09 Mei 2025
17:09 WIB
Dunia Bergejolak, OJK: Stabilitas Sektor Jasa Keuangan Masih Terjaga
Stabilitas sektor jasa keuangan pada April 2025 tetap terjaga di tengah tingginya dinamika perekonomian dan volatilitas pasar keuangan global.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyampaikan hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) I Tahun 2025 di Jakarta, Jumat (24/1/2025). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan stabilitas sektor jasa keuangan pada April 2025 tetap terjaga di tengah gejolak perekonomian dan volatilitas pasar keuangan global.
"Dapat kami sampaikan Rapat Dewan Komisioner pada bulan April 2025 yang diselenggarakan pada tanggal 30 April menilai stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga di tengah-tengah tingginya dinamika perekonomian dan volatilitas pasar keuangan global," ujar Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar dalam RDK Bulanan (RDKB) April 2025, Jumat (9/5).
Mahendra mengungkapkan, perkembangan pada bulan April 2025 didominasi oleh meningkatnya ketidakpastian kebijakan perdagangan global dengan rencana pengenaan tarif impor resiprokal oleh Amerika Serikat (AS). Kebijakan ini lantas mendorong kenaikan tajam volatilitas di pasar keuangan global.
Meskipun Presiden AS Donald Trump mengumumkan penundaan pemberlakuan tarif selama 90 hari, tensi perdagangan antara Amerika Serikat dan China tetap tereskalasi.
"Tingginya ketidakpastian akibat dinamika perdagangan global telah mendorong lembaga internasional seperti IMF, Bank Dunia, dan WTO merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi dan perdagangan global," ungkapnya.
IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2025 menjadi 2,8%, jauh lebih rendah dibandingkan historis tahun 2000-2019, atau sebelum covid-19, di level 3,7%.
Sementara itu, WTO merevisi proyeksi ekonomi perdagangan barang global menjadi terkontraksi 0,2% dari prakiraan sebelumnya tumbuh 2,7%.
Baca Juga: OJK Terbitkan Aturan Penyelenggara Agregasi Jasa Keuangan
Kemudian di Amerika Serikat, meskipun data ketenagakerjaan relatif solid, sejumlah indikator aktivitas ekonomi terbaru mengindikasikan perlambatan, seperti inflasi, tingkat kepercayaan konsumen, dan pertumbuhan ekonomi di kuartal I/2025.
Sejalan dengan itu, kata Mahendra, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada 2025, diproyeksikan menjadi 1,4% dari sebelumnya prakiraan 2%.
Pasar pun mulai memperkirakan penurunan suku bunga acuan atau Fed Fund Rate (FFR) secara lebih agresif dengan pemangkasan pertama diperkirakan pada bulan Juni tahun ini.
Sedangkan di China, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2025 justru tercatat solid, ditopang oleh kinerja sektor manufaktur. Pertumbuhan ini sebagian besar didorong oleh strategi Front Loading Export guna mengantisipasi pemberlakuan tarif tambahan dari Amerika Serikat.
"Dari sisi permintaan meskipun lebih lemah, terdapat indikasi perbaikan, seiring dengan peningkatan inflasi inti dan penjualan retail di RRT," jelas dia.
Sementara itu, di dalam negeri, Mahendra menuturkan, perekonomian Indonesia mencatat pertumbuhan sebesar 4,87% pada kuartal I/2025. Utamanya, didukung oleh konsumsi rumah tangga yang tetap terjaga.
Dia melanjutkan, inflasi headline pada April 2025, tetap terkendali di level 1,95% secara tahunan (year on year/yoy). Begitu pula dengan inflasi inti yang juga menunjukkan stabilitas di level 2,5%, yang mencerminkan permintaan domestik terjaga.
Beberapa indikator permintaan domestik lainnya seperti penjualan retail, semen, kendaraan bermotor mengindikasikan pemulihan yang masih berlangsung, sekalipun dengan laju yang moderat.
Dari sisi produksi, sambungnya, kinerja masih cukup baik. Hal itu tercermin dari berlanjutnya surplus neraca perdagangan dan kinerja emiten, di mana rilis kinerja 2024 secara umum lebih baik dari tahun 2023.
Upaya OJK
Seiring ketidakpastian yang meningkat akibat tarif dagang AS dan indikator ekonomi global yang cenderung bergerak melemah, Mahendra menegaskan, OJK terus memonitor dinamika global dan domestik serta melakukan stress test untuk melihat dampaknya terhadap sektor jasa keuangan.
"Saat ini, sektor jasa keuangan nasional dinilai tetap resilient dengan permodalan yang solid dan mampu menyerap potensi peningkatan risiko ke depan," tutur Bos OJK.
OJK juga meminta lembaga jasa keuangan secara proaktif melakukan asesmen atas perkembangan terkini dan melakukan asesmen lanjutan atas dampak kebijakan penerapan tarif yang dapat mempengaruhi kinerja debitur, khususnya yang memiliki eksposur langsung pada sektor terdampak.
Baca Juga: Ekonomi Global Menantang, OJK: Stabilitas Sektor Jasa Keuangan Terjaga
Sehingga, diharapkan mampu mengambil langkah antisipatif dalam memitigasi peningkatan risiko, termasuk membentuk pencadangan yang memadai.
Terkait aspek kebijakan terintegrasi dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, OJK mendukung upaya pengembangan ekonomi daerah melalui pengembangan sektor agrikultur, pariwisata, dan ekonomi kreatif, dengan mengarahkan pembiayaan atau penyaluran kredit serta melibatkan asuransi untuk memitigasi risiko yang muncul dan membentuk ekosistem yang memadai.
"OJK juga mendorong penguatan peran sektor jasa keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah melalui program pengembangan ekonomi daerah (PED) yang dilaksanakan dalam wadah Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) bersama para pemaku kepentingan," pungkasnya.