23 Mei 2023
16:30 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
JAKARTA – Fraksi PKS DPR RI meminta pemerintah untuk dapat menekan pemborosan insentif pajak yang diberikan kepada industri mobil listrik. Melalui perwakilannya, Andi Akmal Pasluddin, PKS menganggap kebijakan ini hanya berdampak pada segelintir kelompok atau orang saja.
Sejauh ini, PKS menilai, pemberian insentif ini tidak menyentuh tujuan afirmatif dan belanja perpajakan pemerintah.
“Besarnya insentif perpajakan dan subsidi yang diberikan kepada Industri kendaraan listrik, hanya akan dinikmati oleh segelintir pelaku dan konsumen kelas atas,” ungkapnya menanggapi atas KEM-PPKF RAPBN TA 2024 dalam Rapat Paripurna Ke-24, Jakarta, Selasa (23/5).
Senada, perwakilan F-Demokrat Aulia Rahman Natakusumah menyampaikan, pemberian subsidi untuk kendaraan listrik pribadi justru kontraproduktif. Dampak pemberian insentif ini juga hanya berdampak minimal kepada masyarakat di Indonesia.
“Karena seolah-olah, subsidi ini diberikan kepada pengusaha, masyarakat yang mampu, bukan kepada rakyat kecil yang sangat membutuhkan uluran tangan dari pemerintah,” sebut Aulia.
Baca Juga: Negara-Negara Pemberi Subsidi Kendaraan Listrik
Ketimbang itu, pihaknya meminta agar pemerintah dapat mengalokasikan subsidi untuk membangun infrastruktur ramah lingkungan dan mendukung transportasi massal. Pada saat yang sama, kebijakan ini dapat membantu Indonesia dalam merespons tantangan global berupa perubahan iklim yang tengah terjadi.
Sementara itu, fraksi Nasdem mendorong pemerintah untuk dapat meningkatkan kegiatan belanja di 2024 dengan lebih baik, utamanya pada sisi efektivitas dan dampaknya kepada masyarakat. Alih-alih memberikan insentif yang kurang efektif berdampak secara langsung kepada masyarakat luas.
Harapannya, pemerintah dapat fokus membangun pemerataan ekonomi, menanggulangi kemiskinan, serta memperkuat sektor pertanian, perikanan hingga pangan di Indonesia.
“Dibanding menggelontorkan subsidi untuk kepentingan kendaraan listrik ataupun subsidi tambang,” sebut perwakilan F-Nasdem Fauzi Amro.
Dirinya pun mencontohkan, realisasi subsidi pupuk terus mengalami penurunan dalam lima tahun terakhir. Secara konsisten selama 2019-2023, anggaran pupuk bersubsidi terus melemah dari Rp34,3 triliun, menjadi Rp31 triliun, turun menjadi Rp29,1 triliun, lalu Rp25,3 triliun, dan terakhir Rp24 triliun.
“Artinya, dalam lima tahun belakangan subsidi pupuk (terus) berkurang, kurang-lebih hampir Rp10 triliun,” sebutnya.
Secara umum, fraksinya memandang, bahwa kebijakan belanja negara sudah cukup komprehensif sejauh ini. Ke depan, ia mengingatkan, agar pemerintah dapat mengelaborasi lebih jauh efektivitas dan profesionalitas belanja negara yang telah ditetapkan sebesar 13,97-15,01% dari PDB pada RAPBN 2024.
Hal itu dilakukan untuk mendorong transformasi ekonomi yang selalu digaungkan pemerintah selama ini. “Kita ketahui bersama, bahwa rasio belanja negara dan rasio belanja modal terhadap PDB mengalami tren penurunan dari tahun ke tahun,” tegasnya.
Insentif Pembelian Kendaraan Listrik
Asal tahu, pemerintah telah memberikan insentif pembelian kendaraan listrik melalui PMK 38/2023 tentang PMK PPN DTP Kendaraan Listrik. Insentif ini ditujukan demi meningkatkan pemanfaatan kendaraan listrik baik roda dua, roda empat maupun bus yang mulai berlaku berlaku masa pajak April 2023 sampai Desember 2023.
Terdapat dua jenis kendaraan yang mendapatkan fasilitas ini. Pertama, kendaraan bermotor listrik (KBL) berbasis baterai roda empat dan bus dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) ≥40% akan diberikan PPN DTP sebesar 10%, sehingga PPN yang harus dibayar tinggal 1%.
Kedua, KBL berbasis baterai bus dengan TKDN ≤ 20% < 40% diberikan PPN DTP sebesar 5%, sehingga PPN yang harus dibayar sebesar 6%. Sedangkan untuk sepeda motor diberikan subsidi sebesar Rp7 juta, baik untuk sepeda motor listrik baru maupun konversi yang ditujukan untuk UMKM.
Baca Juga: Sepi Peminat, Moeldoko: Sosialisasi Subsidi Motor Listrik Kurang Masif
Dengan diberikannya berbagai insentif di atas, pemerintah mengungkapkan, insentif fiskal untuk kendaraan listrik di Indonesia lebih generous dibandingkan beberapa negara di dunia.
Secara total, insentif yang diberikan Indonesia untuk produk mobil listrik mencapai sekitar 42% dari harga jual, yang berasal dari insentif PPnBM setara 13% dari harga jual, pajak impor sebesar sekitar 3% dari harga jual, BBNKB dan PKB sekitar 18% dari harga jual serta PPN DTP sebesar 10% dari harga jual.
Begitu pula untuk motor listrik yang telah diberikan insentif pajak sekitar 46% dari harga jual yang berasal dari subsidi sebesar sekitar 28% dari harga jual (asumsi harga motor Rp25 juta) dan insentif BBNKB dan PKB sekitar 18% dari harga jual.
“Jumlah insentif yang diberikan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan insentif di beberapa negara lain seperti Tiongkok, USA, UK dan Thailand,” sebut KEM-PPKF 2024.