17 November 2025
18:29 WIB
DPR Minta Percepat, Kemenkeu Beberkan Progres Penerapan Cukai MBDK
Meski sudah disertakan dalam Undang Undang APBN 2026, Kemenkeu menegaskan penerapan cukai MBDK masih dalam pembahasan antar K/L.
Penulis: Siti Nur Arifa
Calon pembeli memilih minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) yang disimpan dalam lemari pendingin toko ritel modern di Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (5/2/2025). AntaraFoto/Jessica Wuysang
JAKARTA - Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, kebijakan mengenai penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) untuk saat ini masih dalam tahap pembahasan antaran Kementerian/Lembaga (K/L).
Meski sudah tertuang dalam Rancangan Undang-Undang APBN 2026, Febrio mengaku pihaknya masih melakukan serangkaian pengkajian atas penerapan cukai MBDK, terutama mengenai standar dan batas pengenaan atas objek dasar pengenaan cukai yang dimaksud di waktu yang akan datang.
Spesifik, Febrio menyebut penerapan pungutan cukai untuk MBDK sejatinya lebih dulu membutuhkan formulasi jelas dari K/L terkait mengenai pola konsumsi atas barang tertentu, atau dalam hal ini pola konsumsi minuman berpemanis (gula) bagi masyarakat Indonesia yang perlu dikaji oleh Kementerian Kesehatan.
Baca Juga: Cukai MBDK Batal Tahun Ini, Pemerintah Dinilai Tak Prioritaskan Kesehatan Publik
"kita sangat berharap formulasi kebijakan yang cukup jelas dari Kementerian Kesehatan tentang dampak dari gula dalam konteks ini adalah minuman berpemanis dalam kemasan Itu seperti apa," kata Febrio dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XI DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (17/11).
Febrio juga mengungkap bahwa dalam berbagai rangkaian diskusi, tercetus bahwa tingginya konsumsi MBDK juga diyakini berpengaruh terhadap kinerja APBN dari segi pengeluaran.
"Bagi APBN kalau ditarik lagi, ini apakah berdampak kepada tagihan dari BPJS ketika semakin banyak masyarakat apakah penyakitnya berkaitan dengan gula," tambahnya.
Sebagai catatan, cakupan MBDK yang rencananya akan dikenakan cukai sebagaimana tertuang RUU APBN 2026 adalah minuman siap dikonsumsi (ready to drink) dan konsentrat dalam kemasan untuk penjualan eceran.
Kebijakan ini, tidak mencakup minuman yang dibuat, dijual dan dikonsumsi di tempat seperti es teh manis di warung makan dan sejenisnya.
DPR Kritik Kurang Kompak
Menanggap pemaparan Febrio, Anggota DPR Komisi XI Fraksi Golkar Putri Anetta Komarudin justru mengkritisi progres pemerintah dalam mengkaji penerapan cukai MBDK.
Menurutnya, kebijakan yang jika ditelusuri sudah terwacana sejak awal tahun 2.000-an tersebut hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda penerapan secara pasti.
"Kita juga ingin mengingatkan pada Pak Febrio Dan teman-teman dari Kementerian Keuangan supaya koordinasi antar kementerian itu lebih ditingkatkan, terkait dengan kebijakan ini di mana koordinasi antar kementeriannya harus diperbaiki," kata Putri.
Baca Juga: Kemenkeu Kaji Pengenaan Cukai Popok dan Tisu Basah
Dirinya bahkan mempertanyakan progres pemerintah mengenai tahap pembahasan cukai MBDK seperti yang disampaikan Febrio. Lantaran menurutnya, sejauh ini K/L terkait kerap saling lempar estafet mengenai progres kebijakan tersebut.
"Terkait dengan MBDK, Kementerian teknisnya merasa bahwa belum pernah dibahas secara mendalam antara Kementerian Keuangan dengan Kementerian yang berhubungan dengan kebijakan ini, karena di situ ada Kementerian Perindustrian ada Kementerian UMKM, dan lain-lainnya. Jadi jangan sampai ada citra bahwa Pemerintah itu tidak saling kompak," tegas Putri.