilan.
Penulis: Siti Nur Arifa
Editor: Fin Harini
Ilustrasi Pajak Harta Kekayaan. Shutterstock/Watchara Ritjan
JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani menyanggah masukan dari Ekonom Legendaris asal Amerika Serikat (AS) Arthur Betz Laffer, yang berpendapat bahwa kebijakan tarif pajak tetap (flat tax) perlu dilakukan untuk meningkatkan penerimaan pajak negara, sekaligus meminimalisir wajib pajak terutama kalangan pengusaha yang menghindari kewajiban membayar pajak.
Menurut Sri Mulyani, hal tersebut tidak dapat dilakukan lantaran kebijakan pajak yang menjadi bagian dari APBN di Indonesia dibentuk dengan berlandaskan pada konstitusi UUD 1945 dan Pancasila, yang mengutamakan keadilan bagi seluruh rakyat.
“Kalau yang sangat kaya dengan yang pendapatannya hanya di UMR, bayar pajaknya sama setuju enggak? Saya hampir yakin semua bilang enggak setuju,” kata Sri Mulyani dalam acara CNBC Economic Update 2025, di Jakarta, Rabu (18/6).
Baca Juga: Ditjen Pajak Gandeng Polri Optimalkan Penerimaan Negara 'Abu-Abu'
Sebab itu, itu Menkeu Sri menilai kebijakan pajak yang saat ini dimiliki Indonesia sudah sangat sesuai dengan karakteristik masyarakat yang ada, di mana negara menetapkan setidaknya lima lapisan tarif pajak pada sistem pajak penghasilan (PPh) Orang Pribadi (OP).
Dirinya menegaskan, aturan tersebut dibuat dengan prinsip keadilan. Yakni, masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi dikenakan pajak yang lebih besar oleh pemerintah.
"Kita tidak mengenakan flat tax. Kita punya lima lapisan tarif mulai dari 5%, 15%, 25%, hingga 35%. Ini mencerminkan fungsi distribusi, agar masyarakat yang lebih mampu membayar lebih besar," jelasnya.
Pajak Korporasi Masih Moderat
Sekadar informasi, di Amerika Serikat, Arthur Betz Laffer merupakan sosok yang menyarankan penerapan tarif pajak tetap. Hal ini berlandaskan teori bahwa dengan menurunkan tarif pajak, maka dapat menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi bagi negara.
Terkait pajak bagi kalangan pengusaha, dalam kesempatan sama, Arthur menyebut kepatuhan pembayaran pajak orang-orang kaya dapat diperoleh bila pemerintah mendesain tarif secara adil, dalam artian sama dengan orang yang memperoleh penghasilan jauh lebih sedikit.
"Jika saya menghasilkan sepuluh kali lipat dari Anda, saya harus membayar pajak sepuluh kali lipat, bukan 50 kali lipat. Itu tidak benar," imbuhnya.
Karena itu, dia menilai bila pemerintah menerapkan tarif yang berbeda-beda antara kelas pendapatan, dipastikan kalangan pengusaha atau orang kaya akan menempuh segala cara untuk mengemplang pajak.
Baca Juga: Kemenkeu: Penerimaan Pajak Mei 2025 Terkontraksi 10,1% Jadi Rp683,3 Triliun
"Jadi begitu Anda membedakan satu kelompok dengan kelompok lain, orang kaya akan menyewa pengacara, mereka akan menyewa akuntan, mereka akan menyewa spesialis, menyewa pejabat pemerintah, mereka akan melakukan semua hal tersebut untuk mencoba menghindari tagihan pajak di negara ini. Itu tidak menguntungkan," tambahnya.
Memberikan contoh langsung, Arthur menyorot kondisi yang pernah terjadi di Inggris saat masa pemerintahan Perdana Menteri Gordon Brown, sebagai pemimpin negara yang terus berusaha menaikkan tarif pajak untuk orang kaya, dengan ketentuan pajak dari 40% menjadi 50%.
Dirinya menyebut, saat itu perekonomian Inggris langsung terpuruk dengan pendapatan pajak yang turun dan tingkat pengangguran yang meningkat.
Kembali menanggapi pernyataan tersebut, Menkeu Sri membeberkan saat ini Indonesia menetapkan tarif pajak sebesar 22% untuk badan atau korporasi.
Menurutnya, besaran pajak tersebut masih bersifat moderat atau menengah jika dibandingkan dengan pajak serupa di negara lain secara global, yang menerapkan tarif lebih tinggi, bahkan mencapai 30%-35%.
“Dalam cakupan seluruh dunia kita masih menengah, ada yang lebih tinggi dari kita, ada yang 35%, 30%, sangat berbeda kalau kita lihat seluruh dunia,” pungkasnya