22 Juli 2025
16:29 WIB
DPR Dan Pemerintah Sepakati KEM PPKF 2026, Ini Rinciannya!
Banggar DPR RI dan pemerintah secara resmi menyepakati Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEMPPKF) 2026. Mulai daritarget pertumbuhan ekonomi hingga postur fiskal 2026.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Khairul Kahfi
Menkeu Sri Mulyani berbincang dengan Ketua Banggar DPR Said Abdullah sesuai Raker Realisasi Semester I dan Prognosis Semester II Pelaksanaan APBN TA 2025 di Jakarta, Rabu (3/7). Dok KLI Kemenkeu/Wismu Nanda RR
JAKARTA - Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan pemerintah secara resmi menyepakati Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEMPPKF) 2026.
Rapat dipimpin oleh Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah. Sedangkan, pemerintah diwakili oleh Menkeu Sri Mulyani Indrawati dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy beserta jajaran. Turut hadir Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
"Bapak, Ibu sekalian terhadap persetujuan kali ini yang disepakati bersama akan disampaikan dalam forum Sidang Paripurna pada 24 Juli dan menjadi dasar perumusan dalam Nota Keuangan & RAPBN 2026," kata Said usai mendapatkan persetujuan seluruh peserta rapat di Jakarta, Selasa (22/7).
Baca Juga: Pemerintah dan Komisi XI DPR Setujui Asumsi Ekonomi Makro 2026
Atas hal itu, Sri Mulyani menyambut baik kesepakatan tersebut. Selanjutnya, pemerintah akan menyiapkan Nota Keuangan dan RUU APBN 2026 dan disampaikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto pada 15 Agustus 2025 mendatang.
Lebih rinci, Said menyampaikan rincian KEMPPKF 2026. Pemerintah dan Panja telah menyepakati Asumsi Dasar Ekonomi Makro untuk RAPBN 2026, salah satunya pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan di kisaran 5,2-5,8%
"Pertumbuhan Ekonomi tahun 2026 diperkirakan tumbuh kuat pada kisaran 5,2-5,8%," ungkap Said.
Lalu, Laju Inflasi 1,5-3,5%; Nilai Tukar Rupiah Rp16.500-16.900 per dolar AS; Tingkat Suku Bunga SBN 10 Tahun 6,6-7,2%; Harga Minyak Mentah Indonesia US$60-80/barel; Lifting minyak bumi 605-620 ribu barel per hari; Lifting gas bumi 953-1.017 ribu barel setara minyak per hari.
Said melanjutkan, target pembangunan 2026 yang diusulkan pemerintah dan telah disepakati oleh Panja. Pertama, Sasaran Pembangunan yang terdiri dari Tingkat Kemiskinan 6,5-7,5%; Tingkat Kemiskinan Ekstrem 0-0,5%; Rasio Gini 0,377-0,380; Tingkat Pengangguran Terbuka 4,44-4,96%; Indeks Modal Manusia 0,57.
Kemudian, Indikator Pembangunan terdiri dari Indeks Kesejahteraan Petani 0,7731; dan Proporsi Penciptaan Lapangan Kerja Formal 37,95%.
Sementara itu, Said meminta, kebijakan fiskal 2026 diarahkan untuk mewujudkan kedaulatan pangan, energi, dan ekonomi di tengah gejolak yang dinamis dan tantangan struktural domestik.
Adapun, Postur Makro Fiskal 2026 yang akan digunakan sebagai dasar penyusunan Rancangan APBN 2026 yang diusulkan pemerintah dalam dokumen KEM PPKF 2026 dan yang menjadi kesepakatan antara lain Pendapatan Negara pada kisaran 11,71-12,31%.
Postur Makro Fiskal 2026 telah disepakati sebagai dasar penyusunan RAPBN 2026 yang diusulkan pemerintah dalam dokumen KEM PPKF 2026, yakni target Pendapatan Negara ditetapkan di kisaran 11,71-12,31%; Pendapatan Negara terdiri dari Perpajakan 10,08-10,54%; PNBP 1,63-1,76%; serta Hibah 0,002-0,003%.
Kemudian, Belanja Negara disepakati menjadi kisaran 14,19-14,83%, terdiri dari Belaja Pemerintah Pusat 11,41-11,94% terhadap PDB; Transfer ke daerah 2,78-2,89%.
Selanjutnya, Keseimbangan Primer minus 0,18-0,22% . Lalu, Defisit antara minus 2,48-2,53% dari PDB. Selain itu, Pembiayaan 2,48-2,53% dari PDB.
Penguatan Kebijakan Fiskal 2026
Said menambahkan, pemerintah memperkuat dan/atau mempertajam upaya dan kebijakan fiskal. Pertama, kebijakan dalam pemberian insentif fiskal seperti tax holiday dan tax allowance dilakukan secara terukur dan tepat sasaran untuk mengakselerasi investasi di Indonesia.
Baca Juga: Demi Perkuat Fiskal, Kemenkeu Usulkan Anggaran 2026 Jadi Rp52,02 Triliun
Kedua, kebijakan terhadap PNBP perlu tetap menjaga kualitas, kemudahan akses layanan, dan keterjangkauan layanan pada masyarakat, dalam rangka untuk optimalisasi PNBP. Ketiga, kebijakan untuk membangun sumber energi berbasiskan Panas Bumi atau geothermal perlu mendapat prioritas pemerintah.
Keempat, pemerintah perlu mempertimbangkan keselarasan antara alokasi anggaran belanja K/L terkait dengan besaran kontribusi PNBP-nya. Kelima, kebijakan fiskal 2026 senantiasa mengantisipasi dan memitigasi dampak dinamika perekonomian global, termasuk kebijakan perang tarif AS.
Pemerintah juga akan menyampaikan dalam Nota Keuangan TA 2026 berupa Perkembangan utang pemerintah serta implikasi dari kebijakan-kebijakan PNBP terhadap nilai atau besaran PNBP pada masing-masing sektor.
"Demikian Laporan Panja Asumsi Dasar, Kebijakan Fiskal, Pendapatan, Defisit, dan Pembiayaan RAPBN 2026 dalam rangka Pembicaraan Pendahuluan RAPBN Tahun Anggaran 2026 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2026 untuk menjadi dasar bagi Pemerintah dalam menyusun RUU tentang APBN TA 2026 dan Nota Keuangan RAPBN TA 2026," jelasnya.